ZONALITERASI.ID – Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, menyalahkan pemerintah daerah (pemda) menyusul terjadinya beragam persoalan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023.
“Sebetulnya yang perlu dievaluasi adalah langkah pemda dalam melakukan penyiapan PPDB. Setiap masalah dalam PPDB setiap tahun yang selalu muncul untuk dicarikan solusinya oleh pemda dan tidak dilakukan pembiaran. Inspektorat daerah juga dilibatkan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan,” kata Chatarin, di Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023, dilansir dari Republika.co.id.
“Kurangnya pengawasan dari pemda dan kurangnya mereka mengambil langkah-langkah yang jelas dan tegas untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi. Hal tersebut turut berperan dalam memunculkan masalah yang sama pada setiap PPDB,” sambungnya.
Menurut Chatarina, kebijakan PPDB dengan jalur zonasi oleh pemerintah pusat (Kemendikbudristek), justru sangat membantu pemda. Kebijakan itu dapat membantu pemda dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan yang diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Pemerintah Daerah. Itu untuk memastikan anak-anak dalam wilayah kewenangannya dapat bersekolah sesuai dengan jenjang umurnya, mulai PAUD sampai dengan SMA/SMK.
Selanjutnya dia menyebutkan, masalah klasik yang terus-menerus muncul dalam setiap pelaksanaan PPDB adalah dugaan pemalsuan kartu keluarga (KK). Jika ada KK yang digunakan di mana nama orang tua atau wali siswa yang tercantum tidak sama dengan yang ada pada akta kelahiran siswa dan rapor siswa atau data siswa lainnya pada jenjang-jenjang sebelumnya, maka sebaiknya KK tersebut tidak digunakan dalam seleksi zonasi PPDB, khususnya bagi KK yang minimal satu tahun baru diterbitkan.
“Kecuali ada surat keterangan orang tua siswa itu meninggal dunia sebelum KK terakhir diterbitkan. Jadi, anak yang menggunakan KK yang seperti demikian harus didiskualifikasi sebagai calon peserta didik. Menurut dia, KK tersebut harus dilampirkan dalam sistem pendaftan PPDB online, bukan hanya mengisi NIK anak,” tuturnya.
“Itu sebagai dasar sekolah melakukan verifikasi keabsahan data yang diinput siswa dalam sistem pendaftaran PPDB secara online. Hal tersebut selalu kami sampaikan dalam setiap sosialisasi Permendikbud PPDB kepada dinas pendidikan,” imbuh Chatarina.
Dia menambahkan, proses PPDB merupakan seleksi. Sehingga, pasti ada peserta yang tidak lolos karena tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan. Apalagi, semua ingin masuk sekolah negeri karena gratis atau lebih murah. Tapi, yang sebagian besar terjadi justru sebaliknya, anak yang memenuhi syarat justru tidak masuk karena ada dugaan ‘pemalsuan’ KK dan dugaan pungutan liar (pungli) oleh mereka yang seharusnya tidak lolos.
“Jadi yang salah tentunya bukan kebijakan sistem PPDB karena kebijakan ini tujuannya sangat baik bagi pemda dalam pemenuhan SPM dan sangat mulia untuk kepentingan terbaik anak,” pungkas Chatarina. (haf)***