INGIN SEPERTIMU, IBU
Malam semakin pekat
Sembari rinai hadirkan bau basah
Ku pandangi goresan kanvas Tuhan
Ringkih ditempa badai kehidupan
Aku bosan
Aku penat
Hardik ku di sore itu
Semua hanya puing-puing fatamorgana … utopia
Aku bukan engkau
Yang selalu patuh akan takdir
Terkalahkan oleh rasa yang terbungkuskan empati
pada semua yang tak pernah memberimu arti
Bathinmu terkoyak, bernanah
Engkau bilang itu cara Tuhan menggugurkan dosa
Entahlah … yang ku tahu hangat dalam dekapan doa di sepertiga malammu
Aku ingin berdamai dengan jiwa
Layaknya Engkau yang dunia terhanyut dalam kepasrahan mu
Aku mengagumimu dalam kebencianku tentang apa yang tak bisa kulakukan
Tuhan
Izinkan sekali saja jiwaku seperti dia
Tersenyum dalam simpul tangisnya
Diam dalam ribuan kata yang bisa terlontarkan dalam sesak dadanya
Izinkan … sekali saja
11 Juli 2020
***
KUATLAH
Kau lihat
senja itu kembali datang
Jingganya memerah
Menyamarkan kerutan langit
Menyapu deretan awan yang menjelma rintik hujan
Kau dengarkan
suara gemuruh guruh di ujung badai
Mengetuk labirin nelangsa
Meluluhlantakkan harapan di ujung asa
Resah dan prasangka muncul karena kehadirannya.
Kau rasakan,
hujan kembali membawa bau basah
Sejumput kenangan kembali menyelisik palung hati
Pucuk-pucuk cemara menyimpan rapi setiap kisah
Pada cakrawala malam, hati enggan beralih pergi
Dan kau
Masih nanar dengan lukamu
Yang merahnya tak sejingga langit senja
Yang runyamnya tak sebongkah gemuruh luluhkan asa
Bahkan rasanya tak sesakit kenangan selepas hujan
Berdirilah
Jangan menyerah
Bukankah senja hadirkan malam menidurkan lelah
Gemercik guruh isyaratkan kau dan aku mengingat keEsaanNya
Dan hujan alasan kau dan aku menjadi kita.
28 Agustus 2020
***
KEHILANGAN TANPA PERTEMUAN
Kebersamaan ini masih terlalu dini
Sedangkan denting waktu tak kenal kata menanti
Kenangan ini terpatri… jauh di dasar relung hati
Tentang kami yang berusaha memberi Arti
Bagaimana aku tak akan mengenangnya
Tentang aku yang kini lebih mengutamakan kata kita
Tentang penerimaan yang terkadang aku alpa
Semua diajarkan dengan sangat sederhana
Sesederhana beliau yang selalu mampu bersikap bijaksana
Terima kasih Bapak atas ilmu dan kebersamaan
Tugas menuntun telah terselesaikan
Proses ini menjadikan kami paham
Mengenal tanpa pertemuan bukan alasan untuk tidak merasa kehilangan
Tak Perlu kata perpisahan
Biarlah semua ini menjadi remah kenangan
Mari serahkan Kepada Tuhan
Dalam GenggamanNYA adalah kebaikan
Kehilangan tanpa Pertemuan
11/06/2022
Spesial untuk Bapak Misdar Fasi
***
TERIMA KASIH DAN MAAF
(Teruntuk anakku Albian)
Terima kasih telah “menerima” ibu mu
kembali dengan senyuman manis di kala
itu. Bukan kali pertama
senyuman itu merekah di bibir
mungil mu. setelah jarak yang memaksa
kita menelan rindu.
Senyum yang hangat… sehangat
Sinaran pagi… senyuman yang teduh,
seteduh cahaya di Jingga nya langit
senja. Ibu mu merasa kecut sembari
mengigit kata-kata dengan gumaman
di dalam dada “waktu tak pernah
menunggu, sekarang kamu sudah
sebesar ini”. Jemarimu jempol
semua, pipi rata dan bersegi itu
sudah membulat, sebulat tekad kita
untuk selalu bersama… pertemuan
kala itu, di kota Ayahmu, di malam
yang dihiasi guyuran hujan… Ya, kita
sama, sama-sama menyukai hujan,
mungkin nanti engkau juga akan
menyukai senja seperti Ibu,
atau mungkin penulis motivasi
seperti Ayah. Apapun itu, semua adalah
dirimu… hanya dirimu
Maaf, satu kata yang selalu terucap
kala kembali mengharuskan kita
menabung rindu dalam celengan hati
Kali ini kita benar-benar berada di
3 provinsi. Ibu tak pandai
merahasiakan air mata kali ini di
depanmu bayi mungil ibu, namun kali
ini, engkau membalas dengan
pelukan dan ingin tidur di bahu ibu
sesaat sebelum keberangkatan… Saat
romantis… seakan kamu ingin
mengatakan “kita bikin romantis,
yang paling romantis”
seperti lirik lagu yang booming belakangan ini.
Maafkan ibu, maafkan ayah… maafkan
keadaan ini
Doa terbaik selalu hadir untukmu,
untuk kita supaya bisa saling
menyatu… mungkin raga belum
bersama namun dalam naungan doa
kita dalam satu nada.
***
Elisya Sovia, guru di SMAN 1 PASIE Raja, Nanggroe Aceh Darussalam.






