Majalah … Oh Majalah …

Oleh Suryatno Suharma

7025479832051
Ilustrasi Majalah. (Foto: e-katalog.lkpp.go.id)

ZAMAN terus berkembang. Terus berubah.

Cepat atau lambat perubahan itu akan selalu berdampak kepada setiap penghuni dunia ini. Baik positif maupun negatif. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Bagi yang suka membaca, hidup adalah belajar.

Salah satu media baca adalah koran, buku, tabloid, majalah, dan sejenisnya. Bisa cetak, bisa elektronik. Kini di era teknologi tinggi, semua info ada di genggaman. Termasuk majalah.

Rubrik atau kolom pilihan sebuah majalah memberikan pengetahuan kepada pembaca. Tidak sekadar info, karena bisa menjadi masukan, inspirasi, hiburan, dan nutrisi lainnya. Sesuai karakter majalah dan sesuai harapan pembaca tentunya. Hubungan batin antara majalah dengan pembacanya akan terjalin kuat karena itu bagian kebutuhan hidup bagi keduanya. Sayang, kini media cetak “mati suri”. Bahkan kalau pun ada majalah terbit cetak, betapa sulitnya untuk eksis seperti saat itu. Walau mungkin minat baca bangsa kita masih jauh dari harapan.

Sebagai insan yang hobi baca-tulis, rasanya bukan sekadar pertimbangan ekonomi agar majalah itu tetap hidup. Tapi perlu perjuangan dan pengorbanan seperti halnya kita memerlukan sembako. Majalah sebagai nutrisi bagi peradaban dirasa perlu terus diperjuangkan agar tetap ada. Perpustakaan yang kita dambakan perlu dilengkapi majalah yang kualified. Majalah harapan yang diidolakan oleh generasi penggiat pustaka atau literer lainnya. Dunia literasi kiranya akan mampu membuat manusia melek peradaban. Bukan sekadar hitungan rugi-laba, yang kadang hanya sebatas kebutuhan perut.

Memandang dunia jauh ke depan adalah perjuangan dan jalan panjang. Bahkan suatu saat bisa jadi buku sumber belajar akan dimodifikasi seperti majalah yang paparannya tidak kaku lagi. Majalah bisa mengandung teka-teki, humor, dan gambar atau bagian komik. Suatu saat akan menarik bila ada waktu untuk terus duduk di perpustakaan.

Sebuah keprihatinan manakala alasan tidak perlu buku atau majalah karena adanya Google atau info via handphone.

Bukan alasan. Karena membaca buku atau media cetak termasuk majalah sangat jauh berbeda dengan cara kita membaca WA atau info lainnya via HP.

Sayang, kadang tidak kita sadari, berkunjung ke komunitas sosial seperti perpustakaan sering dianggap tidak efektif – efisien. Padahal belajar atau membaca google atau HP, sejatinya menjauhkan diri dari komunitas dan social comunity yang kodrati bagi kebutuhan manusia.

Sayang! ***

Suryatno Suharma, pemerhati pendidikan, tinggal di Parongpong, Bandung Barat