IJAZAH Sarjana adalah tiket untuk memasuki dunia kerja. Sama fungsinya seperti tiket yang kita tunjukkan ketika mau menonton Persib atau menonton konser Agnes Mo.
Tentu saja saya berkata main-main, TETAPI serius dan jujur. Sebagai orang yang sering membaca, saya tahu bahwa Soedjatmoko tidak tamat kuliah TETAPI bacaannya luas, memiliki idealisme dan kegigihan. Maka Soedjatmoko menjadi Rektor Universitas PBB di Jepang.
HAMKA bukan tamatan Perguruan Tinggi, tapi gemar membaca dan mendapat beberapa gelar Doktor Honoris Causa, menjadi Pimpinan Muhammadiyah dan MUI, serta mendapat gelar Profesor.
Adam Malik pun sama. Seorang jurnalis yang kemudian menjadi Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden RI.
Ajip Rosidi, hanya tamatan SMP. Sastrawan yang banyak belajar, ahli menulis, dan hidup dari tulisan. Hebatnya, Ajip pernah menjadi dosen di Jepang.
Susi Pudjiastuti Menteri yang tidak tamat SMA.
Dan Anda tahu Anggun C. Sasmi yang berkibar Perancis, ternyata SMA-nya gak tamat.
Saya termasuk orang yang boleh jadi sedikit berpandangan sinis terhadap pendidikan akademis. Pernah memiliki pandangan bahwa gelar akademis hanyalah transformasi dari gelar bangsawan di zaman dulu. Dan kelihatanya ada beberapa Doktor yang intelektualitasnya tidak setara dengan gelar kedoktorannya.
Bahkan setelah membaca Poor dad Rich Dad-nya Robert Kiyosaki serta The Millionare Mind Thomas J. Stanley, keraguan terhadap sekolah kembali muncul.
Menurut penelitian Stanley, banyak orang sukses di dunia usaha ternyata bukanlah orang-orang yang nilai akademisnya istimewa. Mereka biasa-biasa saja, bahkan seringkali direndahkan. TETAPI mereka mempelajari sesuatu yang tidak dipelajari orang lain dengan usaha keras, kerja keras, fokus, tekun, ulet, berani, tiada henti.
Mental mereka adalah mental pemenang yang tidak takut kalah dan tidak menyerah karena kalah. Setiap kekalahan diikuti dengan pembelajaran dan usaha yang lebih keras lagi. Kekalahan adalah sesuatu yang biasa bahkan proses yang harus dilalui para pemenang.
Bagaimana dengan program 300 Doktor PNS-nya seorang Gubernur. Lagi-lagi kembali ke dua puluh tahun-an lalu. Gelar adalah tiket. Dalam hal ini tiket di dunia birokrasi. Hanya tiket untuk menjadi pejabat.
Bagaimana dengan keberhasilan beberapa Kepala Daerah, Gubernur, dan Presiden yang gelar akademisnya tidak sampai Doktor. Itu lain soal. Dan memang lain persoalannya.***
Suheryana Bae terlahir di desa tetapi cita-citanya aneh. Ingin menjadi penulis, penyair, atau novelis. Setelah sepuluh tahun mengabdi sebagai PNS di Timor Timur, sekarang tinggal di Pangandaran melanjutkan kariernya sebagai PNS. Dipercaya membantu Bupati sebagai Asisten Administrasi Umum.