Surat Terbuka untuk Puan Zaleena Enaa: Menyulam Jejak Sastera dan Kehidupan

Oleh Didin Tulus

WhatsApp Image 2025 11 20 at 09.51.16
(Foto: Istimewa)

Kepada Puan Zaleena Enaa yang saya hormati,

Izinkan saya menulis sepucuk surat yang lahir dari rasa kagum dan penghormatan, setelah menyimak perjalanan seorang tokoh besar dalam dunia sastera Melayu, Datuk Dr. Zurinah Hassan. Surat ini bukan sekadar catatan, melainkan refleksi tentang bagaimana karya dan keteladanan beliau dapat menjadi cermin bagi kita semua, termasuk bagi Puan yang juga menapaki jalan kepenulisan.

Sejak awal, kisah hidup beliau menunjukkan bahwa sastera bukanlah sekadar rangkaian kata, melainkan denyut nadi kehidupan. Lahir dan dibesarkan di Kedah, dalam suasana sederhana tanpa hiburan modern, beliau menemukan dunia melalui radio, lagu-lagu klasik, dan ayat-ayat suci Al-Quran. Dari sanalah tumbuh kecintaan pada bahasa, yang kemudian menjelma menjadi puisi-puisi penuh makna. Saya membayangkan bagaimana seorang remaja yang kala itu menulis puisi tentang alam, tentang kehidupan petani, tentang kemiskinan dan pendidikan, dengan hati yang tulus dan mata yang jernih.

Karya-karya awalnya bukan hanya refleksi pribadi, melainkan juga suara masyarakat desa yang sering terpinggirkan. Ia menulis tentang kemunduran, tentang perjuangan, tentang harapan yang sederhana namun mendalam. Di sinilah letak kekuatan sastera: ia mampu menjadi jembatan antara pengalaman individu dan realitas kolektif.

Yang lebih menggetarkan hati adalah keberanian beliau mengangkat isu wanita jauh sebelum hal itu menjadi arus utama. Dalam cerpen dan puisinya, beliau menegaskan pentingnya pendidikan dan pekerjaan bagi kaum perempuan. Suara yang ia lantangkan bukan sekadar aspirasi, melainkan sebuah perjuangan yang membuka jalan bagi generasi setelahnya. Betapa relevan pesan ini bagi kita hari ini, ketika masih banyak perempuan yang berjuang untuk mendapatkan ruang dan pengakuan.

Puncak perjalanan beliau ditandai dengan pengiktirafan sebagai Sasterawan Negara pada tahun 2015. Gelar itu bukan hanya penghormatan pribadi, melainkan simbol bagi kedudukan wanita dalam dunia sastera. Setelah dua belas lelaki sebelumnya, akhirnya seorang perempuan berdiri di puncak, membawa obor yang menyala terang. Saya membayangkan betapa besar arti pengiktirafan itu bagi para penulis muda, khususnya perempuan, yang kini melihat bahwa jalan menuju puncak bukanlah mustahil.

Namun, yang paling mengesankan bukanlah gelar atau penghargaan, melainkan sikap rendah hati beliau. Walau bergelar Sasterawan Negara, beliau tetap mesra, mudah didekati, dan aktif mendekati generasi muda. Kehadirannya di media sosial menunjukkan bahwa sastera tidak harus terkurung dalam menara gading, melainkan bisa hadir di ruang-ruang digital, menyapa anak-anak muda yang haus akan inspirasi.

Galeri Zurinah Hassan yang didirikan di Universiti Malaysia Perlis pada tahun 2019 menjadi bukti nyata bahwa sastera dapat hidup di tengah masyarakat akademik yang teknikal dan saintifik. Galeri itu bukan sekadar ruang pameran, melainkan jendela yang membuka pandangan baru: bahwa sastera adalah bagian dari kehidupan, bukan sekadar hiasan.

Puan Zaleena, saya menulis surat ini dengan harapan agar kisah dan teladan Datuk Dr. Zurinah Hassan dapat menjadi inspirasi bagi Puan dalam perjalanan kepenulisan. Saya percaya, setiap kata yang lahir dari pena Puan juga membawa denyut kehidupan, menyulam nostalgia, dan menyalakan harapan. Dalam dunia yang semakin cepat dan bising, sastera hadir sebagai ruang hening yang menenangkan, sekaligus sebagai suara yang lantang mengingatkan kita pada nilai-nilai kemanusiaan.

Semoga Puan terus menulis dengan hati yang jernih, dengan keberanian yang teguh, dan dengan cinta yang mendalam pada bahasa. Biarlah karya-karya Puan menjadi bagian dari mozaik besar sastera Melayu, yang terus berkembang dan memberi makna bagi generasi mendatang.

Dengan penuh hormat dan doa,

Saya titipkan surat ini sebagai tanda penghargaan, sekaligus sebagai ajakan untuk terus menyalakan api sastera.

Hormat saya,

Didin

Didin Tuluspenggiat buku, tinggal di Cimahi.