SANG PEMAIN GUNDU
Sekian windu yang lalu
Anak itu teman bermainku
Usianya tak pernah kutahu
Kakekku bilang dia telah ada sejak dahulu
Kemahirannya bermain gundu
Tak seorang pun yang menyangsikan
Siapa berani menantangnya beradu
Gundu mereka habis tak tersisakan
Waktu berlalu zaman pun berubah
Kanak-kanak milenial tumbuh berkecambah
Gundu-gundu telah lama istirah
Generasiku di ambang tua dan punah
Di tengah canggihnya teknologi
Bermunculan game virtual perampas hati
Menjadi sahabat baru anak usia dini
Mulai bangun tidur sampai tidur lagi
Sang pemain gundu
Telah kehilangan teman
Tatapannya kian sendu
Sungguh memelas kesepian
Kukenang teman masa kecilku dahulu
Sang pemain gundu berwajah lugu
Yang sosoknya kanak-kanak selalu
Kini menghilang ditelan waktu
***
BURUNG-BURUNG CAMAR
Mereka sekawanan burung camar
Terbang berbaris mengangkasa
Menyambut senyum sang mentari
Mengais butir-butir rezeki
Awalnya selalu bersama
Seia sekata bergerak searah
Namun kebutuhan saling berbeda
Satu persatu mereka pun berpisah
Hari semakin tinggi
Mereka teringat janji
Bahwa di senja nanti
Pulang bersama lagi
Satu camar pindah sarang
Camar lain temukan jodohnya
Camar malang ditembak orang
Janji setia bersama tinggallah kata
Senja pun tiba
Mereka tak lagi berbaris di angkasa
Masing-masing jalani nasib sendiri
Berharap sisa hidupnya masih punya arti
***
CIMAHI
setiap kali kujejakkan kaki
di kota ini
selalu kudapati sepi dan hampa
di tengah ramainya manusia
dan lalu lintas yang beringas
hatiku remuk tergilas
gedung-gedung berdiri megah
seakan mengejekku pongah
setelah merampas tegalan sawah
tempat dahulu kaki kecilku hafal tanah
rasanya baru kemarin pagi
telingaku menangkap riuh-rendah
nyanyian bangkong kawin di tengah balong
di antara Stasiun KA Cimahi dan RS Dustira
rasanya baru kemarin sore
aku berlari mengejar layangan putus
di tanah sawah Baros
yang kini jalan tol
di sore yang lain tanganku gembung
berkubang tanah lempung
di sawah Ubug dan Kebon Rumput
yang kini jadi kos-kosan dan kampus-kampus
rasanya baru kemarin malam
mataku dihibur bioskop Rio
juga gedung Nusantara yang misbar
(alias gerimis bubar)
atau layar tancep di di Warung Contong
malah pernah di Gunung Bohong
sesekali filem diputar di lapangan Sriwijaya
yang kini jadi Pusat Senjata Arhanud
dahulu setiap malam orang berbondong-bondong
melototi layar kaca hitam putih
di rumah satu-satunya empunya tivi
demi menonton filem koboi De Wel Wel Wes
mereka puas saat Jim West menghajar para bandit
dan bersorak girang menyaksikan penjahat sadis
mati nelangsa ditembak Jhony Ringgo
di Pasirkumeli ‘ku masih menyimpan rindu
pada patung seekor kodok raksasa
yang selalu setia menungguiku berenang
di tepian sebuah kolam renang
kolam itu disebut Katak Riang
yang beralih nama menjadi Tirta Yudha
di Sukimun kutakjub akan lengkapnya ragam binatang
mulai dari kura-kura, ular, buaya, bahkan beruang
pemikat keindahan kolam renang Bergleust
yang kini tinggal kenangan dan sejarah
karena telah moksa akibat kekurangan dana
kini diriku pilu dalam alienasi
laraku membuncah menghempas asa
jadi genangan di sudut mata
banyak sesepuh yang telah “pergi”
banyak orang baru yang mengganti
aku tiada dikenal lagi
Cimahi …
bagiku kau tinggal memori
aku telah lama pergi
tak yakin bisa pulang lagi …
***
MANISNYA PAHALA DALAM RAHASIA ILAHI
Malam itu begitu indah
Seorang hamba dan rasul Allah
Mendapatkan malam berkah
Nan kelak menjadi sejarah
Dengan penuh kuasa dan cinta
Sang Khalik memperjalankannya
Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
Lalu mengangkatnya hingga Sidratul Muntaha
Pada perjumpaan agung itu
Yang penuh cinta dan rindu
Bergemalah kalam wahyu
Perintah shalat lima waktu
Sang Khalik mengutus hamba tercinta
Kembali kepada umatnya
Tuk menyampaikan risalah-Nya
Betapapun dahsyat tantangannya
Ada yang beriman banyak yang berpaling
Bahkan tega menuduhnya sebagai pembohong
Hingga tibalah saat yang amat genting
Sebahagian dari mereka imannya kembali kosong
Isra’ Mi’raj mungkin tak pernah logis
Jika diukur dengan logika iman yang tipis
Sebab rahasia Ilahi tiada pernah habis
Hanya mukmin sejati diberkahi pahala termanis
***
MUHARRAM YANG BERKAH
Muharram tersenyum lembut menyapa
Mengobati hati yang gundah gulana
Yang telah lama terbenam lara
Yang terlena mencari kebahagiaan fana
Ia datang membawa keberkahan
Di saat pecundang kehilangan tujuan
Tatkala hati telah putus harapan
Muharram datang janjikan kemenangan
Senyum Muharram tunjukkan jalan hijrah
Hati yang gelap berangsur menuju cerah
Fikrah jahiliyah berganti fikrah Islamiyah
Habis gelap terbitlah cahaya berkah
Fikrah-fikrah kembali menjadi suci
Siap berlomba-lomba dalam kebaikan hakiki
Hari ini cahaya Islam bersinar kembali
Saksikan insan rabbani mengharap ridha Ilahi
***
J.J. Rizal, Kepala SMP Negeri 3 Satu Atap Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.






