ZONALITERASI.ID – Duta Baca Indonesia, Najwa Shihab, mengatakan, berpikir kritis dalam literasi digital belum bisa digunakan secara maksimal.
Sedari pendidikan dasar, kata Najwa, anak-anak lebih sering diajari kemampuan menghafal. Padahal kemampuan menghafal hanyalah sedikit dari kemampuan otak yang bisa dioptimalkan.
“Literasi digital mengajarkan manusia sadar dengan data (data awareness), kemampuan menganalisa data sehingga mampu mencerna informasi yang masuk, dan kemampuan untuk fokus. Literasi digital bukan sekadar cakap teknologi. Piawai bikin content tik-rok dan sebagainya,” kata Najwa, dikutip dari laman Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Selasa (21/12/2021).
Pustakawan Utama Perpusnas, Sri Sumekar, mengatakan, pelaku digital sebagian besar adalah para milenial. Dan saat ini perpustakaan sedang giat melakukan Gerakan Literasi Digital, mengajak peran serta aktif para perguruan tinggi.
“Gerakan Literasi Digital sifatnya responsif. Dan sasaran utamanya adalah para milenial,” ujarnya.
Diungkapkannya, konteks literasi digital sudah menjadi bahasan internasional. International Federation Library Association (IFLA) menyarankan, perpustakaan harus menjadi bagian dari pembangunan nasional berkelanjutan (sustainable development goals/SDG’s).
Salah satu targetnya, peningkatan literasi, inovasi, dan kreativitas pada tahun 2020.
“Di masa pandemi seluruh fungsi perpustakaan dilakukan melalui digital, seperti penguatan koleksi digital, bantuan buku digital, dan pendirian pondok baca digital (Pocadi). Pondok baca digital sudah dimulai sejak 2019. Dan ditargetkan pada 2021 telah mencapai 160 titik,” pungkas Sri. (des)***