Bapak Permuseuman Indonesia Asal Kuningan Dapat Gelar Tanda Kehormatan dari Presiden Jokowi

Amir Sutaarga 1536x1489 1
Presiden Jokowi memberikan gelar tanda kehormatan Bintang Jasa Nararya kepada Bapak Permuseuman Indonesia, Mohammad Amir Sutaarga, di Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2023, Senin, 14 Agustus 2023, (Foto: Colonialarchitecture.eu).

ZONALITERASI.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan gelar tanda kehormatan Bintang Jasa Nararya kepada Bapak Permuseuman Indonesia, Mohammad Amir Sutaarga, di Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2023, Senin, 14 Agustus 2023.

Pada kesempatan sama Presiden Jokowi memberikan tanda kehormatan kepada dua Begawan Budaya lainnya, yaitu Tjokorda Gde Agung Sukawati dan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Djojokusumo yang mendapat gelar tanda kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma.

Diketahui AKI Tahun 2023 diprakarsai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, mengatakan, apresiasi ini diberikan sejak 2012 kepada para pahlawan kebudayaan. Tokoh-tokoh tersebut berjasa dan berkontribusi dalam upaya pemajuan kebudayaan Indonesia.

Profil Mohammad Amir Sutaarga

Pria yang lahir di Kuningan, Jawa Barat, 5 Maret 1928 ini sulit dipisahkan dari keberadaan Museum Nasional.

Sesungguhnya sejak kecil Amir bercita-cita menjadi pelaut dan belajar perkapalan di Belanda. Namun, pada usia 22 tahun, setelah selesai ikut perang mempertahankan kemerdekaan RI dari serangan Belanda, dia bertemu dengan Van der Hoop, seorang ilmuwan yang bekerja di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW [sekarang Museum Nasional]).

Kemudian Hoop memboyong Amir ke Jakarta untuk belajar ilmu etnologi. Selanjutnya pada tahun 1952 Hoop mengangkat Amir menjadi redaktur penerbitan. Jabatan tersebut merupakan ‘pintu gerbang’ Amir dalam menggeluti sekaligus menekuni dunia Museum.

Karir Amir terus menanjak, ia pernah menjabat sebagai sekretaris BGKW. Setelah Prof. Dr. Hoessain Djajadiningrat mengundurkan diri dari pemimpin BGKW, Amir ditunjuk untuk menggantikan posisi itu. Tugas yang diembannya memang tidak ringan, Amir harus mengelola museum BGKW secara mandiri tanpa ahli dan sokongan dana dari Belanda.

Amir juga pernah menerima beasiswa untuk belajar museum di Eropa Barat. Sepulangnya dari eropa, Amir kembali menimba ilmu Antropologi di Universitas Indonesia pada 1958.
Di sela-sela kesibukannya tetap aktif dalam Lembaga Museum Nasional. Bersama R. Soekmono yang saat itu menjabat menjabat Kepala Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional, ia memperkenalkan kepurbakalaan dan permuseuman.

Setelah Museum BGKW diserahkan kepada pemerintah pada tahun 1962, Amir diangkat menjadi Kepala Museum Pusat (Museum Nasional) dan setelah itu Amir menjabat sebagai Direktur Permuseuman.

Kiprah dan Kepakarannya dalam bidang permuseuman tidak diragukan lagi, Amir Sutaarga dikenal sebagai perintis dan pengembang Museologi Indonesia. Beberapa karya tulisannya berkaitan dengan museum, di antaranya Capita Selekta Museografi dan Museologi (1964); Museum Etnografi: Perkembangan dan Fungsinya di Jaman Sekarang (1958); Museum dan Permuseuman di Indonesia (1968); Museum Problemen in Indonesia (1956); Persoalan Museum di Indonesia (1962); Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum (1988); serta Studi Museologia (1991).

Amir juga dikenal sebagai perintis berdirinya sejumlah Museum Negeri Provinsi, Museum Pemerintah Daerah dan museum milik pribadi.

Akademi Museum

Salah satu keinginan Amir yang kini belum terwujud yakni mendirikan Akademi Museum untuk mendidik dan mengembangkan Museologi di Indonesia.

Ketika kunjungannya ke Paris pada tahun 1995, Amir meminta kepada UNESCO supaya mendatangkan tenaga ahli yang dapat membantu pengembangan museum di Indonesia. Keinginan tersebut terealisasi dengan kehadiran Jhon Irwin, ahli museum dari Victoria & Albert Museum, London yang menyarankan agar dibuatkan sebuah Museum Nasional yang merepresentasikan keragaman Indonesia, membentuk dinas-dinas museum serta mengadakan pendidikan dan pelatihan kepada tenaga museum.

Sepak terjang Amir dalam memajukan permuseuman di Indonesia telah menarik perhatian Komunitas Jelajah. Untuk menghargai jasanya pada event Museum Awards tahun 2012, Amir memperoleh anugerah Life Time Achievement di bidang permuseuman. Suatu penghargaan yang sangat pantas baginya yang telah mengabdikan diri sepanjang hayat untuk kemajuan Museum Nasional dan museum-museum di Indonesia.

Tepatnya pada 1 Juni 2013, setahun setelah menerima penghargaan, Amir Sutaarga wafat pada 1 Juni 2013 di Ciputat dan dimakamkan di Pandeglang, Banten. (des/berbagai sumber)***