BEBERAPA waktu lalu sempat terangkat pada beberapa media informasi tentang fenomena banyaknya siswa sekolah yang melakukan perkawinan dini. Fenomena ini diberitakan bukan saja pada satu daerah atau dua, tetapi pada beberapa daerah. Mereka yang ‘terpaksa’ melakukan pernikahan dini, didorong oleh kanyataan keadaan yang dihadapi. Belum lagi berita miris tentang ratusan siswa yang melakukan aborsi. Pelakunya adalah siswa jenjang SMP dan SMA. Sebuah kenyataan yang mencoreng dunia pendidikan. Kenyataan yang harus disikapi dengan berbagai upaya sehingga fenomena demikian tidak semakin banyak.
Satuan pendidikan adalah lembaga yang men-treatment siswa untuk menjadi sosok berkompetensi. Mereka dititipkan oleh orang tuanya pada satuan pendidikan, sehingga jangan dipandang sebagai sesuatu yang lumrah dengan tanpa perhatian khusus untuk men-treatment-nya. Adalah tanggung jawab para pendidik dan tenaga kependidikan untuk memegang amanah yang diterima.
Para siswa adalah karunia Allah SWT yang tak terhingga dan tak ternilai harganya. Mereka adalah sosok yang membutuhkan asupan berbagai materi untuk bekal dalam kehidupannya. Mereka adalah calon pengisi hiruk-pikuk dinamika kehidupan masa depan bangsa, sehingga harus memiliki kompetensi yang sejalan dengan kebutuhan zamannya.
Kepercayaan yang diberikan oleh orang tua terhadap satuan pendidikan, sudah selayaknya ditindaklanjuti dengan berbagai strategi penguatan kompetensi oleh para pendidik dan tenaga kependidikan. Berbagai langkah optimal melalui cara mendidik dengan sebaik-baiknya perlu diberikan, sehingga mereka akan bertumbuh dan berkembang menjadi generasi tangguh dan kompetan yang dapat berkiprah dalam kehidupan mereka di masa depan.
Sesuai dengan pemahaman pola pendidikan yang sampai saat ini banyak dianut dalam ranah pendidikan, langkah yang dapat dilakukan oleh setiap satuan pendidikan adalah men-treatment setiap siswa melalui penguatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/karakter. Ketiga ranah dimaksud menjadi tugas pokok yang dipikul oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan yang menjadi elemen penting pada satuan pendidikan. Ketiga ranah tersebut harus mendapat sentuhan yang proporsional dari dalam pelaksanaan pendidikan, sehingga mengkristal dan menjadi bekal potensial bagi setiap siswa.
Menyikapi fenomena maraknya perkawinan dini serta aborsi di kalangan siswa, sudah sepantasnya seluruh pemangku pendidikan memberi perhatian ekstra. Fenomena ini jangan dibiarkan bergulir sehingga menjadi bola salju yang seiring dengan berputarnya waktu akan semakin membesar. Dampak dari pembiaran fenomena ini akan mengancam pada kegagalan Sustainable Development Goals (SDGs) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Ancaman terhadap dua indikator keberhasilan pembangunan tersebut diakibatkan oleh lahirnya efek penyerta dari fenomena pernikahan dini serta aborsi di kalangan anak usia sekolah.
Dengan pernikahan dini yang terjadi pada anak sekolah, dimungkinkan akan menambah daftar panjang anak putus sekolah karena mereka tidak mungkin melanjutkan sekolah dengan kondisi kehidupan dan fisik yang dialaminya. Dampak lainnya, terkait dengan kesehatan ibu dan anak. Fenomena ini melahirkan kekurangsiapan mereka untuk mengandung, tingginya resiko kematian ibu dan anak, belum siapnya mental untuk membina rumah tangga sehingga rentan melahirkan KDRT dan perceraian, serta beresiko terjadinya stunting pada anak yang dilahirkannya.
Satuan pendidikan merupakan salah satu ranah yang bisa melakukan pencegahan fenomena pernikahan dini serta aborsi. Setiap satuan pendidikan harus mampu mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter secara optimal. Upaya penguatan pendidikan karakter merupakan proses penguatan pendidikan pada domain sikap. Penguatan pendidikan karakter harus menjadi bagian program yang dilakukan oleh setiap satuan pendidikan. Untuk itu, sudah selayaknya, setiap satuan pendidikan menyusun program strategis guna menumbuhkembangkan karakter agar dapat mengkristal pada setiap siswa.
Implementasi penguatan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan merupakan program yang harus mendapat dukungan optimal dari semua pihak. Program ini diimplementasikan guna mendukung keberhasilan pembangunan bangsa serta menyiapkan generasi masa depan bangsa. Implementasinya harus didasari dengan pemikiran bahwa pada masa mendatang, insan berkarakter baiklah yang dapat survive dalam menghadapi dinamika kehidupan yang semakin kompleks. Bahkan, insan berkarakterlah yang dapat diandalkan untuk dapat menstimulasi kemajuan bangsa.
Penerapan penguatan pendidikan karakter pada satuan pendidikan akan mengalami ketimpangan ketika tidak didukung oleh orang tua dan masyarakat. Dalam upaya mencapai hasil optimal dalam penerapannya, dibutuhkan komitmen bersama untuk bergotong royong dalam implementasi penguatan pendidikan karakter dengan harapan melahirkan generasi penerus bangsa yang berkarakter, sehingga mereka dapat diandalkan untuk mengantarkan pada kejayaan bangsa ini. ***
Dadang A. Sapardan, Camat Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.