ZONALITERASI.ID – Pria ini bernama Rudiyat atau biasa dipanggil Mang Yayat. Pekerjaan warga Pasirhuni, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung ini sebagai penjual tahu keliling. Uniknya, sambil berjualan tahu dengan motornya, ia juga membawa beberapa buku yang disimpan pada kotak khusus agar bisa dibaca oleh masyarakat secara gratis.
Ya, Mang Yayat termasuk pria tegar dalam mengarungi kehidupan. Konon, himpitan ekonomi memaksanya harus berhenti sekolah. Kondisi itu menghentikan keinginannya meneruskan pendidikan. Ia hanya mengenyam pendidikan formal sampai kelas 5 Sekolah Dasar (SD).
Namun, pria yang sejak kecil bercita-cita menjadi guru ini tidak putus asa. Hasrat Mang Yayat untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan tak pernah berhenti. Ia bertekad ingin membuat perpustakaan, agar masyarakat yang putus sekolah dan tidak mampu seperti dirinya bisa belajar secara gratis di sana.
Keinginan Mang Yayat mendirikan taman bacaan terwujud pada 1997. Dengan bermodalkan 3 buah buku, ia nekad mendirikan taman bacaan di rumahnya. Taman bacaan itu diberinya nama “Sehati”.
“Saya beri nama ‘Taman Bacaan Sehati’, karena secara bahasa sehati kesatuan antara yang satu dengan yang lainnya. Bersatu walau beda. Terlebih lagi karena ini dikelola oleh keluarga,” ujarnya, dilansir dari Kompasiana.com, Minggu, 21 Agustus 2022.
Tak Mudah
Perjalanan selanjutnya, ternyata, langkah Mang Yayat mengajak masyarakat desa untuk membaca bukan pekerjaan mudah. Ketika Taman Bacaan Sehati baru didirikan, Mang Yayat kesulitan mengajak mereka untuk gemar membaca. Bahkan dirinya sering mendapat ledekan dan hinaan. Namun itu semua tidak membuat tekadnya mengembangkan taman bacaan tersebut menjadi luntur. Justru ia ingin membuktikan kepada masyarakat apa yang dilakukannya benar dan banyak manfaatnya.
Menurut Mang Yayat, pada tahun 2000 jumlah koleksi bukunya baru mencapai lebih dari 200 buah. Saat itu ia belum memperbolehkan warga meminjamnya, melainkan hanya boleh membaca di tempat. Kemudian. sejak tahun 2003, buku koleksinya sudah mulai dipinjamkan. Kini koleksinya sudah mencapai lebih dari 4000 buah.
“Perpustakaan keliling dimulai pada tahun 2005, karena waktu itu saya bekerja di konveksi rumahan. Ke mana-mana saya selalu membawa buku. Pada tahun 2010 saya dipercaya untuk mengelola perpustakaan desa. Pada tahun 2012 saya, mulai mengenal istilah taman baca melalui pelatihan dari Pemerintah Kabupaten Bandung. Baru pada tahun 2013, taman bacaan yang saya dirikan resmi berdiri karena ada ijin oprasional dari pemerintah,” tuturnya.
Buku yang menjadi koleksi Taman Bacaan Sehati berasal dari berbagai sumber. Ada yang berasal dari dana pribadi, sumbangan dari Kementerian Pendidikan dan sumbangan dari masyarakat yang peduli terhadap taman bacaan yang dikelolanya.
“Biasanya saya selalu menyisihkan dana sebesar 2,5% dari hasil keuntungan penjualan tahu. Juga dari sisa uang belanja istri saya. Karena dananya terbatas, saya biasanya membeli buku bekas dari tukang rongsokan. Biar bukunya bekas, yang penting isinya masih bisa dibaca,” terangnya.
Gratis
Semua orang yang ingin meminjam buku di Taman Bacaan Sehati, tidak dikenakan biaya alias gratis. Hal ini tidak terlepas dari masa lalu Mang Yayat yang begitu pahit, sehingga sulit sekali untuk bisa membaca buku. Oleh sebab itu dia selalu bermimpi ingin mempunyai sekolah gratis.
“Jadi apapun yang ada di tempat Saya, terutama yang bersifat kebutuhan umum, saya gratiskan,” terangnya.
Dalam mengelola taman bacaan, semula Mang Yayat hanya dibantu oleh istri dan anak pertamanya yang kini sudah bersekolah di SMA kelas 3. Anak pertamanya ini menurut Mang Yayat, sejak kelas 5 SD sudah menjadi relawan guru privat untuk sekolah dasar kelas 1 dan 2.
Mang Yayat bersyukur, apa yang dilakukannya selama ini akhirnya mendapat respons positif dari masyarakat. Kini tetangganya dan para sukarelawan banyak yang ikut membantu mengelola taman bacaan tersebut. Sejak tahun 2014 ada relawan lulusan UPI yang rutin membantu mengelolanya. Kadang-kadang ada juga datang mahasiswa dari perguruan tinggi seperti Universitas Pasundan (UNPAS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Anggota Bertambah
Seingat Mang Yayat, pada mulanya memang tidak banyak orang yang menjadi anggota dan meminjam buku di perpustakaan pribadinya tersebut. Pada 2012, paling banyak hanya ada sekira 30 buku yang dipinjam. Angka tersebut terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan sekarang yang menjadi anggota Taman Bacaan Sehati sudah mencapai lebih dari 1000 orang. Mereka bukan hanya berasal dari kampungnya sendiri, tetapi sudah meluas menjangkau 7 kecamatan, 22 desa, 56 kampung, dan 10 sekolah.
“Kalau sedang ramai, dalam sehari ada sekitar 35-40 orang yang datang ke sini. Tapi kalau lagi sepi paling juga cuma 5-10 orang,” terangnya.
Masyarakat yang meminjam buku cukup beragam. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa, terutama kaum ibu di pedesaan. Khusus anak-anak usia PAUD, TK dan SD kelas 3 ke bawah yang ingin meminjam buku harus disertai dengan orangtuanya. Kecuali anak-anak usia kelas 4 SD ke atas sudah bisa meminjam sendiri.
“Buku yang sering dipinjam masyarakat umumnya berupa pendidikan, keterampilan, kewirausahaan dan teknologi tepat guna. Hal ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat di pedesaan yang selama ini menjadi pelanggan setia perpustakaannya,” tuturnya.
Mang Yayat sangat jeli dalam melihat potensi masyarakat yang ada di seklilingnya. Ia menyiapkan buku yang memang dibutuhkan oleh mereka. Khusus untuk masyarakat yang bekerja sebagai petani diberikannya buku tentang pertanian. Sedangkan khusus untuk ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri, diberikannya pelatihan yang dapat mengangkat perekonomian mereka.
Pria yang mencintai dunia anak ini juga menyediakan aneka buku bergambar. Mang Yayat memang ingin fokus pada pengembangan diri anak. Dia juga membuat media yang memuat pesan bergambar dalam bentuk cerita. Ada banyak edukasi yang berisi nilai-nilai yang dituangkannya di media tersebut. Dia juga membuat pelatihan khusus untuk anak-anak, misalnya tentang reproduksi dan lain-lain.
Prestasi dan Penghargaan
Berkat kegigihannya dalam memperjuangkan minat baca masyarakat di pedesaan, akhirnya banyak orang yang peduli terhadap perjuangannya, termasuk pemerintah.
Menurut Mang Yayat, dirinya dan lembaga yang dikelolanya pernah mendapat penghargaan dan bantuan dari pemerintah.
Pada 2013, pria sarat prestasi ini mendapat penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka untuk kategori Masyarakat dan Media dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Penghargaan yang diperoleh tersebut diterima Mang Yayat dalam acara bertajuk Gemilang Perpustakaan Nasional dan Malam Penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka 2013 yang digelar di Teater Jakarta, TIM Jakarta, pada 29 Oktober 2019.
Selain itu beberapa media cetak dan elektronik pernah meliput kegiatan Taman Bacaan Sehati, seperti Pikiran Rakyat, Galamedia, Tribun Jabar, Bandung Ekspres, dan Galura. Sedangkan media nasional yang pernah meliputnya yaitu Media Indonesia dan Republika.
Beberapa majalah juga ada yang pernah menampilkan sosok Mang Yayat dan Taman Bacaan Sehati. Media tersebut di antaranya adalah Majalah Kertaraharja, Majalah Aksara Kemendikbud, dan Majalah Perpusnas. Bukan hanya itu, beberapa media elektronik juga ada yang meliput aktivitas Mang Yayat, seperti Radio Kandaga FM Bandung, Radio Sindo FM Jakarta, dan Radio IBUUK Jogjakarta.
Berkat liputan berbagai media tersebut, Taman Bacaan Sehati menjadi terkenal dan sering dikunjungi berbagai lembaga dan komunitas. Beberapa lembaga yang pernah berkunjung ke sana di antaranya Kemendikbudristek, Perum Taman Bacaan Pusat dan Tingkat Kabupaten, mahasiswa, serta Komunitas Taman Baca dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Bekasi, Serang, Tangerang, Banten, dan Jakarta.
Bukan hanya itu, Mang Yayat juga sering diundang dan tampil sebagai nara sumber di berbagai kegiatan yang berkaitan dengan perpustakaan dan dunia membaca. Misalnya tampil pada Festival Indonesia Membaca pada 2015 yang diselenggarakan selama tiga hari, di lapangan Karang Pawitan, Karawang Barat, Jawa Barat, pada 22-24 Oktober 2015. Acara tersebut diselenggarakan dalam rangka puncak perayaan Hari Aksara Internasional ke -50, yang diselenggarakan Kemendikbud dan Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Indonesia. (des)***