Optimalisasi Wisata Lokal Cikalongwetan

Oleh Dadang A. Sapardan

f48695c35e1a1f90eca32bb7547619d5 1

SATU ketika berkesempatan ngobrol banyak dengan berkesempatan bertemu dengan salah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI. Obrolan mengarah pada ketakjubannya dengan Cikalongwetan yang memiliki alam sangat eksotik. Dalam pandangannya, suasana alami Cikalongwetan merupakan potensi yang sangat berharga sehingga memungkinkan untuk dijual kepada masyarakat penikmat wisata alam. Keindahan alam, kerindangan pepohonan, dan kesejukan cuacanya menjadi potensi yang memiliki nilai jual bila terkelola dengan baik. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi destinasi wisata lokal sehingga bisa menjadi stimulan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Suasana alami Cikalongwetan, sangat menjanjikan untuk dapat dinikmati oleh setiap wisatawan, terutama masyarakat perkotaan, baik dari seputar Bandung maupun Jakarta. Kondisi demikian ditopang pula oleh akses yang relatif mudah untuk sampai ke Cikalongwetan. Pengunjung dari Jakarta dapat menggunakan akses gerbang tol Darangdan Purwakarta, sedangkan pengunjung dari Bandung dapat menggunakan akses gerbang tol Cikamuning.

Salah satu potensi yang dimiliki beberapa desa di Cikalongwetan adalah potensi keindahan alam, kerindangan pepohonan, serta kesejukan cuacanya. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi destinasi wisata lokal. Suasana alami Cikalongwetan, sangat menjanjikan untuk dapat dinikmati oleh setiap wisatawan, terutama masyarakat perkotaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat perkotaan mendambakan suasana alami pedesaan setelah selama beberapa waktu begitu suntuk dengan hiruk-pikuk suasana perkotaan.

Di Kecamatan Cikalongwetan terdapat cukup banyak potensi wisata lokal yang dapat dikembangkan lebih baik lagi. Hampir seluruh desa di Kecamatan Cikalongwetan memiliki potensi dengan nuansa alami sehingga dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata lokal. Belum lagi kepemilikan wilayah ini akan berbagai bangunan peninggalan zaman Belanda. Beberapa potensi wisata yang dimaksud adalah gedung Ditlov Brix di Desa Kanangasari, Bobojong di Desa Kanangasari, Bukit Senyum di Desa Cipada, Villa Kaca Mentras di Desa Mandalamukti, Cisaladah di Desa Ganjarsari, Villa Ereng di Desa Ganjarsari, Sindang Geulis Kahuripan di Desa Ganjarsari, Benteng Belanda di Desa Mekarjaya, Saksaat di Desa Mekarjaya, Gedung Pabrik Teh Panglejar di Desa Cisomang Barat, Curug Cijambur di Desa Puteran, Pasir Karaton di Desa Mekarjaya, Loseng Munjul di Desa Cikalong, dan Hutan Pinus di Desa Tenjolaut.

Berkenaan dengan kepemilikan potensi itu, penguatan sektor wisata lokal menjadi salah satu program yang harus menjadi pemikiran setiap pemerintah desa di Cikalongwetan. Dalam kapasitas sebagai pemangku kepentingan kewilayahan, mereka memiliki tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Salah satu upaya untuk melaksanakan tugas dimaksud di antaranya dengan mengelola dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki, menjadi destinasi wisata lokal. Mendorong laju berkembangnya wisata lokal merupakan langkah nyata dalam mengoptimalkan kepemilikan potensi untuk mendorong pemberdayaan masyarakat desa sehingga lebih sejahtera.

Pengembangan pariwisata secara berkesinambungan menjadi langkah yang harus dilakukan. Pengembangan pariwisata menjadi suatu proses dalam upaya penyelarasan dengan kondisi kontekstual. Upaya demikian merupakan langkah yang harus dilakukan pula oleh setiap pengelola wisata lokal sehingga destinasi wisata yang dikelolanya bisa berkembang baik dengan indikator pertumbuhan jumlah pengunjung dari waktu ke waktu.

Pengembangan potensi pariwisata berkaitan dengan penerapan berbagai upaya untuk lebih meningkatkan sumber daya yang dimiliki suatu objek wisata. Pengembangan dilaksanakan dengan cara melakukan pembangunan berbagai unsur fisik maupun non-fisik yang memiliki kaitan langsung dengan keberadaan destinasi wisata.

Pengembangan pariwisata menjadi langkah yang harus dilakukan oleh setiap pengelolanya, termasuk pengelola wisata lokal. Pada umumnya destinasi wisata lokal berhubungan dengan keberadaan sejumlah kearifan lokal (lokal wishdom) yang bertumbuh dan berkembang di sekitarnya. Destinasi wisata lokal dengan topangan kearifan lokal ini menjadi kekayaan alam dan budaya yang harus dipertahankan dan disajikan dengan optimal, karena belum tentu dimiliki daerah lain. Keduanya dapat menjadi magnet kuat, sehingga memiliki nilai jual yang bisa ditawarkan kepada setiap wisatawan.

Dalam upaya melakukan pengembangan destinasi wisata, sedikitnya terdapat lima upaya yang dapat dilakukan setiap pengelolanya, yaitu: membangun identitas wisata; memastikan target pasar; menetapkan budget; menguatkan keunikan yang dimiliki; menggencarkan promosi.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pengelola wisata adalah dengan membangun identitas wisata kepada setiap wisatawan. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan destinasi wisata yang dikelola melalui pem-branding-an yang positif. Dengan demikian, secara sepintas, calon wisatawan mengetahui tentang destinasi wisata dimaksud dengan ke-khas-an yang dimilikinya. Langkah ini tentunya bertujuan untuk menarik para calon wisatawan agar melakukan kunjungan ke destinasi wisata dimakusd. Pengenalan ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satu cara yang saat ini efektif, melalui pemanfaatan berbagai kanal media sosial.

Langkah kedua yang dapat dilakukan adalah menentukan dan memastikan target market yang menjadi sasaran dari destinasi wisata. Hal itu dilakukan agar bisa mempengaruhi sistem atau metode pemasaran pariwisata yang akan dilakukan serta pola pengembangan destinasi wisata untuk selanjutnya. Dengan penetapan target market, pengelola destinasi wisata dapat berfokus terhadap karekteristik dari target market yang disasar.

Langkah ketiga yang tidak kalah penting, terkait dengan masalah badget atau biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap wisatawan yang berkunjung. Pengelola destinasi wisata harus dapat menentukan biaya yang pas dan wajar, sesuai dengan kemampuan calon pelanggan destinasi wisata. Dalam konteks ini terdapat linieritas dari target market dan budget yang ditetapkan oleh pengelola destinasi wisata.

Langkah keempat adalah mengangkat berbagai keunikan yang dimiliki atau Unique Selling Proposition (USP). USP adalah keunikan yang dimiliki destinasi wisata yang dikelola. Keunikan ini harus diangkat dan dijadikan modal utama. Keberadaannya bisa dibandingkan dengan usaha wisata lain yang bergerak pada segmen relatif sama. USP akan berefek sangat baik untuk menyedot para wisatawan. Dengan optimalisasi kekhasan yang dimiliki, destinasi wisata ini akan dapat akan memenangkan pasar dan memenangkan persaingan.

Langkah kelima adalah melakukan pemasaran dengan sangat intensif dan melalui pemanfaatan berbagai metode yang tepat. Pola pemasaran yang bisa mencoba untuk bekerjasama dengan seorang atau beberapa influencer atau penggiat media sosial untuk melakukan pemasaran agar lebih luas lagi. Peran influencer dalam dinamika era digital benar-benar sangat strategis untuk dapat mengangkat keterkenalan destinasi wisata di kalangan masyarakat.

Akhirnya, berbagai upaya perlu dilakukan setiap pengelola untuk melakukan pengembangan terhadap keberadaan destinasi wisata, termasuk wisata lokal. Berbagai upaya tersebut dimungkinkan melahirkan destinasi wisata yang dikelola memiliki magnet kuat bagi para wisatawan untuk mengunjunginya. Tentunya, banyak kunjungan diharapkan berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. ***

Dadang A. Sapardan, Camat Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.