Oleh Berti Nurul Khajati
DENGAN adanya pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan akhir-akhir ini, mau tidak mau pemerintah harus kembali memberlakukan kebijakannya melalui PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) untuk menekan laju perkembangan penularan Covid-19 di masyarakat, tak terkecuali di sekolah. Meskipun beberapa waktu yang lalu sempat ada wacana untuk membuka kembali PTM (Pembelajaran Tatap Muka) namun pada akhirnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membatalkan kebijakan tersebut. Hal ini dilakukan agar klaster sekolah tidak menjadi pusat penularan Covid-19. Sejalan dengan pembatalan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan maka para Kepala Daerah pun melakukan hal yang sama sebagai pengejawantahan kebijakan Nasional tersebut.
Transformasi Moda Pembelajaran
Nyaris satu tahun pelajaran ini guru dan siswa dipaksa bertransformasi dari moda pembelajaran konvensional tatap muka ke arah pembelajaran daring yang mengandalkan teknologi. Perubahan moda pembelajaran yang terkesan mendadak ini menuntut guru dan siswa beradaptasi secara cepat untuk mengejar target kurikulum. Tentu saja beban guru semakin meningkat dengan dilaksanakannya moda daring ini. Lebih memprihatinkan lagi, tidak semua guru menguasai teknik mengajar moda daring terutama bagi guru-guru yang berada di wilayah yang belum terjangkau sambungan internet. Sejalan dengan kebijakan ini, secara berangsur pemerintah meluncurkan bantuan berupa kuota belajar kepada guru dan siswa di seluruh wilayah Indonesia.
Seiring dengan perkembangan pembelajaran moda daring, banyak pihak yang tergerak memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru mengenai penguasaan teknologi. Berbagai bentuk pelatihan, seminar, dan paket kursus pun diluncurkan oleh pihak-pihak yang berkompeten dalam bidang teknologi. Dalam pelatihan-pelatihan tersebut guru diperkenalkan dengan berbagai jenis produk teknologi yang dapat digunakan untuk mengajar secara daring.
Sayangnya, sebagaimana diutarakan oleh dosen Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka Jakarta, Herri Mulyono, Ph.D., banyak pelatihan yang diselenggarakan, guru belum dibekali bagaimana pemilihan moda digital dengan ragam perangkat teknologi dapat membantu siswa membangun pemaknaan (pemahaman) dari materi yang disampaikan. Dari sekian banyak pelatihan teknologi yang diberikan kepada guru, sebagian besar masih terbatas pada penguasaan teknis semata. Penguasaan teknologi tersebut belum menyentuh pada sisi psikologis sebagaimana yang terjadi dalam pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran konvensional, semua komunikasi dilakukan secara lisan, tulisan, ataupun gestur yang dilakukan oleh guru sehingga dapat dipahami oleh siswa.
Mengenal Semiotika
Menurut wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika) semiotika atau ilmu ketandaan adalah studi tentang makna keputusan termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi. Secara sederhana, semiotika merupakan ilmu tentang tanda (sign) yang digunakan dalam berkomunikasi sehingga pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh penerima pesan. Dalam konteks pembelajaran menurut tinjauan semiotika bahwa pesan yang disampaikan oleh guru harus dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh siswa sehingga memperoleh persepsi yang sama. Persamaan persepsi tersebut akan mempermudah proses belajar siswa karena sudah memahami pesan dan tujuan guru dalam pembelajaran tersebut.
Teknologi Semiotika
Semiotic technology atau teknologi semiotika mempunyai kedudukan penting dalam pembelajaran moda daring yang dilaksanakan di masa pandemi Covid-19. Pada dasarnya, teknologi semiotika tidak jauh berbeda dengan semiotika yang kita ketahui yakni mengenali tanda-tanda sebagai bagian dari komunikasi. Namun hadirnya teknologi selama pembelajaran moda daring di masa pandemi menuntut para guru untuk menguasai teknologi semiotika agar tahu persis tentang apa yang dibutuhkan siswa dalam pembelajaran daring.
Teknologi Semiotika dalam Pembelajaran melalui WA
Salah satu contoh penggunaan teknologi semiotika adalah ketika guru mengajarkan tema Cuaca untuk siswa kelas III sekolah dasar dengan platform WA. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kompetensi Dasar “3.3 Menggali informasi tentang perubahan cuaca dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia yang disajikan dalam bentuk lisan, tulis, visual, dan/atau eksplorasi lingkungan” guru dapat menyajikan informasi tentang perubahan cuaca dalam bentuk lisan melalui fitur voice note. Melalui fitur ini guru dapat memberikan informasi lisan sebagaimana yang dilakukan ketika sedang mengajar di dalam kelas. Dalam bentuk tulisan, guru dapat memanfaatkan fitur teks dengan variasi huruf besar, kecil, bold, italic, ataupun kode lainnya yang tersedia dalam fitur teks. Sayangnya, terdapat keterbatasan dalam fitur ini yaitu tidak adanya fasilitas warna untuk teks. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan fitur emoticon yang memuat kode-kode lengkap mengenai cuaca. Sebagai contoh ketika guru ingin menyampaikan informasi cuaca hujan, cukup menggunakan emoticon bergambar hujan. Fitur emoticon cukup lengkap untuk menyampaikan informasi cuaca yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Informasi visual dapat disampaikan melalui kiriman foto. Sedangkan informasi melalui eksplorasi lingkungan dapat disampaikan melalui tayangan video.
Guru dan Teknologi Semiotika
Sudah menjadi konsekuensi bagi guru untuk terus belajar dan mengasah kemampuan demi meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Transformasi moda pembelajaran di masa pandemi menjadi salah satu pemicu dan pemacu agar guru senantiasa mengupgrade kemampuannya dari segi pedagogi maupun teknologi. Dengan bekal pedagogi guru dapat mengajar siswanya sesuai dengan kaidah-kaidah mengajar yang telah dikuasai. Seiring dengan perkembangn teknologi dan kondisi sosial yang berkembang akhir-akhir ini, pun menjadi syarat wajib bagi guru untuk menguasai teknologi khususnya yang berhubungan dengan pembelajaran. Agar teknologi pembelajaran yang sudah dikuasai guru dapat dimanfaatkan dengan tepat, dibutuhkan dasar-dasar semiotika yang harus dikuasai guru. Dengan demikian pembelajaran masa pandemi yang masih berlangsung secara daring menggunakan teknologi dapat memberikan pembelajaran bermakna bagi siswa ditinjau dari segi semiotika.***
Berti Nurul Khajati, lahir di Purworejo 19 Desember 1972. Menulis puisi, cerpen, dan teks nonfiksi lainnya. Beberapa puisinya dimuat di media cetak dan online. Tulisan ini adalah bagian dari tugas mata kuliah ICT for Languange Learning sebagai salah satu tugas publikasi. Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Jakarta. Saat ini penulis berprofesi sebagai guru dan tinggal di Bekasi.