Sirkuit Kemelut: Menguak Perjalanan Emosional dalam Labirin Kehidupan

buku
Cover buku "Sirkuit Kemelut" karya Ashadi Siregar, (Foto: Istimewa).

DI tengah arus informasi yang terus mengalir dan kebutuhan akan hiburan yang memikat, “Sirkuit Kemelut” karya Ashadi Siregar dapat menjadi alternatif pilihan yang menarik. Pascapandemi, cara kita menjalani kehidupan sehari-hari telah berubah drastis, dan menarik rasanya jika kita menelisik bagaimana dunia dulunya berjalan. Setidaknya, menelusuri bagaimana suasana Daerah Khusus Jakarta di tahun 70-an seperti yang ditawarkan buku ini. Ashadi juga menyajikan perjalanan emosional yang menghentak dan mendalam melalui labirin kehidupan seorang Alex.

Lexi Wenas, atau Alex, adalah seorang remaja yang tumbuh dalam kesendirian dan kebencian, ditinggalkan oleh ibunya dan hidup dalam ketidakpedulian ayah tirinya. Melalui peristiwa-peristiwa tragis yang mengguncang hidupnya, Alex terdorong untuk mengeksplorasi dunia luar yang penuh tantangan.

Namun, kisah Alex tidak hanya tentang konflik personal semata. Dengan latar belakang yang kuat dari era 70-an yang digambarkan dengan cermat, pembaca dihadapkan pada isu-isu sosial dan ekonomi yang ternyata masih relevan dengan zaman sekarang. Kehidupannya terus berubah secara drastis dan memaksa Alex untuk merenungkan makna kebahagiaan dan kesuksesan yang sejati.

Puncak cerita terjadi saat Alex berada pada titik tertinggi pencapaian hidupnya, hanya untuk menemukan bahwa kekosongan masih menghantui pikirannya. Ia terjerat dalam lingkaran pencarian tanpa henti akan identitas dan arti kehidupan, menenggelamkan dirinya dalam kehidupan malam yang dipenuhi dengan hiburan yang kosong.

Karya Ashadi Siregar ini menghadirkan konflik batin yang kompleks, mempertanyakan nilai-nilai hidup dan esensi kebahagiaan. Meskipun beberapa elemen cerita mungkin terasa asing bagi pembaca modern, seperti nuansa-nuansa kota metropolitan dan dinamika tekanan sosial pada zamannya yang dialami oleh tokoh utama. Kendati demikian, hal tersebut justru menambah kedalaman dan kompleksitas cerita.

Tak ada gading yang tak retak, pun “Sirkuit Kemelut” bukanlah tanpa kekurangan. Beberapa pembaca mungkin merasa agak kecewa dengan akhir yang terasa agak terbuka, namun hal itu tidak merusak keseluruhan pesona dari perjalanan yang telah dilalui oleh tokoh-tokoh utama.

Secara keseluruhan, “Sirkuit Kemelut” adalah sebuah karya yang layak direkomendasikan bagi pembaca yang menginginkan cerita yang menggugah emosi dan memberikan pandangan baru tentang kehidupan di era modern ini. Meskipun tidak sempurna, karya ini tetap berhasil menghadirkan pengalaman membaca yang mendalam dan memikat. (mardani mastiar)***