Soal Peran Guru Cegah Kekerasan Anak, KPAI Beri Solusi

Lemah, Deteksi Dini Pengaruh Pertemanan Negatif

ilustrasi kekerasan terhadap anak 5 169
KPAI menekankan perlunya pendidikan dan pelatihan bagi guru terkait kompetensi dan skill perlindungan anak, (Ilustrasi: (iStock/gan chaonan).

ZONALITERASI.ID – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menekankan perlunya pendidikan dan pelatihan bagi guru terkait kompetensi dan skill perlindungan anak. Kemudian, perlu pelibatan dan pemberdayaan peran organisasi profesi guru.

“Selain itu, diperlukan kontrol media sosial agar ramah anak. Kelembagaan satuan pendidikan perlu penguatan layanan perlindungan anak berbasis referral system,” kata kata Anggota KPAI Aris Adi Leksono, dilansir dari Antara, Rabu, 13 Maret 2023.

KPAI juga meminta agar rasio guru bimbingan konseling (BK) pada satuan pendidikan harus proporsional, dan atau setiap guru diberikan penguatan kompetensi dasar psikologi dan konseling.

“Perlu pelatihan disiplin positif untuk orang tua dan guru,” kata Aris.

Terkait peran keluarga dan lingkungan, Aris menuturkan, keduanya berperan dalam membangun sistem perlindungan anak untuk mencegah terjadinya kekerasan di satuan pendidikan.

“Mengaktifkan peran keluarga, peer group, media sosial dalam membangun sistem perlindungan anak demi kepentingan terbaik anak,” katanya.

Deteksi Dini Lemah

Pada kesempatan sama, Aris mengungkapkan, maraknya kekerasan terhadap anak di lingkungan satuan pendidikan terjadi karena lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya kelompok pertemanan yang berpengaruh negatif.

“Kekerasan pada anak di satuan pendidikan cenderung dilakukan secara berkelompok, akibat lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya circle yang berpengaruh negatif,” katanya.

Aris menjelaskan, kekerasan anak pada satuan pendidikan mengakibatkan anak mengalami kesakitan fisik/psikis, trauma berkepanjangan, hingga kematian, atau anak mengakhiri hidup.

Data pengaduan yang dilaporkan ke KPAI pada awal 2024 tercatat sudah mencapai 141 kasus, yang 35 persen di antaranya terjadi pada satuan pendidikan.

Kemudian terdapat 46 kasus anak mengakhiri hidup, yang 48 persen di antaranya terjadi pada satuan pendidikan atau anak korban masih memakai seragam sekolah.

“Hal ini harus disikapi secara serius, dengan bergerak serentak akhiri kekerasan pada satuan pendidikan. Upaya keras, masif, terstruktur, aksi nyata, serta terukur dalam pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan wajib dilakukan,” kata Aris.

Menurutnya, satuan pendidikan harus menyadari mereka memiliki tugas dan fungsi perlindungan anak, selain tugas layanan pembelajaran.

“Kegiatan belajar mengajar akan mencapai output mutu dan kualitas unggul, jika didukung lingkungan yang aman, nyaman, ramah, serta menyenangkan,” kata Aris. (des)***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *