Oleh Ika Dahliawati, S.Pd.
Membaca tanpa merenungkan adalah bagaikan makan tanpa dicerna.
Mohammad Hatta
DEWASA ini, dalam menghadapi era industri 4.0. Bangsa Indonesia membutuhkan generasi yang cerdas. Cerdas dalam menganalisa, kreatif, dan inovatif. Hal ini guna untuk bersaing menghadapi Sumber Daya Manusia (SDM) dari bangsa lain. Hal ini dikarenakan, campur-baurnya masyarakat dalam dan luar negeri yang semakin ketat dalam persaingan tenaga kerja maupun bidang lainnya.
Banyak faktor menurut penulis untuk membentuk generasi cerdas tersebut. Salah satunya dengan mengoptimalkan baca tulis di masyarakat. Baca tulis merupakan kecakapan dasar hidup yang harus dimiliki oleh setiap individu.
Hal ini terlihat pula pada enam literasi dasar yang ditetapkan oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya untuk peserta didik tetapi juga untuk orang tua dan masyarakat. Enam literasi dasar itu mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, dan literasi budaya.
Kemampuan baca tulis tidak hanya mampu mengenal dan membedakan lambang atau huruf yang kemudian menuliskannya dalam bentuk visual grafis. Tapi kemampuan baca tulis di era ini adalah kemampuan mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis, serta kemampuan menganalisa, menanggapi, dan menggunakan bahasa. Dengan kata lain, pengertian baca tulis di sini adalah pengetahuan dan kecakapan membaca, menulis, menulusuri, mengolah, dan memahmi suatu informasi.
Oleh karena itu, tidak heran bila literasi baca tulis merupakan titik pusat kemajuan sebuah bangsa. Bahkan, Vision Paper UNESCO (2004) menegaskan bahwa kemampuan baca tulis telah menjadi prasyarat partisipasi bagi pelbagai kegiatan secara kultural, sosial, politis, dan ekonomis.
Kemudian, Global Monitoring Report Eduacation for All (EFA) 2007 menyimpulkan bahwa kemampuan literasi baca tulis berfungsi sangat mendasar bagi kehidupan modern.
Kemampuan membaca merupakan kunci untuk mempelajari suatu informasi dan petunjuk sehari-hari pada kehidupan. Selain itu, manfaat membaca adalah akan membantu kita dalam memperbanyak kosakata. Dan ini akan membantu keterampilan berbicara dan menulis sehingga dapat membantu profesi apa pun yang kita punyai. Sehingga ketika kita berbicara di depan orang banyak, kita akan merasa percaya diri karena mempunyai wawasan luas.
Membaca dan menulis berkorelasi positif dengan kemampuan berbahasa, perbendaharaan, dan penguasaan kosakata. Banyaknya kosakata yang kita peroleh merupakan hasil dari membaca sedangkan keluarannya adalah dalam bentuk tulisan. Seseorang yang terbiasa membaca dan menulis bisa menemukan kata atau istilah yang tepat untuk mengungkapkan suatu hal. Kemampuan seperti inilah yang membuat komunikasi berjalan dengan baik. Tentunya hal ini merupakan salah satu kelebihan yang kita punyai untuk bersaing dengan orang lain.
Namun, pada faktanya kemampuan baca tulis di Indonesia masih sangat rendah. Budaya lisan yang berkembang dari zaman dahulu sangatlah kuat. Apalagi di era teknologi sekarang yang menghadirkan berbagai hal yang membuat masyarakat lebih menyukai hanya menggunakan tanpa mau menciptakan. Seperti penggunaan handphone dengan seringnya masyarakat mengakses aplikasi youtube, atau masyarakat lebih menyukai tayangan yang siap mereka lihat dan dengar saja.
Para orang tua lebih banyak memberikan handphone mereka pada anak-anaknya dan membiarkan si kecil menikmati tayangan youtube. Anak yang diajarkan membaca dan menulis, dia sebenarnya sedang bertransformasi dari apa yang dia lihat, dia dengar ke dalam bentuk tulisan. Dan di situlah adanya kemampuan otak untuk memahami dan menganalisa suatu informasi.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) salah satu gerakan yang digaungkan oleh pemerintah untuk memasyarakatkan budaya baca tulis. Gerakan ini difokuskan pada siswa-siswa di sekolah dengan adanya kegiatan pembiasaan membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Selebihnya, kegiatan literasi di sekolah dilakukan sepenuhnya oleh pihak sekolah sesuai dengan kebijakan yang berlaku di sekolah tersebut. Namun sayang, lagi-lagi kegiatan ini masih merupakan sekadar seremonial saja dibandingkan dengan penanaman karakter senang membaca.
Di luar lingkungan sekolah, banyak berdiri komunitas literasi. Banyak jenis kegiatan literasi yang diusung, ada kelas khusus menulis puisi, kelas menulis artikel, ada kelas membaca seperti adanya Taman Baca Masyarakat (TBM), bahkan ada literasi mendongeng.
Selain sekolah, keberadaan perpustakaan daerah pun mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan memasyarakatkan baca tulis. Tempat atau desain ruangan membaca yang menarik di perpustakaan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Ruangan anak-anak yang berbeda desainnya dengan ruangan remaja dapat memengaruhi psikologis membaca mereka. Kelengkapan fasilitas pun seperti kelengkapan koleksi buku dan ruangan ber-AC menambah betah bagi para pengunjung perpustakaan.
Tentu saja keberadaan komunitas di luar sekolah ini membantu program pemerintah. Tinggal bagaimana mereka bersinergis dengan baik dalam mewujudkan masyarakat yang literat. Pihak sekolah dapat bersinergis dengan kehadiran komunitas seperti memanggil komunitas mendongeng untuk tampil di sekolahnya, atau mewajibkan siswa untuk berkunjung ke perpustakaan daerah dan TBM yang terdekat.
Tidak mudah memang mewujudkan masyarakat bahkan bangsa menjadi masyarakat yang literat, perlu adanya keseriusan dan kerja keras dari berbagai pihak. Dan kegiatan literasi yang mencakup kemampuan baca tulis pun harus dilakukan secara terus menerus dan kompherensif sehingga dapat menghasilkan kemampuan masyarakat dengan optimal.***
Penulis adalah Guru SMAN 1 Campaka, Kabupaten Purwakarta.