ZONALITERASI.ID – Sebanyak 25 peserta mengikuti Pelatihan Literasi Sosial Media bertajuk “Membangun Ketahanan Pemuda Menghadapi Disinformasi AI”, di Aula Selatan Gedung Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Kampus II, Jalan Soekarno-Hatta Bandung, pada Selasa-Rabu, 10-11 Desember 2024.
Pelatihan ini hasil kerja sama antara Program Magister (S2) Studi Agama Agama (SAA) dengan Bersinergi Institut for Human Security yang menghadirkan narasumber: Mohd. Adhe Bhakti (Direktur PAKAR [Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi]), Aditya Gana (Direktur Bersinergi, Fasilitator), serta Anggi P. Kumala (Co-Fasilitator).
Wakil Direktur III Pascasarjana UIN Bandung, Prof. Dindin Solahudin, menuturkan, bagi mahasiswa, Artificial Intelligence (AI, kecerdasan buatan) menguji integritas dan kejujuran. Banyak mahasiswa menggunakan shortcut dalam menyelesaikan tugas dengan AI, sehingga tingkat plagiarisme tinggi.
“Bila itu jadi hal yang biasa maka kita prihatin pemimpin ke depan akan bermental seperti apa. Karena kejujuran adalah hal penting dalam kehidupan,” katanya saat membuka pelatihan.
Menurut Prof. Dindin, AI juga membuat kita sulit membedakan berita yang benar (hoax), sehingga kita harus punya skill mengetahuinya.
“Pelatihan ini semoga tidak berhenti sampai di sini ada follow up dengan berbagai kegiatan lain dan melibatkan lebih banyak lagi mahasiswa,” ucapnya.
Direktur Bersinergi Institut for Human Security, Aditya Gana, menjelaskan, tujuan dilaksanakannya pelatihan selama dua hari ini yaitu untuk memberikan pemahaman dan skill tentang literasi digital.
“Bisa dilihat sekarang produk digital semakin berkembang. Dengan adanya pelatihan ini para peserta kaum muda diharapkan mampu mengetahui dampak dari perkembangan AI, sehingga mampu kritis dalam mengidentifikasi berita-berita yang mengarah kepada disinformasi,” paparnya.
““Kami mendapat kehormatan untuk dapat bekerja sama dengan Prodi S2 SAA UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam menyelenggarakan acara pelatihan literasi sosial media ini. Diharapkan, dari pelatihan ini ilmu yang diperoleh bisa bermanfaat dan menjadi duta literasi digital di tengah-tengah masyarakat,” sambung Aditya.
Ia menambahkan, perkembangan teknologi informasi, termasuk penggunaan AI bukan hanya membawa banyak manfaat namun juga dapat menjadi ancaman jika disalahgunakan untuk tujuan tidak baik. Contohnya adalah ketika AI digunakan untuk membuat konten disinformasi yang menyesatkan dan menipu publik.
“Oleh karenanya pengetahuan tentang bahaya disinformasi yang menggunakan AI sangat diperlukan oleh kita semua untuk memiliki daya tahan dalam menghadapi era teknologi AI. Bersinergi dengan Prodi S2 SAA UIN Sunan Gunung Djati Bandung, bergandengan tangan untuk bersama-sama melindungi generasi muda dari pengaruh buruk disinformasi yang menggunakan AI,” imbuhnya.
Manipulasi Informasi
Ketua S2 Studi Agama-agama, Prof. M. Taufiq Rahman, didampingi Sekretaris, Dr. Neng Hannah, menuturkan, pelatihan ini dilatarbelakangi, dalam era digital yang terus berkembang, sosial media (sosmed) telah menjadi alat komunikasi, interaksi, dan koneksi utama, termasuk bagi pemuda di Indonesia.
“Generasi muda yang berusia 18 hingga 30 tahun merupakan pengguna terbesar platform sosmed, seperti Instagram, TikTok, Twitter, dan Facebook. Sosmed menawarkan beragam informasi, hiburan, serta peluang untuk berinteraksi dan berbagi pendapat. Namun, perkembangan teknologi seperti Generative Artificial Intelligence (AI) ini membawa risiko yang signifikan, khususnya dalam hal manipulasi informasi yang dapat mempengaruhi persepsi dan pola pikir pemuda,” ujarnya.
Kata Prof. M. Taufiq, bagi pemuda yang berada dalam situasi rentan, seperti mereka yang tidak bekerja atau tidak melanjutkan pendidikan, risiko ini semakin besar. Kelompok ini, yang sering kali lebih banyak menghabiskan waktu main sosmed. Mereka lebih rentan terhadap pengaruh konten yang manipulatif atau berisiko, termasuk disinformasi, propaganda ideologi ekstremisme, ujaran kebencian, dan lain-lain yang dapat mengarah ke konflik sosial dan penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan.
Teknologi generatif AI memungkinkan pembuatan dan penyebaran konten palsu yang tampak autentik, lanjutnya, dapat memikat perhatian pemuda dan mendorong mereka untuk menerima paham berbahaya atau terlibat dalam jaringan kejahatan.
“Pemuda yang kurang memiliki kesempatan ekonomi dan pendidikan sering mencari makna, komunitas, dan tujuan hidup. Kondisi ini membuat mereka lebih mudah menjadi sasaran manipulasi informasi. Generatif AI memungkinkan pembuatan konten yang sangat meyakinkan, seperti video yang tampak nyata, narasi emosional, dan gambar provokatif, yang bisa menggiring pemuda untuk percaya pada informasi menyesatkan tanpa kemampuan untuk membedakan fakta dari manipulasi,” terangnya.
Prof. M. Taufiq menambahkan, pelatihan literasi media sosial yang berfokus pada generatif AI penting untuk meningkatkan kesadaran pemuda Indonesia, terutama mereka yang rentan terdampak risiko ini.
Melalui pelatihan ini, diharapkan para peserta mampu:
Pertama, mengenali taktik yang digunakan untuk memanipulasi konten di sosmed dalam penyebaran berita palsu dan disinformasi.
Kedua, mengidentifikasi konten yang dimanipulasi atau disinformasi, termasuk yang dibuat dengan teknologi generatif AI.
Ketiga, memperoleh keterampilan berpikir kritis dalam mengonsumsi dan menilai informasi agar tidak mudah terpengaruh oleh ajakan yang berpotensi merusak dan membahayakan masyarakat. Keempat, Mampu mencari sumber informasi yang dapat dipercaya (kredibel)
“Dengan pemahaman ini, pemuda Indonesia diharapkan dapat lebih kritis, waspada, dan mampu melindungi diri dari pengaruh negatif di sosmed serta berperan sebagai agen perubahan positif di lingkungan digital,” pungkas Prof. M. Taufiq . (des)***