SAJAK DWIBAHASA (ACEH-INDONESIA) Karya Erwan Juhara

18844486p
Pada 26 Desember 2004, gelombang tsunami menyapu pesisir Aceh pascagempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia. (Foto: Dok. Kompasiana.com)

ZONALITERASI.ID – Dua puluh tahun lalu, Aceh ditimpa bencana terbesar di Indonesia. Tepatnya pada Minggu, 26 Desember 2004, gelombang tsunami menyapu pesisir Aceh pascagempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia.

Gempa yang terjadi disebut ahli sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah ada dalam sejarah. Bahkan, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana alam tsunami Aceh ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.

Pada hari itu, semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama. Namun, saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya yang  sungguh kuat.

Tsunami Aceh didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB. Tidak lama setelah itu, muncul gelombang tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter, dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.

Gelombang besar nan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan pemukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan. Kapal itu ialah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.

Dilansir dari Kompas.com, jumlah korban dari peristiwa alam tsunami Aceh tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa. Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.

Untuk melukiskan dahsyatnya tsunami Aceh, penyair Erwan Juhara menciptakan beberapa puisi. Berikut 5 puisi karya Erwan Juhara yang bercerita seputar tsunami Aceh. Puisi dibuat dalam dua bahasa, bahasa Aceh dan bahasa Indonesia.

SAJAK DWIBAHASA (ACEH-INDONESIA) Karya Erwan Juhara

TSUNAMI UNGKI NANGROE

Sunggoh, Nangroe…
Mali trieng nyan karab patah
H’an ‘ek ta sungk’et
Tsunami
Peu siliek malam
Mali napiri naseb
Ji ngab-ngab sabe
Ngaro^ih nuraka
Ngeur’en

Banda Aceh, Indonesia,
26 Desember 2004

TSUNAMI MENGOBRAK-ABRIK NANGROE

Sungguh, Negeri yang besar…
Serupa bambu yang hampir patah seluruhnya
Tak bisa disungkit
Tsunami
Menyapukan malam (sajak Aceh)
Serupa napiri/sangkakala nasib
Terus berdenyut-denyut dalam tulang
Mengarungi neraka
Murka

Banda Aceh, Indonesia,
26 Desember 2004

____________________

SITI LHOKNGA (1)

Buat Adinda Ria Molanda Wulansari

Mak,
H’an jan jihoi Mak
Mak,
Gata teungeut pansan.
Jiba plueng u manyang
H’an jan lon hoi Mak.

Bandum ureueng ka jimu-plung plung,
Malingkan jih sidroe
Oh untong teungoh malang
Mamang lon sare, ban lon beudoih eh
B’ek ta sureuet u keue l’on
Surang sar’eng
Srak sr^ok

H’an jan lon hoi Mak
Mali mamoh malikan maw’ot
Sungkho
Sunyoe

SITI LHOKNGA (1)

Buat Adinda Ria Molanda Wulansari

Mak,
Tak sempat memanggil Ibu
Mak,
Kau tertidur pingsan,
Ketika aku dilarikannya ke angkasa
Secepat kilat hingga tak sempat aku memanggil Ibu

Semua orang telah berlarian,
Kecuali dia sendiri
Oh nasib masih malang
Aku masih termangu karena baru bangun dari tidur
Terdorong jauh sekali ke depan
Ke berbagai arah
Tidak karuan

Secepat kilat hingga tak sempat aku memanggil Ibu
Serupa memamah malaikat maut
Menyungkur
Sunyi

Aceh Besar, Indonesia,
26 Desember 2004

____________________

MEULABOH

Nangri manikam ranap
Mali aneuk ban atatau baro na
Mataji teu p’et hana haba
Peud’eh untong
Tapak lon peud’eh
Peud’eh at’e
Adeub peud’eh
Peud’eh !
Peuek
Wadi, madi, mani, maknikam
Bak saboh masa

MEULABOH

Kota permata merah rata bersama tanah
Serupa anak yang baru lahir
Matanya terpejam dan tak berkata apa-apa
Takdir yang pedih
Tapak kakiku terasa pedih
Hati yang pedih
Azab yang pedih
Pedih, menyakitkan !
Memusnahkan
Keempat jenis bibit manusia
Pada suatu masa

Aceh Besar, Indonesia,
26 Desember 2004

____________________

BANDA ACEH
(Elegi Sekitar Mesjid Baiturrrahman)

Reude buleuen malam nyoe
Peu meureub-reb
Meu rawong
Badi rawot
Rawoe ie rawot
Tsunami rayeh Nangroe
Peu ruguem rugha, rukyah
Sal’en

Buleuen salueng Nangroe
Sunyoe
Peu meureb-reb
Reudeu buleuen sunggoh malam nyoe

BANDA ACEH
(Elegi Sekitar Mesjid Baiturrrahman)

Cahaya bulan redup malam ini
Berlinang air mata
Meraung
Dalam badai besar
Bingung dalam air bah
Tsunami menyerbu Negeri yang besar
Mendekapkan duka cita, melihat bulan baru
Turun-temurun

Bulan tak bergerak di Negeri yang besar
Sunyi
Berlinang air mata
Cahaya bulan sungguh redup malam ini

Aceh Besar, Indonesia,
26 Desember 2004

____________________

LHOKSEUMAWE
 (Ode buat Ari Firdaus)

Mak,
Tan uem l^on siat,
Lon si juek that
Mali manok nyan
Teungoh ji uem aneukji
Ta rawoe ie rawot
Ate lon ugah that
Reuku engji ue
Mali ne gupah
Ro ie mate lag’ee ujeuen
Meu-ngieng musama di nab mata

Mak,
Tan uem l^on siat….

LHOKSEUMAWE
(Ode buat Ari Firdaus)

Mak,
Peluklah aku sejenak
Aku merasa kedinginan
Seperti ayam itu
Tengah mengerami anaknya
Aku bingung dalam air bah
Hatiku merasa ketakutan
Kerongkongan tercekik
Serupa ayam jantan telah dikebiri
Mengalirkan air mata seperti hujan
Melihat ayam panggang(mayat) di hadapan mata

Mak,
Peluklah aku sejenak….

Aceh Besar, Indonesia
26 Desember 2004

***

Erwan Juhara, Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMAN 10 Bandung dan Dosen MKU Bahasa Indonesia dan MKU Sejarah Kebudayaan Indonesia di Akademi Bahasa Asing(ABA) Internasional Bandung serta Ketua Asosiasi Guru/Dosen/Tenaga Kependidikan Penulis/Pengarang(AGUPENA) Jabar.