Oleh Julius Jose Rizal, S.Pd., M.M.
A. Latar Belakang
Memberikan nilai rapor untuk peserta didik adalah bagian dari pekerjaan pokok seorang pendidik. Pendidik yang profesional akan melaksanakan pekerjaan pokoknya dengan usaha yang optimal.
Pekerjaan pokok tersebut adalah:
1.Merencanakan program pembelajaran;
2. Melaksanakan proses pembelajaran;
3. Mengevaluasi proses pembelajaran; dan
4. Melaksanakan rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi pembelajaran.
Mengevaluasi proses pembelajaran akan bermuara kepada dua kegiatan yaitu mengukur dan menilai. Mengukur hasil belajar adalah kegiatan untuk membandingkan hasil belajar dengan standar yang ditetapkan (KKM). Pengukuran hasil belajar bersifat kuantitatif dan dinyatakan secara numerik. Adapun menilai hasil belajar adalah proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari pengukuran hasil belajar baik menggunakan tes maupun nontes. Penilaian hasil belajar bersifat kualitatif dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi kalimat. Sedangkan evaluasi hasil belajar merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria, keputusan, atau tindakan dari pembelajaran yang telah dilakukan.
Kegiatan rutin yang selalu dilakukan seorang pendidik dalam tugas pokoknya adalah memberi nilai rapor. Pada akhir semester 1 dan 2, para guru disibukkan memberikan nilai numerik kepada setiap peserta didiknya. Banyak masalah yang timbul dalam kegiatan ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak pendidik mengorbankan idealismenya dalam pemberian nilai rapor dengan memanipulasi data nilai riil. Istilahnya nilai para peserta didik dikatrol tanpa rumus yang baku alias hanya berdasarkan feeling.
Maka yang timbul adalah para guru kesulitan menjawab pertanyaan mengapa siswa A dan B yang sama-sama pencapaian nilai aslinya di bawah KKM, menjadi di atas KKM tetapi dengan nilai yang berbeda. Begitu pula ketika siswa C yang rajin dan pandai, tergelincir dalam PTS dan PAS sehingga menghasilkan nilai yang kecil untuknya. Namun karena tidak tega mengecilkan nilai si C sebagai murid rajin, sang guru pun mengabaikan nilai PTS dan PAS tersebut yang akan menjatuhkan muridnya itu. Akhirnya subjektivitas sang gurulah yang menjadi penentu perbedaan itu. Masalahnya adalah subjektivitas guru sulit untuk diukur karena tidak dilengkapi dengan skala.
Menyikapi kondisi yang tidak kondusif terjadi secara kontinu dalam proses pendidikan itulah, muncul ide untuk menawarkan solusi praktis dalam proses penentuan nilai rapor agar memudahkan para pendidik melaksanakan tugasnya.
B. Teknik Praktis Pemberian Nilai Rapor
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan rumus nilai rapor. Agar penilaian bersifat adil dan menghargai kinerja peserta didik, maka rumus nilai ini harus berbasis kehadiran peseerta didik. Kehadiran setiap peserta didik hendaknya dijadikan pokok atau hal utama dalam penilaian ini.
Rumus memberi nilai secara praktis ini adalah:
Nilai KKM + Jumlah Kehadiran + Nilai Sikap + Nilai Akademik
Keterangan:
Nilai KKM = nilai yang ditetapkan oleh pendidik dalam mata pelajaran dan jenjang kelas yang diampu
Jumlah Kehadiran = Jumlah Kehadiran seorang peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran selama satu semester dibagi dengan angka tertentu yang hasilnya mendekati kepantasan. Agar adil, semakin besar KKM, semakin besar angka pembagi. Semakin kecil KKM semakin kecil pula angka
pembaginya. Baik hari KBM biasa maupun hari Ulangan Harian, PTS, dan PAS, kehadirannya tetap dihitung sama.
Nilai Sikap = Nilai Sikap seorang peserta didik ketika mengikuti kegiatan belajar dan berinteraksi sehari-hari. Jika sikap kurang baik diberi point 1. Jika baik diberi point 2. Jika sangat baik diberi point 3. Jika tidak melakukan aktivitas sama sekali atau bolos seluruhnya diberi nilai 0. Aktivitas mengerjakan tugas dimasukkan ke dalam nilai sikap.
Nilai Akademik = Nilai Pengetahuan dan Keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan Ulangan Harian, Ujian Praktik, PTS, dan PAS. Jika jumlah keikutsertaan dalam ujian nilainya lebih banyak di bawah KKM, diberi nilai 1. Jika jumlah keikiutsertaan dalam ujian nilainya seimbang dengan KKM, diberi nilai 2. Jika keikutertasan dalam ujian nilainya lebih banyak di atas KKM, diberi nilai 3. Jika tidak pernah ikut ujian sama sekali diberi nilai 0.
Contoh 1:
Ibu A mengampu pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 7 semester 1. Nilai KKM adalah 70. Minggu efektif belajar semester 1 adalah 18 pekan. Pertemuan tatap muka dalam sepekan adalah 2 kali. Maka jumlah pertemuan di semester 1 adalah 36 kali pertemuan.
