Peran Strategis Pengawas Sekolah Pasca-Terbit PP 57 Tahun 2021

FOTO ARTIKEL 1
(Ilustrasi: Istimewa)

Oleh Rudianto, M.Pd.

ISU menghilangkan jabatan pengawas sekolah berhembus sesaat setelah pelantikan Kabinet Indonesia Maju. Hal itu telah mengurangi produktivitas kerja pengawas sekolah. Pengawas sekolah bekerja dalam ketidakpastian. Alih-alih menyesuaikan tunjangan kinerja pengawas berdasarkan aturan yang sudah ada.

Angin menghilangkan jabatan pengawas sekolah terus berkembang. Hembusan angin meghilangkan pengawas sekolah sangat kencang saat PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dikeluarkan. Dalam PP tersebut tidak didapatkan frase pengawas sekolah. Tentu saja hal ini telah menimbulkan keresahan di lingkungan pengawas sekolah. Diskusi antarpengawaspun terjadi. Beberapa simpulan spekulasi bermunculan. Mulai dari ganti nama sampai kembali menjadi guru.

Pertanyaannya adalah, apakah seandainya kesimpulan spekulasi ini benar, pendidikan akan lebih efektif? Atau justru memuncukan masalah baru yang lebih hebat? Untuk meluruskan benang kusut ini, harus dilakukan dengan tenang dan berpikir dengan visi ke depan.

Menyikapi implikasi PP Nomor 57 Tahun 2021 dan isyu yang berkembang, kita harus mengkaji dengan saksama dengan mengedepankan literasi cerdas. Memang betul pada PP nomor 57 tahun 2021 tidak ada frase pengawas sekolah. Pada Pasal 30 Ayat 3 PP tersebut tertulis Pengawasan kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan oleh: a. kepala satuan pendidikan; b. pemimpin perguruan tinggi; c. komite sekolah/madrasah; d. pemerintah pusat; dan/atau e. pemerintah daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada bagian ini memang tidak muncul frase pengawas sekolah.

Untuk mengurai benang kusut ini kita harus melihatnya dari berbagai sudut pandang. Pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan sebagian sudut pandang penulis.

Penulis mengatakan bahwa pengawas sekolah ke depan memiliki peran yang strategis. Berbagai alasan bisa penulis sampaikan. Pertama, pengawas sekolah tidak mungkin dihilangkan dari dunia pendidikan dan dari jabatan sebagai ASN. Jika merujuk surak Kemendagri kepada Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Nomor 130/1970/OTDA tanggal 21 Maret 2021 perihal Penyederhanaan Administrasi pada Jabatan Administrasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupeten Kota, bahwa Jabatan Struktural eselon 3 dan 4 dialihtugaskan ke jabatan fungsional. Jabatan Fungsional di setiap kementrian diatur dalam Profil Jabatan Fungsional 2020 yang dikeluarkan oleh Direktur Jabatan Aparatur Sipil Negara Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara Jakarta.

Dalam Profil Jabatan Fungsional di lingkungan Kemendikbud didapatkan jabatan sebagai berikut yaitu, dosen, guru, pamong belajar, pamong budaya, pengawas sekolah, pengembang teknologi pembelajaran, penilik, pranata laboratorium pendidikan, dan widyaprada. Masih berdasarkan Profil Jabatan Fungsional di lingkungan Kemdikbud, Jabatan Fungsional yang ada di tingkat daerah adalah guru, pengawas sekolah, pamong belajar, pengembang teknologi pembelajaran, dan penilik. Secara aturan pengawas sekolah masih diakui keberadaanya.

Kedua, pengawas sekolah sangat dibutuhkan sebagai quality control dan penjaminan mutu pendidikan. Mas Menteri dan jajaranya memiliki semangat baru untuk meningkatkan mutu pendidikan. Berbagai program unggulan sudah diluncurkan dan sudah mulai mewarnai dunia pendidikan. Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, Pendidikan Guru Penggerak, Sekolah Penggerak, Organisasi Penggerak, mulai menggetarkan dunia pendidikan di Indonesia. Semua itu bermuara pada peningkatan mutu pendidikan. Perubahan kurikulum mulai digarap, pemetaan pendidikan disederhanakan dan dimutahirkan. Ujian Nasional sebagai cara pemetaan pendidikan yang selama ini digunakan sudah dihentikan. Sebagai penganti teknik pemetaan mutu pembelajaran diluncurkan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). AKM merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM: literasi membaca dan literasi matematika (numerasi).

Sementara itu untuk pemetaan mutu pendidikan secara menyeluruh akan diluncurkan Asesmen Nasional Pendidikan (AN). AN ini nantinya akan menggantikan Akreditasi sekolah dan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) (draf). AN sebagai pemetaan mutu pendidikan akan menggunakan instrumen yang akan melibatkan stakeholders sekolah dalam mengisinya.

Setelah AN diluncurkan (kalau jadi), pengawas sekolah harus hadir sebagai quality control. Pengawas sekolah akan melakukan kontrol/pemantauan terhadat mutu sekolah. Pengawas sekolah juga dibutuhkan sebagai penjaminan mutu pendidikan. Ketika sebuah sekolah mendapat kategori A dari hasil AN, siapa yang akan menjamin bahwa kualitas sekolah tersebut benar-benar A?

Untuk itu sebaiknya pengawas sekolah tidak lagi sebagai pegawai daerah tetapi sebagai pegawai pusat. Dengan beralih ke pusat, pengawas sekolah akan menjadi perpanjangan tangan pusat dalam mengontrol dan menjamin mutu pendidikan sehingga pemetaan pendidikan akan dilakukan dengan akurat.

Ketiga, pengawas sekolah yang sudah menjadi pegawai pusat akan berperan sebagai jembatan atau media dari hulu sampai ke hilir. Pengawas sekolah menyebar di seluruh Indonesia, tetapi mereka memiliki jaringan yang sudah terbangun dengan baik. Posisi pengawas sekolah seperti ini akan mampu secara maksimal menyosialisasikan informasi-informasi terbarukan sekait pendidikan dan pembelajaran.

Untuk itu sistem rekrutmen pengawas sekolah harus dilakukan dengan ketat supaya diperoleh pengawas sekolah yang berkualitas. Dengan seperti ini, penulis meyakini pengawas sekolah ke depan akan mampu bersinergi dengan berbagai pihak dalam mengusung mutu pendidikan yang lebih baik.***

Penulis adalah pengawas SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon Jawa Barat.