Penghapusan TPG dalam RUU Sisdiknas, FAGI: Pemerintah Panik

Ilustrasi 38
Ilustrasi tunjangan profesi guru, (Foto: Istimewa).

ZONALITERASI.ID – Ketua Forum Aspirasi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat, Iwan Hermawan, menegaskan, tidak dimasukkannya Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam RUU Sisdiknas menggambarkan kepanikan pemerintah.

Iwan menjelaskan, ada tiga kondisi di lapangan yang menjadi biang kepanikan pemerintah.

Munculnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sampai di pelosok-pelosok, sebutnya, menyebabkan semakin banyaknya lulusan guru. Sayangnya, di antara LPTK itu ada yang masuk kategori abal-abal (bermutu rendah).

Selanjutnya, gemuknya mata pelajaran, di SMA misalnya, yang mencapai 17 mata pelajaran menambah rumit persoalan.

“Atas dasar ketiga hal tersebut, konsekuensinya memerlukan guru yang banyak. Ketika ada kebijakan pemerintah memberikan kebijakan TPG, maka akhirnya pemerintah mau tidak mau harus membayar TPG tersebut. Saat ini jumlahnya mencapai Rp. 70 triliun. Bahkan, pada tahun 2024 bisa mencapai 90 triliun,” kata Iwan, Senin, 29 Agustus 2022.

“Dan, ini bentuk kepanikan dan dianggap membahayakan. Karena 20 persen pendidikan di UU itu termasuk belanja pegawai, belanja kedinasan, di antaranya untuk membayar TPG,” terangnya.

Selanjutnya Iwan menuturkan, untuk mengikis rasa ketakutan dan rasa panik pemerintah yang harus terlalu besar membayar TPG, pemerintah membuat strategi rencana menghapuskan TPG bagi pengangkatan guru ke depan. Namun, bagi guru yang selama ini sudah mendapat TPG tidak dihentikan.

“Namun, tentunya penghasilan guru harus sesuai dengan sekurang-kurangnya dengan kebutuhan hidup minimum, di di atas UMR (upah minimum regional), kalau memang KHM (kebutuhan hidup minimum),” tuturnya.

Solusi

Menghadapi kondisi itu, lanjut Iwan, FAGI menyampaikan dua alternatif solusi kepada pemerintah.

Pertama, hentikan TPG bagi pengangkatan guru baru ke depan.

Kedua, bubarkan LPTK abal-abal.

“Yang penting, reduksi mata pelajaran dan kurangi jumlah jam pelajaran. Sehingga tidak perlu banyak membutuhkan guru. Kalau jumlah pelajarannya sedikit ya, guru sedikit, maka kesejahteraan guru akan terjamin. Seperti yang terjadi di luar negeri, gaji guru gede karena jumlah gurunya tidak sebanyak di Indonesia,” pungkasnya. (des)***