Murid bernama B mengikuti KBM selama 36 kali atau selalu hadir. Sikapnya baik tetapi masih tergolong biasa saja. Dalam ujian yang dilaksanakan, lebih banyak nilai yang di bawah KKM.
Berapakah nilai untuk B yang pantas diberikan oleh Ibu A?
Jawaban:
KKM + Jumlah Kehadiran + Nilai Sikap + Nilai Akademik =
70 + (36 : 3) + 2 {sikap baik tetapi biasa} + 1 {banyak di bawah KKM} =
70 + 12 + 2 + 1 = 85
Nilai rapor yang pantas diberikan Ibu A kepada B adalah 85.
Contoh 2:
Bapak C mengampu pelajaran PAI di kelas 8 semester 1. Nilai KKM adalah 75. Minggu efektif belajar semester 1 adalah 18 pekan. Pertemuan tatap muka dalam sepekan adalah 1 kali. Maka jumlah pertemuan di semester 1 adalah 18 kali pertemuan.
Murid bernama D mengikuti KBM selama 14 kali atau empat kali tidak hadir. Sikapnya sangat baik dalam belajar dan bergaul. Dalam ujian yang dilaksanakan, nilainya rata-rata sama dengan KKM. Berapakah nilai untuk D yang pantas diberikan oleh Bapak C?
Jawaban:
KKM + Jumlah Kehadiran + Nilai Sikap + Nilai Akademik =
75 + (14 : 2) + 3 {sikap sangat baik} + 2 {setara KKM} =
75 + 7 + 3 + 2 = 87
Nilai rapor yang pantas diberikan Bapak C kepada D adalah 87.
Contoh 3:
Ibu E mengampu pelajaran Matematika di kelas 9 semester 1. Nilai KKM adalah 75. Minggu efektif belajar semester 1 adalah 18 pekan. Pertemuan tatap muka dalam sepekan adalah 2 kali. Maka jumlah pertemuan di semester 1 adalah 36 kali pertemuan.
Murid bernama F mengikuti KBM selama 19 kali atau 17 kali tidak hadir. Sikapnya kurang baik dan tidak begitu respek terhadap guru dan pelajaran. Dalam ujian yang dilaksanakan, nilainya sering di bawah KKM.
Berapakah nilai untuk F yang pantas diberikan oleh Ibu E?
Jawaban:
KKM + Jumlah Kehadiran + Nilai Sikap + Nilai Akademik =
75 + (19 : 3) + 1 {kurang baik} + 1 {di bawah KKM} =
75 + 6,33 + 1 + 1 =
75 + 6 + 1 + 1 = 83
Nilai rapor yang pantas diberikan Ibu E kepada F adalah 83.
Demikianlah teknik pemberian nilai rapor secara praktis dengan berbasis kehadiran peserta didik secara adil dan mudah. Dengan teknik ini, para pendidik harus benar-benar menghargai kehadiran peserta didiknya.
Teknik ini sebaiknya disosialisasikan kepada para peserta didik di awal semester agar penilaian rapor menjadi transparan dan memotivasi peserta didik untuk giat dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Bagaimana jika ada peserta didik yang sama sekali tidak pernah mengikuti KBM selama di semester tersebut? Jika kita mengemban amanat WAJAR DIKDAS 9 TAHUN, maka baginya cukup diberikan nilai “nyawa” saja yaitu nilai KKM tanpa tambahan nilai apa pun.
Namun jika sekolah ingin “membersihkan” para peserta didiknya agar tidak dicemari dengan oknum seperti itu terutama karena pertimbangan sikap dan akhlak negatif yang bersangkutan, para pendidik berhak memberikan nilai di bawah KKM –dengan catatan- setelah ada upaya maksimal dari sekolah dalam memperbaiki peserta didik tersebut.
Para pendidik hendaklah membuang jauh-jauh kebiasaan memberikan nilai rapot kepada peserta didik dengan mengedepankan perasaan dan subjektivitas. Jika pendidik lebih dominan memberikan nilai rapor dengan perasaan, mungkin Ibu E pada contoh 3 akan cenderung memberikan siswa F dengan angka sedikit saja di atas KKM 75. Namun setelah dihitung dengan data yang riil, ternyata murid F berhak untuk mendapatkan angka 83 di rapornya dalam pelajaran tersebut. Jika tidak puas dengan nilai yang dianggap besar bagi peserta didik yang kurang rajin dan tidak respek seperti itu, sebaiknya pendidik introspeksi dengan nilai KKM yang terlalu tinggi yang telah ditentukannya sendiri pada awal tahun pelajaran.
Berikanlah para peserta didik angka rapor berdasarkan data riil kehadiran agar adil, mudah, dan lebih mendekati kebenaran. Kehadiran mereka di kelas hendaknya dihargai dan diganjar dengan nilai yang pantas agar mereka selalu merindukan kelas. Sikap abai dari seorang pendidik dalam menghargai kehadiran pesera didiknya akan berdampak buruk berupa tingginya angka alpa peserta didiknya di kelasnya. Semoga teknik praktis ini menjadi solusi yang mudah bagi para pendidik dalam memberikan angka nilai rapor para peserta didiknya. ***
Julius Jose Rizal, S.Pd., M.M., Kepala SMP Negeri 3 Satu Atap Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.