Pesantren Literasi Sesi 3, dari Literasi Baca Tulis hingga Finansial dan Fiksi Religi yang Inspiratif

WhatsApp Image 2025 03 20 at 20.35.24
Sesi ke tiga 'Rihlah Ramadhan – Pesantren Literasi 1446 H./2025 M.', yang digagas PC NU Kabupaten Bandung Barat, digelar di pelataran Masjid Pesantren Terpadu Al-Bidayah, Cangkorah, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Minggu, 16 Maret 2025. (Foto: Istimewa)

ZONALITERASI.ID – Sesi ketiga ‘Rihlah Ramadhan – Pesantren Literasi 1446 H./2025 M.’, yang digagas PC NU Kabupaten Bandung Barat, digelar di pelataran Masjid Pesantren Terpadu Al-Bidayah, Cangkorah, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Minggu, 16 Maret 2025, saat cuaca cerah.

Bisa dikatakan bahwa rangkaian kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan budaya membaca, menulis, serta memahami kehidupan melalui perspektif keilmuan dan kebijaksanaan.

Dalam pandangan Ketua LAZISNU Kabupaten Bandung Barat, H. Aceng Mukmin, kegiatan tersebut lebih menekankan pentingnya literasi dalam membangun peradaban Islam.

“Ramadan adalah bulan ilmu dan hikmah. Dengan literasi, kita tidak hanya memahami agama dengan lebih baik, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih cerdas dan berakhlak,” ujar H. Aceng, saat menyerahkan hibah buku dan santunan pakaian lebaran untuk santri ke Pontren terpadu di Jalan Batujajar tersebut bersama Direktur Muti Corp, Dian Nurdiana selaku donatur.

Sambutan meriah disampaikan oleh K.H. Deni Syafe’i Hamdi, pimpinan Pondok Pesantren (Pontren) Terpadu Al Bidayah, yang menyebut kegiatan Pesantren Literasi tersebut sebagai ajang silaturahmi dan berbagi yang patut diapresiasi.

“Dunia pesantren membutuhkan penyegaran dengan memadukan antara literasi keagamaan dengan literasi budaya yang menyimpan banyak ilmu pengetahuan dan kearifan lokal, yang sangat bermanfaat. Santri yang literatif perlu ditumbuhkan, sehingga nantinya akan menjadi manusia yang bijak, memahami perbedaan, dan mampu bersosialisasi dengan masyarakat yang lebih luas. Kita tidak hanya berpijak pada kegiatan yang bersifat hablu minalloh, namun juga hablu minannas,” jelasnya di antara ribuan santri yang memadati masjid dan pelatarannya.

Perhelatan Sesi 3 Pesantren Literasi diawali dengan penampilan K.H. Ma’mur Saadie yang mengungkapkan bahwa di pesantren literasi baca tulis bahkan finansial sudah dilakukan para kyai.

“Para kyai juga pandai berhitung. Makanya mereka dapat membangun pesantren juga masjid dengan perhitungan matang. Mereka tahu berapa banyak bahan yang diperlukan untuk sebuah bangunan pesantren. Mereka sudah melek literasi fiansial. Begitu pula dengan tradisi nadom yang sudah mengakar. Dan itu perlu terus dikembangkan dengan membuat nadoman baru, termasuk juga membangkitkan lagi pengetahuan mengenai berbagai risalah Islam,” tuturnya sebelum kemudian melantunkan nadom baru yang ia ciptakan.

Nadom itu kemudian diperkuat oleh beberapa santri yang menabuh rebana dan genjring, hingga kesan syahdu berbaur dengan kegembiraan, sehingga membuat para penonton nampak terhibur.

Beberapa lagu dari puisi karya tokoh yang sangat berpengaruh ini, kemudian dilantunkan oleh Nada, putrinya yang pandai memainkan piano elektone dan merdu saat menyanyikannya. Bergemalah lagu dalam suasana yang syahdu. Apalagi diimbangi oleh dua penyanyi lain yang sama-sama merdu saat melantunkan syair-syair religi itu.

Tampilan berikutnya, menghadirkan Moh. Syarif Hidayat, penyair dan peneliti BRIN, yang puisi atau syair lagunya ‘Kepada Noor’ tengah hits saat ini dan dinyanyikan Panji Sakti hingga mencapai puluhan juta pendengar.

Kali ini, Moh. Syarif Hidayat menyajikan pembacaan cerpen berjudul ‘Robohnya Surau Kami’ karya AA Navis yang legendaris itu. Cerpen ini berkisah tentang sepinya sebuah surau, setelah kematian tragis sang penjaganya.

“Cerpen ini mencerminkan bagaimana ibadah itu bukan untuk kesenangan atau kepentingan sendiri saja, namun juga harus punya dampak sosial. Nilai-nilai religiositas di surau, di masjid atau pun di pesantren itu, harus dibawa ke ranah sosial budaya, agar kehidupan tetap terjaga,” tuturnya.

Moh. Syarif Hidayat kemudian membacakan sebuah puisi bertema religi, yang merupakan hasil renungannya sekitar hikmah ramadan serta lebaran, dan dampak dari nilai-nilai keislaman yang tertanam sejak kecil dari pengajian yang ia ikuti.

Fiksi religi ini diperkuat Eriyandi Budiman, sastrawan dan direktur penerbit Magma Insan Prima, dengan pemaparannya sekitar cerpen lebaran yang pernah diterbitkannya.

“Buku ini merupakan upaya untuk menampung cerita-cerita religi, khususnya yang bertajuk ramadan dan lebaran dari para sastrawan muda di Indonesia. Kelak, insya Alloh, cerita-cerita semacam ini dapat dibuat oleh para santri Al Bidayah maupun yang lainnya. Mungkin ke depan, PC NU dapat mengadakan semacam bengkel kerja penulisan fiksi, kemudian mengadakan lomba menulis puisi atau pun cerita religi yang hasilnya dibuat buku seperti ini,” lanjutnya.

‘Rihlah Ramadhan 1446 H’ ini ditutup dengan pembacaan bersama-sama shalawat “Syi’ir Tanpo Waton” atau lebih dikenal dengan sebutan “Sholawat Gus Dur”, yang memiliki pesan, hikmah, sekaligus makna yang cukup mendalam.

Pembacaan shalawat itu dilanjutkan dengan do’a yang dipimpin oleh Ketua PCNU Kabupaten Bandung Barat, K.H. Yusuf Abdul Qodir. Suasana pun menjadi khusuk, dan khidmat, dalam cuaca cerah.

Langit tanpa mendung itu pun, nampak secerah wajah Ketua LP Maarif NU Bandung Barat, H. Aang Suryana selaku koordinator acara, yang bersyukur bahwa sesi ketiga acara Pesantren Literasi tersebut berjalan lancar.

“Insya Alloh acara yang memberikan inspirasi dan pencerahan seperti ini, akan kita lanjutkan!” pungkasnya. ***