ZONALITERASI.ID – Universitas Al-Ghifari, Bandung, menggelar ‘Wisuda Sarjana’, Sabtu (27/11/2021). Dalam kesempatan itu, tampil orasi ilmiah dari Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S..
Saat menyampaikan orasi ilmiah Prof. Rokhmin Dahuri, mendorong para alumni Universitas Al-Ghifari memilih jalan menjadi pengusaha (entrepreneur).
“Sangat diharapkan saudara-saudara para wisudawan ini nantinya akan lebih banyak menjadi wirausahawan (entrepreneur) ketimbang sebagai Pegawai Negeri Sipil dan bekerja pada orang lain (perushaan). Seorang entrepreneur bukan mencari kerja, tetapi menciptakan lapangan kerja, baik untuk dirinya maupuan orang lain. Seorang entrepreneur yang sukses pasti memberikan banyak manfaat kepada sesama. Inilah sebaik-baik manusia dalam pandangan Allah SWT (HR Ahmad),” katanya.
Prof. Rokhmin menyebutkan, pada 2014, jumlah wirausahawan (entrepreneur) di Indonesia hanya 1,6 persen dari total penduduk, kemudian naik menjadi 3,1 persen pada 2018. Padahal, salah satu syarat bagi suatu negara untuk maju dan makmur adalah jumlah wirausahawannya minimal 7 persen dari total penduduknya (Bank Dunia, 2010).
“Sebagai perbandingan, jumlah entrepreneur di Amerika Serikat mencapai 14 persen, Singapura 8 persen, Malaysia 5 persen, dan Thailand 4 persen.
Selanjutnya Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat itu mengungkapkan, ada beberapa ciri profil dan karakter alumni perguruan tinggi yang sukses.
Pertama, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua, memiliki kompetensi Iptek (hard skills) sesuai dengan bidang ilmu atau program studi yang dipelajari.
Ketiga, harus sehat, cerdas, cakap, terampil, kreatif, inovatif, berpikir kritis, mampu menganalisis masalah secara tepat dan benar, mampu memecahkan masalah, fleksibel dan adaptif, mampu bekerja sama (teamwork), dan berjiwa wirausaha (entrepreneurship).
Keempat, menguasai Iptek di era Industri 4.0, khususnya information technology (penggunaan komputer dan teknologi digital) dan bahasa asing (Inggris, Arab, dan Mandarin).
”Kelima, memiliki etos kerja yang unggul (seperti rajin, ulet, tampil maksimal, dan disiplin) dan berakhlak mulia termasuk jujur, amanah, toleransi, sabar, penyayang, dan ikhlas,” ujar Prof Rokhmin.
Rendahnya Daya Saing dan IPM
Ia menuturkan, Indonesia saat ini juga masih menghadapi tantangan rendahnya kapasitas literasi, inovasi, dan produktivitas tenaga kerja . Muara dari semua hal di atas rendahnya daya saing dan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia.
“Pada 2020, daya saing Indonesia pada tataran dunia hanya di peringkat-50 dari 141 negara yang disurvei, dan urutan-4 di kawasan ASEAN dibawah Singapura (3), Malaysia (23), dan Thailand (32),” katanya.
Dalam hal IPM, pada tingkat global, Indonesia baru mencapai nilai 72 atau peringkat-107 dari 189 negara yang disurvei. Nigeria merupakan negara dengan IPM terendah di dunia.
“Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menempati peringkat-6 di bawah Singapura ke-9, Malaysia (39), Brunei Darussalam (57), Thailand (83), dan Pilipina (113). Persyaratan untuk menjadi negara maju dan makmur, IPM nya harus diatas 80 (UNESCO, 2018),” ujarnya.
Prof. Rokhmin memaparkan, sejak memasuki abad-21 (tahun 2000), terdapat lima kecenderungan global (key global trends) yang sangat berpengaruh terhadap maju-mundurnya sebuah bangsa dan kehidupan umat manusia secara keseluruhan.
Pertama, jumlah penduduk yang terus bertambah dan gaya hidup (life-style) yang hedonis dan konsumtif.
Kedua, pencemaran lingkungan (environmental pollution) dan pengikisan keanekaragaman hayati (biodiversity loss) yang kian meluas dan masif, serta perubahan iklim global (global climate change) atau global warming.
Ketiga, lahirnya generasi teknologi di era Revolusi Industri
Keempat, (Industry 4.0) dan perkembangannya yang super cepat.
”Teknolologi yang dimaksud meliputi IoT (Internet of Things), Artificial Intelligent, Big Data, Cloud Computing, Blockchain, 3D dan 5D printing, robotics, human – machine interface, bioteknologi, dan nanoteknologi,” kata Rokhmin mengutip Schwab (2016).
Kelima, dunia yang semakin terhubungkan (highly interconnected) dan bercirikan VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambiguous) telah mengakibatkan hampir semua aspek kehidupan tidak menentu.
Keeenam, pandemi Covid-19 yang bermula dari Wuhan, China pada Desember 2019 yang sampai sekarang belum bisa dipastikan kapan berakhirnya.
”Pandemi ini bukan hanya telah merusak (mendisrupsi) bidang kesehatan, tetapi juga ekonomi dan hampir seluruh aspek kehidupan manusia,” tuturnya. (des)***