ZONALITERASI.ID – Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, menegaskan, kekerasan seksual, pelecehan seksual, dan semua tindak asusisa di lembaga pendidikan keagamaan harus disikat
Menurut Yagut, ia memerintahkan jajarannya di Kementerian Agama (Kemenag) mulai tingkat provinsi hingga kabupaten/kota untuk melakukan investigasi menyeluruh serta mitigasi pencegahan kekerasan seksual
“Investigasi dan mitigasi akan dilakukan di seluruh satuan pendidikan di lingkungan Kemenag mulai dari madrasah, pesantren, hingga perguruan tinggi. Dengan diterjunkannya tim tersebut dapat menginvestigasi, mengungkap, hingga memitigasi potensi kekerasan seksual,” ujar Menag, di Jakarta, Jumat (10/12/2021).
Ia menambahkan, kekerasan seksual yang dilakukan guru pesantren, HW (36), terhadap belasan santri di Kota Bandung bak fenomena puncak gunung es.
“(Kasus kekerasan seksual) selama ini tak terungkap di satuan pendidikan keagamaan. Dengan diterjunkannya tim tersebut dapat menginvestigasi, mengungkap, hingga memitigasi potensi kekerasan seksual,” imbuhnya.
Berani Melapor
Sebelumnya, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi meminta masyarakat khususnya santri hingga mahasiswa untuk berani melapor jika menjadi korban kekerasan seksual.
“Berharap kasus serupa tidak terjadi lagi. Mendorong para korban untuk berani melaporkan setiap tindakan mencurigakan atau tidak benar dari para oknum, siapapun itu,” katanya.
Zainut mengatakan, Kemenag sudah mencabut izin operasional pesantren Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru yang dipimpin oleh HW.
Kemenag juga memberikan afirmasi terhadap peserta didik dan korban. Mereka dipulangkan dari pesantren untuk dapat meneruskan pendidikannya, baik di madrasah, sekolah umum, atau Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah sesuai pilihannya.
“Upaya ini difasilitasi oleh Kementerian Agama Kabupaten/Kota sesuai domisili mereka,” ujarnya.
Menurutnya, Kemenag akan bersinergi dengan KPAI untuk melakukan pendampingan terhadap anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Pihaknya juga mendorong optimalisasi peran Dewan Masyayikh dalam mengawal penjaminan mutu pesantren, termasuk aspek perlindungan santri.
“Saya mendukung tindakan tegas kepolisian terhadap pelakunya dan diberikan sangsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” katanya.
20 Tahun Penjara
Sementara itu Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menyebut guru sekaligus pemilik pondok pesantren berinisial HW (36) terancam hukuman 20 tahun penjara akibat perbuatannya yang memerkosa 12 santriwati hingga hamil dan melahirkan.
Plt. Asisten Pidana Umum Kejati Jawa Barat, Riyono, mengatakan HW kini berstatus sebagai terdakwa karena sudah menjalani persidangan. HW terjerat dengan Pasal 81 UU Perlindungan Anak.
“Ancamannya 15 tahun, tapi perlu digarisbawahi di situ ada pemberatan karena sebagai tenaga pendidik, jadi ancamannya menjadi 20 tahun,” kata Riyono.
Ia menjelaskan, aksi tak terpuji itu diduga sudah HW lakukan sejak tahun 2016. Dalam aksinya tersebut, ada sebanyak 12 orang santriwati yang menjadi korban yang pada saat itu masih di bawah umur. ***
Sumber: Antaranews.com