Terimakasih dan Maaf
(Teruntuk anakku Albian)
Terimakasih telah “menerima” ibu mu
kembali dengan senyuman manis di kala
itu. Bukan kali pertama
senyuman itu merekah di bibir
mungil mu. setelah jarak yang memaksa
kita menelan rindu.
Senyum yang hangat… sehangat
Sinaran pagi… senyuman yang teduh,
seteduh cahaya di Jingga nya langit
senja. Ibu mu merasa kecut sembari
mengigit kata-kata dengan gumaman
di dalam dada “waktu tak pernah
menunggu, sekarang kamu sudah
sebesar ini”. Jemarimu jempol
semua, pipi rata dan bersegi itu
sudah membulat, sebulat tekad kita
untuk selalu bersama… pertemuan
kala itu, di kota Ayahmu, di malam
yang dihiasi guyuran hujan… Ya, kita
sama, sama-sama menyukai hujan,
mungkin nanti engkau juga akan
menyukai senja seperti Ibu,
atau mungkin penulis motivasi
seperti Ayah. Apapun itu, semua adalah
dirimu… hanya dirimu
Maaf, satu kata yang selalu terucap
kala kembali mengharuskan kita
menabung rindu dalam celengan hati
Kali ini kita benar-benar berada di
3 provinsi. Ibu tak pandai
merahasiakan air mata kali ini di
depanmu bayi mungil ibu, namun kali
ini, engkau membalas dengan
pelukan dan ingin tidur di bahu ibu
sesaat sebelum keberangkatan… Saat
romantis… seakan kamu ingin
mengatakan “kita bikin romantis,
yang paling romantis”
seperti lirik lagu yang booming belakangan ini.
Maafkan ibu, maafkan ayah… maafkan
keadaan ini
Doa terbaik selalu hadir untukmu,
untuk kita supaya bisa saling
menyatu… mungkin raga belum
bersama namun dalam naungan doa
kita dalam satu nada.
***
Elisya Sovia, S.Pd., guru di SMAN 1 PASIE Raja, Nanggroe Aceh Darussalam.