PUISI Rudianto

a5e2c68879fb69a89e19a4404389c5ea
Ilustrasi "Puisi Rudianto", (Foto: salbumi.id).

BUNGA YANG TERASING

Bunga itu kini sedang menyinar
Kalopak yang hijau tua
ditopang tangkai panjang menjuntai
Menancap dalam ke pangkal bahkan ke umbi
Kokoh

Mahkota bunga yang merah ranum
Berkeping-keping dan berlapis-lapis
Berkelebat-kelebat tersentuh angin
Bak gaun pengantin dalam film romantika
Memikat siapapun yang meliriknya

Putik dan benang sari
Perpaduan sejoli yang abadi
Sebagai benih kehidupan

Mereka menanti penghulu datang
Menyatukan dalam ikatan pernikahan yang sah

Hari berganti
Minggu berlalu
Bulan terlewat
Bahkan tahun tetap berlanjut
Namun putik dan benang sari tidak bersatu

Mereka menanti sebuah jawaban dari kupu-kupu atau kumbang
Sebagai penghulu yang bisa menyatukan mereka
Di taman itu
Di sudut kota
Yang terasing

Cirebon, 24 Mei 2020 – 2021

***

ADA JEDA DI BALAPAN

Hingar-bingar saling menyulut
Menukik menoreh taman yang indah penuh bunga
Kurusetra makin gulana
Ada kurawa yang masih terjaga
saat dalang telah tutup gunungan

Sengkuni, sengkuni!
Kau mainkan bala kurawa sebagai alat
Kau benturkan mereka dengan pandawa
Sementara Kau hitung laba dan sisa-sisa belanja
Sebagai upah berpikir cari muslihat

Namun punakawan
Kini dia sudah kenal ijazah dan informatika
Mengembara ke seberang dan tanah tua
Mencari nama dan jalan ke arah arsynya
Lega

Dalam cerita
Punakawan selalu juara
Dan Balapan tempat dia menghitung jeda

Stasiun Balapan, 11 Desember 2021

***

SAATNYA BERKEMAS UNTUK BERBENAH

Layar telah digulung
Gamelan dan penabuh sudah lama berkemas
Lampu-lampu sudah mulai dimatikan

Satu-persatu cahaya menyelusup
Ke balik panggung
Ke balik tembok
Ke balik pintu dan jendela
Ke taman-taman
Ke restoran
Ke supermarket
Ke kantor-kantor
Ke gedung-gedung
Bahkan Ke istana Negara

Ada juga titik cahaya yang menyelinap
masuk ke dalam hati dan pikiran kita
dia kecil
dia mengoyak-ngoyak dan mengacak-acak segala
dibuangnya pikiran dan perasaan kotor
dirapikannya tumpukan informasi dan kata-kata
diraut dan dihaluskannya rasa
sehingga menjelma menjadi sutra

Kini petualangan harus berlanjut
menyalakan cahaya-cahaya
dan menusukannya ke dalam jiwa-jiwa yang mengembara
sampai berwujud juga menjadi sutra

Surakarta, 8 Februari 2022
(Sebuah makna dari silaturahmi ilmiah di LPPKSPS)

***

SAAT KERETA MULAI BERGERAK

Pintu kereta mulai ditutup rapat
Bising suara mesin lokomotif tidak tembus ke kelas eksekutif 1
Pemberitahuan disampaikan oleh suara nanmerdu bahwa kereta Ranggajati tujuan Solo Balapan segera diberangkatkan
Kursi yang kududuki mulai direbahkan

Terbayang para petani dan nelayan yang bergegas
Menuju kantor yang ber-AC
Menuju gedung-gedung mewah
Tukang beca dan pengemudi angkot membaca argo sambil menurunkan suhu ruangan armadanya

Terlintas juga anak-anak sedang serius menonton drakor
Sementara emak-emak semangat bermain game online

Dunia gila
Dunia canda
Dunia gundah gulana
Dunia hahaha

Dan kini keretaku semakin ngebut di jalur yang lurus
Meninggalkan kantor, gedung, beca, dan angkot
Menuju dunia sejati
Melewati sawah, ladang, pantai, dan kebun
Disinari matahariku yang sedang mencari makna

Cirebon – Solo, 5 Februari 2022

***

MATAHARI SEDANG MENGGIGIL

Pagi ini hujan datang sangat tergesa
Diguyurnya dedaunan dan tanah lembab menjadi basah
Sementara burung elang jawa dan ayam jantan belum sampai di kantor
Burung pipit dan cicak di rumah masih rapat terbungkus selimut

Tungku dan perapian masih lengket dengan debu dan jelaga
hanya suara kidung arofah yang tetap membahana di ruang tengah
Ditimpali sayup-sayup koplo remix dari rumah tetangga

Pagi tidak mungkin mampu merangkak dengan kode seperti ini
Aku perlu sebongkah api sebagai penyulut untuk membakarnya
agar hujan segera bercengkrama dengan elang jawa dan ayam jantan
sebab mereka pengayuh pedati dunia

Dunia tidak akan beranjak pada simbol yang membeku
Aku butuh segumpal cahaya
agar burung pipit dan cicak rumah tertampakan kemalasannya
sebab mereka pengiring irama
pada tarian kidung arofah, koplo remix, bahkan musik tanpa suara

Aku tidak akan mampu meminum segelas kopi pada pagi ini
Aku butuh matahari
agar kata-kata dan puisi menjelma menjadi makna

***

JULI DISAPA HUJAN

Hai! Sapamu
Renyah, akrab, sedikit berhati-hati
Sambil lalu
Saat pertemuan ketiga antara hujan gerimis dan awan
Pada forum silaturahmi rutin pada september menjelang oktober

Halo! Tegurmu
Lirih, mesra, penuh rasa
Sambil duduk bersebelahan di kebun, kolam, jalan, sawah, kota, rumah, sekolah, dan sungai-sungai yang airnya menggila
Hujan menjadi air, buih, palung, ombak, arus, keruh, deras, banjir
Yang selalu tersenyum riang mengembara

Nol! Teriakmu
Keras dalam kemarahan
Linang air mata terbata berkata
Kau dusta!
Sementara hujan semakin dalam menusuk dingin

***

Rudianto, Pengawas SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon.