Ketika Keluarga Berperan dalam Proses Perkembangan Kepribadian Anak

ilustrasi siluet keluarga 330x220 1 740x400 1
Ilustrasi, (Foto: Qureta.com).

Oleh Ipah Latipah, M.Pd.

BERBICARA tentang perkembangan anak, tentu kita akan bersinggungan dengan berbagai teori perkembangan yang banyak dimunculkan oleh para pakar. Kita mengenal istilah nativisme, empirisme, dan konvergensi. Satu penggalan dari beberapa penggalan teori perkembangan yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan individu. Teori yang sudah cukup familiar – setidaknya bagi mereka yang memelajari ilmu psikologi atau ilmu kependidikan. Schopenhauer –salah seorang penganut teori nativisme- menganggap bahwa perkembangan individu itu hanya dipengaruhi oleh satu aspek yaitu aspek hereditas (pembawaan/keturunan), sehingga pandangannya ini meniadakan adanya pengaruh pendidikan dalam proses perkembangan individu. Lain lagi dengan John Locke yang terkenal dengan teori “tabula rasa”, meyakini bahwa lingkunganlah satu-satunya yang memengaruhi perkembangan individu, sehingga individu dianggap sebagai kertas putih, tanpa memiliki potensi apa-apa sebelumnya.

Umumnya sebuah teori, ketika satu teori tidak sepaham dengan teori yang lain, maka muncul teori yang lebih akomodatif memadukan kedua teori yang tersebut. William Stern mengungkapkan pendapatnya bahwa proses perkembangan individu dipengaruhi oleh dua aspek yaitu aspek hereditas dan lingkungan. Teori ini kemudian dikenal dengan teori konvergensi. Namun, dalam tulisan kali ini hanya dipaparkan mengenai aspek lingkungan keluarga yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian anak.

Namun jauh sebelum teori-teori tersebut muncul, Islam telah membahas tentang hal tersebut. Dalam Islam setiap anak yang dilahirkan tidaklah seperti kertas kosong yang tanpa memiliki apapun, melainkan setiap anak dilahirkan memiliki potensi bawaan, yang dikenal dengan istilah fitrah.

“Dari Abu Hurairah ia berkata: “ Sabda Rasulullah saw: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka (pengaruh pendidikan) orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR. Bukhori Muslim)”.

Menurut Imam Al Gozali, komponen fitrah itu adalah: –

– Bakat = kemampuan ilmiah/keahlian; Gharizah = kemampuan bertingkah laku tanpa belajar;

– Nafsu = dorongan perbuatan;

– Karakter = kemampuan psikologis/moral sejak lahir;

– Intuisi = kemampuan menerima ilham Tuhan;

– Keturunan = potensi psikologis dan fisiologis yang diturunkan orang tua.

Faktor-faktor Keluarga yang Memengaruhi Perkembangan Kepribadian Anak

Ada dua faktor penting keluarga yang dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak, yaitu sebagai berikut:

1) Keberfungsian Keluarga

Fungsi Keluarga secara psikososiologis terdiri dari:

a. Fungsi Biologis, keluarga memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan.

b. Fungsi Ekonomis, pemenuhan kebutuhan keluarga yang bersifat materil (menafkahi anggota keluarga).

c. Fungsi Pendidikan, keluarga memiliki peran dalam pembentukan kepribadian anak melalui proses pembinaan dan pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. Anak menjadi pribadi yang bertakwa, mandiri, bertanggung jawab, disiplin, jujur, dan berakhlak baik, di situlah ada peran keluarga yang membentuknya.

d. Fungsi Sosialisasi, keluarga pun berfungsi dalam men-transfer dan menginternalisasikan nilai-nilai masyarakat bagi anggota keluarga itu sendiri, sehingga untuk membentuk masyarakat yang baik, kita bisa memulai dengan membentuk keluarga yang baik.

e. Fungsi Perlindungan (pemberi rasa aman), keluarga juga berperan untuk melindungi setiap anggota keluarga dari ancaman, gangguan atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik-psikologis).

f. Fungsi Agama, peran keluarga sangat diperlukan dalam menanamkan nilai-nilai agama bagi semua anggota keluarga. Agama bisa menjadi pegangan kuat bagi setiap individu yang ingin menjalani kehidupan yang baik tidak hanya di dunia melainkan kelak di akhirat.

g. Fungsi Rekreatif, keluarga menjalankan fungsinya sebagai pemberi rasa gembira, nyaman, hangat, pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang, dan penerimaan yang tulus bagi seluruh anggota keluarga.

