NEWS  

Tolak Sertifikasi Ulama, Bergaung mulai Pusat hingga Daerah

FOTO NG 87
Ketua Fraksi PKS DPRD Majalengka, H. Dedi Rasidi, (Foto: Rik/Zonaliterasi.id).

ZONALLITERASI.ID – Penolakan program sertifikasi ulama datang dari Fraksi PKS DPRD Kabupaten Majalengka. Mereka mendukung sepenuhnya sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bersikap tegas menolak program tersebut.

Ketua Fraksi PKS DPRD Majalengka, H. Dedi Rasidi, menegaskan, pihaknya sepakat dengan Fraksi PKS DPR RI yang menyatakan tidak setuju, alias menolak tegas rencana program sertifikasi ulama.

“Kami di daerah pun menolak. Jika terwujud, maka ceramah sepertinya hanya untuk kepentingan pemerintah saja,” ungkapnya Sabtu (12/9/2020).

‎Dedi menambahkan, dalam pandangan masyarakat lokal, seorang ulama, penceramah, kyai, atau sebutan ustadz merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan langsung dari masyarakat. Itu diberikan secara utuh, karena melihat sikap, tutur kata, dan kapasitas ilmu agama Islam yang melekat pada sosok ulama tersebut.

“Sebutan ustadz, kyai, da’i itu murni dari masyarakat sebagai bentuk penghargaan,” jelasnya.

Dedi membayangkan, saat sertifikasi ulama terwujud, kemungkinan besar akan terjadi masalah sosial baru.

“Nantinya akan timbul masalah baru. Kami di sini sepakat dengan Fraksi PKS di DPR RI. Juga setuju dengan sikap MUI,” tandasnya.

Diketahui, Kementerian Agama mengklaim program sertifikasi penceramah yang kini dinamai Penceramah Bersertifikat merupakan arahan Wapres sekaligus Ketum MUI Ma’ruf Amin. Target peserta program itu tahun ini diperkirakanmencapai 8 ribu penceramah. Program tersebut diklaim melibatkan banyak pihak seperti Lemnahas, BPIP, BNPT, MUI.

Menyikapi rencana itu, Wakil Ketua Umum MUI, Muhyiddin Junaidi, menyatakan, MUI tak setuju dengan pemerintah dengan kebijakan itu.

“MUI menolak tegas rencana Kemenag tentang sertifikasi para dai/penceramah guna menghindari paham radikal,” tegas Muhyiddin, dikutip Republika.co.id, Senin (7/9/2020).

Muhyiddin memandang kebijakan sertifikasi ulama tergolong kontra produktif. Ia khawatir, kebijakan tersebut berpeluang dimanfaatkan demi kepentingan pemerintah guna meredam ulama yang tak sejalan.

“Cenderung sangat mudah disalahgunakan oleh pemerintah dan pihak yang anti kritik kebijakan pemerintah, yang zalim dan melanggar hukum,” tegas Muhyiddin.

Disebutkannya, sudah ada kasus beberapa penceramah tanpa sertifikat tak diizinkan berceramah. Padahal mereka punya kapasitas yang sangat bagus dalam tugasnya sebagai penyampai ajaran Allah.

Atas dasar temuan ini, Muhyiddin mengajak pemerintah duduk bersama ormas Islam membahas nasib kelanjutan sertifikasi ulama.

“Kemenag seharusnya menyamakan persepsi dengan semua ormas dan lembaga tentang rencana kebijakan tersebut,” imbau Muhyiddin. (rik)***