Oleh Rudianto, M.Pd.
“Agar mampu menjadi guru penggerak, seorang Guru Penggerak harus bergerak!” demikian pernyataan Bu Noviyanti salah seorang Calon Guru Penggerak (CGP) yang berasal dari SMAN Glumpang Tiga Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Hal itu terlontar saat diskusi virtual Ruang Kolaborasi Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak pada 6 November 2020 pukul 19.30 s.d. 22.00 WIB. Pada diskusi yang difasilitasi oleh penulis, berlangsung akrab dan santai tanpa kehilangan esensi. Diskusi tersebut dihadiri oleh seluruh CGP (14 orang) dan tiga orang pendamping. Diskusi yang dijadwalkan selama dua jam akhirnya sampai dua jam setengah karena asiknya.
Saat menanggapi presentasi kelompok lain, Bu Novi, demikian panggilan Bu Noviyanti, menyampaikan pernyataan di atas. Pernyataan yang dilontarkan tersebut sangat bermakna bagi CGP. Betapa tidak, Pendidikan Guru Penggerak (PGP) bertujuan melahirkan orang-orang yang pada gilirannya akan mampu menggerakan sendi-sendi dan engsel kelas dalam pembelajaran bahkan sekolah. CGP pada gilirannya akan berubah wujud menjadi seorang guru penggerak yang memiliki kemampuan menggerakan. Buah dari gerakan yang dilakukan guru penggerak adalah sebuah perubahan.
Perubahan adalah keniscayaan. Perubahan sejatinya adalah menuju ke arah yang lebih baik. Orang yang mampu melakukan perubahan seperti ini adalah orang-orang pilihan. Sebuah perubahan di kelas dan di sekolah hanya bisa dilakukan oleh guru-guru pilihan. Mereka yang terpilih itu adalah para CGP yang suatu hari akan menjadi guru penggerak.
Pernyataan di atas bukan tanpa alasan. Untuk menjadi seorang CGP, mereka melewati tantangan yang sangat berat. Tantangan bagi guru yang kurang menguasai IT, ini adalah tantangan terberat sebab semua tahapan seleksi dilakukan secara daring. Seleksi untuk menjadi CGP ada empat tahapan. Pertama, adalah seleksi administrasi. Seleksi ini bukan kendala bagi para guru karena mereka sudah terbiasa mengumpulkan berkas setiap akan mencairkan tunjangan profesi.
Kedua, Seleksi menjawab soal esai. Pada kegiatan ini ada lima pertanyaan induk dengan anak pertanyaan yang banyak. Pada seleksi ini para peserta seleksi dibatasi waktu. Lima induk pertanyaan itu terdiri dari motivasi, tantangan, kesulitan, bentuk kerja sama, dan pengembangan diri. Kelima hal ini diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang lebih rinci. Semuanya berdasarkan pengalaman yang pernah dialami.
Dalam menjawab pertanyaan esai ini, peserta dibatasi oleh waktu dan dibatasi oleh kata/karakter minimal dalam menjawab. Pada tantangan ini banyak peserta yang terjebak dengan jawaban yang asal memenuhi syarat administrasi tanpa memperhatikan konten. Padahal kalau tidak benar kontennya (pengalaman) mereka akan kebingungan saat wawancara. Guru sebagai peserta yang tidak terbiasa menulis banyak yang gagal di sini. Banyak yang kehabisan kata-kata atau kekurangan waktu karena terlalu lama merenung.
Ketiga, simulasi mengajar. Pada tahap ini guru sebagai peserta diberikan kesempatan melakukan simulasi mengajar. Ada dua hal yang menjadi penilaian utama yaitu inovasi dan kreativitas. Pada tantangan ini guru-guru yang bahan bacaannya banyak atau yang mengikuti perkembangan dunia pembelajaran dan kurikulum tidak ada kendala.
Keempat, wawancara sebagai kroscek atas jawaban yang dituangkan pada esai. Tahap keempat ini adalah tahap penentuan seorang guru lolos sebagai CGP atau tidak. Wawancara dilakukan oleh dua orang penguji. Wawancara dilakukan dalam rangka mendalami jawaban yang disampaikan saat menjawab soal esai. Guru yang menjawab esai dengan benar dan menunjukan pengalaman yang berharga dalam perubahan ke arah yang lebih baik, dia akan lancar dan lolos melalui tahapan ini. Guru yang berbohong saat menjawab esai, dia akan terbongkar saat wawancara. Hasilnya lulus atau tidak sebagai CGP.
Beratnya seleksi ini bukan hanya dari materi seleksinya. Banyak juga peserta seleksi tidak lulus karena kemampuan IT-nya terbatas. Semua seleksi tertulis dan informasi dilakukan secara Daring melalui LMS (Learning Management System) yang terkoneksi dengan SIM PKB (Sistem Informasi Manajemen Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) guru masing-masing. Sementara seleksi wawancara dan simulasi mengajar menggunakan tatap maya secara vicon.
Tahapan seleksi yang menantang ini merupakan saringan yang ketat. Hanya guru yang memiliki keunggulan yang mampu melewati saringan yang sangat ketat ini. Mereka yang lulus menjadi CGP memang guru-guru yang menjadi motor di sekolahnya. Mereka yang lulus menjadi CGP dituntut memiliki kemampuan IT yang cukup. Mereka yang lulus menjadi CGP adalah yang memiliki keuletan dan nilai lebih. Hal ini akan menjadi modal berikutnya. ***
Penulis adalah Pengawas SMP Disdik Kabupaten Cirebon yang bertugas sebagai Fasilitator Nasional Guru Penggerak di wilayah Kabupaten Pidie, Aceh.