Melihat begitu menyeluruhnya fungsi keluarga itu, sehingga tidaklah berlebihan jika diyakini bahwa keluarga memberikan pengaruh bagi perkembangan kepribadian anak. Sejauh mana keluarga menjalankan fungsi-fungsinya, apakah sekadar fungsi biologis dan ekonomis saja atau keseluruhan fungsi itu dijalankan, tentunya akan memberikan dampak yang berbeda bagi perkembangan anak. Kita lihat saja kenyataannya, banyak orang tua yang kurang tepat mengartikan kasih sayang kepada anak. Sudah terpenuhinya seluruh kebutuhan anak yang bersifat materil, dianggapnya telah terpenuhi juga kasih sayang anak. Sehingga kadang-kadang banyak ditemukan anak yang perilakunya sangat “sulit diatur”, justru hanya mereka maksudkan untuk mencari perhatian orang tua, tetapi anak seperti itu kadang malah diberi label “nakal”. Sering juga ditemukan keluarga yang kurang mementingkan penanaman nilai-nilai agama bagi anaknya di dalam keluarga. Tentunya yang paling baik adalah semua fungsi keluarga dijalankan, sehingga bisa memberikan pengaruh yang baik pula bagi proses perkembangan kepribadian anak.

2) Pola Hubungan Orang Tua-Anak (Pola Perlakuan Orang Tua/Parenting Style)

Sikap dan Pola Perlakuan Orangtua dan Dampaknya terhadap Kepribadian Anak

Pola Perlakuan Orang tua Perilaku Orangtua Profil Tingkah Laku Anak
1. Overprotection (Terlalu Melindungi) perawatan/pemberian bantuan kepada anak yang terus menerus meskipun anak sudah mampu merawat dirinya sendiri, mengawasi kegiatan anak secara berlebihan, memecahkan masalah anak sangat tergantung, ingin menjadi pusat perhatian, bersikap menyerah, kurang mampu mengendalikan emosi, kurang percaya diri  
2. Permissiveness (Pembolehan) memberikan kebebasan untuk berpikir atau berusaha menerima gagasan/pendapat, membuat anak merasa diterima dan merasa kuat, cenderung  lebih suka memberi yang diminta anak daripada menerima pandai mencari jalan keluar, dapat bekerja sama, percaya diri, penuntut dan tidak sabaran
3. Rejection (Penolakan) bersikap masa bodoh, bersikap kaku, kurang mempedulikan kesejahteraan anak, menampilkan sikap permusuhan atau dominasi terhadap anak agresif (mudah marah, gelisah, tidak patuh, keras kepala) kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan diri, mudah tersinggung dan penakut, pendiam
4. Acceptance (penerimaan) memberikan perhatian dan cinta kasih yang tulus kepada anak, mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak, mendorong anak untuk menyatakan perasaan atau pendapatnya, berkomunikasi dengan anak secara terbuka dan mau mendengarkan masalahnya mau bekerjasama dan bersahabat, emosinya stabil, ceria dan bersikap optimis, mau menerima tanggung jawab, jujur dan dapat dipercaya  
5. Domination (Dominasi) mendominasi anak bersikap sopan dan sangat berhati-hati, pemalu, penurut, inferior (rendah diri) dan mudah bingung, sulit bekerja sama
6. Submission (Penyerahan) senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak, membiarkan anak berperilaku semaunya di rumah tidak patuh, agresif dan teledor atau lalai, bersikap otoriter (merasa berkuasa), tidak percaya diri
7. Overdiscipline (Terlalu disiplin) mudah memberikan hukuman fisik, menanamkan kedisiplinan secara keras Tidak dapat mengambil keputusan, sikap bermusuhan atau agresif

Pola perlakuan yang bagaimana yang lebih tepat diberikan kepada anak, tentunya adalah pola perlakuan yang dapat memberikan pengaruh atau dampak yang positif bagi perkembangan kepribadian anak. Orang tua diharapkan dapat lebih bijak untuk melihat dan menilai serta menganalisis dampak yang muncul dalam diri anak dari pola perlakuan yang mereka terapkan. Karena itu janganlah salahkan anak jika mereka menampilkan profil perilaku yang tidak kita harapkan, tidaklah tepat pula jika orang tua bersikap menghakimi diri sendiri karena perasaan bersalah atas perlakuan mereka yang kurang bijak terhadap anak-anaknya. Yang lebih penting untuk kita ingat adalah bahwa mendidik seorang anak merupakan proses yang tidak ada henti-hentinya. Berbekal kesabaran, ilmu dan usaha optimal, kita dampingi anak menjalani kehidupan yang baik. Tidak ada kata “terlanjur” untuk sebuah usaha perbaikan. Bukankah anak merupakan anugrah terindah untuk kita jaga, kita didik, kita cintai dan kita lindungi sepenuh hati.***

Penulis Guru BK SMPN 1 Batujajar, Kabupaten Bandung Barat.

 

 

 

 

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *