ZONALITERASI.ID – Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan rekomendasi terkait teknologi informasi. Dalam rekomendasi itu, Komisi Dakwah MUI meminta pemerintah melakukan pembatasan konten IT serta akses media sosial serta pesan yang tidak dipertanggungjawabkan dan berisi provokasi.
Selanjutnya, Komisi Dakwah MUI meminta para dai dan Dewan Kemakmuran Masjid harus mampu menguasa teknologi informasi serta kreatif.
Terakhir, Komisi Dakwah MUI meminta masyarakat bijak dalam menggunakan teknologi dengan berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan, Pancasila, UUD 1945, serta nilai budaya dan norma yang berlaku di masyarakat.
Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, mengatakan, selain menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah, pihaknya mengajak orang tua bisa meminimalisasi dampak kecanduan gawai terhadap anak.
“Misalnya orang tua untuk tidak mudah memberikan gawai ke anak dalam keseharian. Jadi, orang tua harus bijaksana mendidik anak. Jangan karena anaknya biar diam, dikasihlah, ponsel,” ujarnya, saat diskusi Halaqah Peningkatan Peran Dai Dalam Mengantisipasi Dampak Digitalisasi IT di kantor MUI, Jakarta, Kamis, 27 Juli 2023.
Menurut Amirsyah, konten di media sosial seperti TikTok hingga Facebook sebenarnya bisa memunculkan efek candu yang ujungnya bisa merusak kesehatan mental anak.
Terlebih lagi, ada data yang menyebut anak di Indonesia bisa delapan jam tahan di depan gawai untuk sekadar melihat konten di TikTok.
“Media sosial itu juga bisa merusak kesehatan mental. Bayangkan kalau anak-anak ketergantungan ke gawai dalam waktu delapan jam per hari, itu merusak struktur otak anak- anak yang belum mapan,” katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Arif Fahrudin menyoroti perlunya Indonesia memiliki moderator untuk meminimalisasi konten negatif di media sosial.
Menurutnya, moderator media sosial menjadi pertanda bahwa Indonesia juga bisa berdaulat di dunia maya.
“Moderator media sosial itu kata lain dari kedaulatan media sosial. Kalau kita punya kedaulatan pangan, kedaulatan pendidikan, saat ini pemerintah dan MUI bisa menginisiasi,” kata Arif.
Dia mengatakan, Indonesia bisa belajar dari China untuk berdaulat dari sisi media sosial dengan membuat sistem yang membatasi Google dan media sosial dari luar negeri Tirai Bambu.
“Ini yang saya harap, perlu ada infrastruktur teknologi yang bisa regulasinya, manajerial, dan penindakan dari kita,” kata Arif.
Sementara peneliti Indef, Nailul Huda, mendesak pemerintah segera menerbitkan aturan turunan mengenai perlindungan data pribadi.
Dengan begitu, kata Nailul, pemerintah bisa megetahui lokasi bank data dari sebuah media sosial seperti Facebook dan TikTok agar tidak disalahgunakan kelak.
“Nah, yang jadi masalah sekarang, kan, yang datanya itu di mana? Data di TikTok, tuh, di mana, di siapa, diolah bagaimana algoritmanya? Mereka untuk apa? Itu, kan, harus jelas,” kata Nailul. (des)***