ZONALITERASI.ID – Ketua Forum Rektor Indonesia, Prof. Arif Satria, menghormati keputusan peleburan dua kementerian yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
“Kita menghormati keputusan yang sudah diambil. Namun demikian, soal struktur itu atau nomenklatur apapun yang diputuskan selalu memiliki positif dan negatif,” ujarnya, dalam keterangan pers, Minggu (18/4/2021).
Menurut Rektor IPB University ini, Kemendikbudristek memiliki sisi positif dan kelemahan. Kemenristek yang lama juga ada kelebihan dan kekurangan, jadi kalau yang sekarang itu digabung, bagi Perguruan Tinggi (PT) tentu lebih mudah karena hanya mempunyai satu ‘bapak’.
“Sehingga mudah untuk koordinasi dan juga bagi pemerintah mudah dalam menentukan indikator kinerja dan lain sebagainya. Namun, kelemahan sekarang adalah penyatuan riset dengan lembaga-lembaga PT dan riset dengan non PT butuh effort (usaha) lebih,” ujarnya.
Prof. Arif menuturkan, sebelumnya, Kemenristek lebih dalam berkoordinasi riset. Sementara kelemahan Kemenristek model lama adalah memiliki dua ‘bapak’ sehingga butuh effort lebih dalam mengkomunikasikan kebijakan dan lain sebagainya.
Anggaran Riset
Menurut Prof. Arif, anggaran riset di Indonesia masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Malaysia, Korea Selatan dan Jepang.
Besar anggaran riset Indonesia yakni 0,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sementara besar anggaran riset Malaysia sudah mencapai 1,3 persen dari PDB, Korea Selatan dan Jepang sebesar 4,3 persen dan 3,6 persen dari PDB.
“Perlu political action. Prioritas political action dalam hal ini akan tercermin dalam hal budget. Kemampuan mengalokasikan budget yang efektif bisa mendongkrak inovasi agar lebih unggul lagi,” katanya.
“Begitu pula budget untuk mendongkrak pra pendidikan dalam menghadapi era seperti sekarang ini,” pungkas Prof. Arif. (haf)***