ZONALITERASI.ID – Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Margaret Aliyatul Maimunah, mengatakan, anak rentan mengalami kejahatan siber seperti kekerasan seksual online, sexting, sextortion, dan prostitusi online.
“Kejahatan dunia maya ini tidak hanya memosisikan anak sebagai korban. Menurut data yang masuk ke KPI, sebagian anak juga menjadi pelaku kejahatan dunia maya,” kata Margaret, saat berbicara dalam webinar Digital Society, “Keamanan Anak di Dunia Digital Selama Belajar dari Rumah”, yang digelar Kemkominfo dan Siberkreasi, akhir Juli lalu.
Ia menuturkan, peran KPAI dalam melindungi anak dari bahaya pornografi dan kejahatan siber dilakukan melalui UU Perlindungan Anak Pasal 76. Pertama, KPI bisa memberikan masukan kepada pemerintah atau kepada pihak-pihak terkait berupa rekomendasi kebijakan pada beberapa isu yang berkaitan dengan anak.
Kedua, KPAI juga mengumpulkan data dan info kasus-kasus melalui survei, kemudian melaporkan adanya dugaan kasus pornografi dan kejahatan siber.
“Dan yang terakhir menerima pengaduan kasus-kasus pornografi dan kejahatan siber, lalu merujuk anak yang menjadi korban kepada lembaga terkait untuk dilakukan penanganan dengan cepat dan tepat,” kata Margaret.
Tambah Margaret, KPAI juga membuat penyedia platform perlindungan anak di dunia siber. Itu dilakukan agar Indonesia memiliki sistem yang memberikan perlindungan anak di dunia siber.
“KPAI melakukan pengawasan konten-konten di dunia sibar. KPAI juga melakukan tindak lanjut kasus penanganan korban atau pelaku, seperti melakukan pembinaan, pendampingan psikososial pada saat pengobatan hingga pemulihan,” ujarnya.
Pada kesempatan sama Dirjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Kemendikbudristek, Jumeri, S.T.P., M.Si., mengatakan, internet bagaikan pisau bermata dua. Pesatnya perkembangan teknologi informasi selain memberikan dampak positif juga memberikan berbagai dampak negatif. Di antaranya maraknya berita hoaks, akses pornografi, cyberbullying, mudahnya berinteraksi dengan orang asing, dan permasalahan keamanan informasi.
“Pesatnya perkembangan informasi dan teknologi mengakibatkan informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat. Pada akhirnya banyak konten yang tidak bermanfaat diserap anak,” tuturnya.
“Indonesia merupakan negara dengan pengguna media sosial tertinggi di dunia. Oleh karenanya, perlu dibangun kesadaran diri untuk memilah informasi yang dapat diambil dan diakses. Menurutnya, kejahatan siber dapat terjadi pada siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Kejahatannya disebut tidak mengenal waktu dan usia,” pungkasnya. (des)***