Oleh Ineu Maryani, M.Pd.
MASA pandemi Covid-19 menyisakan berbagai persoalan. Begitupun dunia pendidikan terkena imbas yang sangat signifikan. Kegiatan belajar mengajar tidak lagi dapat dilakukan secara tatap muka, tetapi dengan menggunakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk menghindari penyebaran virus covid-19 kepada peserta didik dan guru.
Semua elemen pendidikan berusaha keras, mulai dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) memberikan berbagai kebijakan dan bantuan terkait pembelajaran PJJ. Begitupun dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat menyelenggarakan webinar bagi guru-guru agar dapat mengadaptasi pembelajaran PJJ.
Melalui webinar guru-guru diperkenalkan dengan metode dan media on line, seperti google classroom, zoom meeting, dan pembelajaran memanfaatkan lingkungan. Ketika guru tidak mampu untuk menggunakan media on line maka yang paling sering digunakan adalah What app. Persoalan yang kemudian muncul adalah menjadi beragam, mulai dari peserta didik tidak memiliki hand phone, tidak memiliki kuota, sinyal yang buruk, dan lain sebagainya.
Selain kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik, begitupun dengan guru, tidak sedikit yang masih awam IT sehingga menjadi kendala yang harus dihadapi. Pada saat guru tidak memiliki kemampuan mengadaptasi media pembelajaran menggunakan media daring, maka untuk memenuhi tugas mengajarnya, guru akhirnya mengambil media yang paling mudah untuk memberikan pembelajaran kepada peserta didik adalah melalui media What app.
Melalui grup What app, guru menyampaikan materi ajarnya, yang seringkali hanya berupa tugas (peserta didik disuruh membaca buku paket, lalu disuruh merangkum atau mengerjakan latihan soal). Ada pula guru yang lebih kreatif dengan searching video pembelajaran dari content youtube yang link nya dikirim melalui grup what apps untuk dipelajari oleh peserta didik.
Berdasarkan hasil kuesioner sederhana yang dibagikan kepada peserta didik kelas IX SMPN 1 Cikalongwetan, tahun pelajaran 2020-2021 pada tanggal 1 Oktober 2020 terkait pembelajaran PJJ, menunjukan bahwa hampir 95% peserta didik yang mengisi kuesioner tidak memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru. Kuesioner itu juga mengungkapkan bahwa peserta didik tidak mengerti dengan tugas yang diberikan oleh guru karena tidak diterangkan materinya.
Peserta didik sudah lama merasa bosan dan jenuh dengan pembelajaran PPJ dan ingin segera kembali ke sekolah bertatap muka dengan guru serta bertemu dengan teman-temannya. Peserta didik juga merasa sedih karena tidak diberi uang jajan dan pengeluaran untuk kuota menjadi lebih besar. Beberapa peserta didik mengaku terkadang merasa berat untuk mengerjakan berbagai tugas, sehingga harapan mereka guru tidak memberikan terlalu banyak tugas.
Keluhan-keluhan yang dialami peserta didik dapat difahami karena interaksi guru dan peserta didik sangat terbatas. Tidak ada penjelasan yang langsung diberikan guru, sehingga peserta didik mencari jawaban tugas melalui google search. Melalui kuesioner itupun peserta didik mengalami kejenuhan bahkan ada yang mengaku depresi dengan situasi kondisi yang terjadi.
Guru juga menjadi bingung ketika banyak peserta didik yang tidak mengerjakan tugas sama sekali, tidak tersentuh jaringan atau dengan berbagai alasan. Guru membutuhkan data minimal untuk mengisi nilai raport sebagai bahan laporan hasil pendidikan. Berbagai persoalan yang dialami oleh guru maupun peserta didik apabila dibiarkan akan menimbulkan dampak buruk pada psikis berupa beban mental yang akan dialami baik oleh guru maupun peserta didik
Untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi, maka salah satu upaya dan ikhtiar yang dapat dilakukan adalah menggunakan media yang inovatif, efektif, dan efisien dengan sebuah aplikasi yang dinamakan Smart Apps Creator (SAC). SAC adalah sebuah aplikasi yang dapat di-unduh melalui google search dan diaplikasikan di laptop, mendownloadnya tidak terlalu sulit dan link tutorialnya sudah tersebar di youtube. SAC dapat menjadi jembatan bagi guru untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik dengan cara yang kreatif, inovatif, dan efisien.
Agar guru memiliki kemampuan mengoperasikan SAC dibutuhkan pelatihan yang dapat diberikan oleh rekan guru yang sudah menguasai aplikasi SAC dalam pembelajarannya. Melalui pelatihan guru-guru akan belajar IT secara bertahap. Pelatihan SAC secara langsung membuat guru menjadi kreatif dan inovatif dalam memberikan materi ajar kepada peserta didik. Aplikasi SAC tidak membutuhkan coding yang rumit. Aplikasi SAC adalah PPT yang interaktif.
SAC efisien karena peserta didik dapat membuka aplikasinya yang berisi konten-konten pembelajaran yang kreatif tidak mebutuhkan kuota internet. Peserta didik dapat mengunduh aplikasi di hand phone-nya melalui telegram sehingga tidak membutuhkan kuota yang menyedot anggaran yang besar. Guru juga dapat secara efektif menyampaikan materi dan latihan soal dalam beberapa kompetensi dasar dalam aplikasinya. Satu kali kerja untuk beberapa pertemuan.
Ada pepatah mengatakan, “Orang yang cerdas adalah orang yang dapat menyesuaikan dirinya dengan mudah pada lingkungan yang baru”. PJJ adalah situasi baru, guru mau tidak mau dituntut untuk membuat terobosan dan inovasi bagi pelayanan terbaik bagi peserta didik. Kemuliaan guru tidak akan tertandingi oleh profesi lain karena keikhlasan dan kesungguhan untuk mencerdaskan anak bangsa.
SAC adalah salah satu media pembelajaran interaktif tanpa kuota internet yang dapat diakses peserta didik. Masih dibutuhkan terobosan baru lainnya berupa media, teknik, dan strategi untuk ‘mengobati luka pembelajaran’ yang dialami oleh peserta didik kita. Semangat berkarya guru-guru Indonesia.***
Penulis adalah Guru Bimbingan dan Konseling SMPN 1 Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat.