ZONALITERASI.ID – Kabupaten Tasikmalaya tergolong salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang kaya situs budaya. Bahkan, merujuk hasil riset pegiat cagar budaya sekaligus pengamat kebijakan publik, Rohidin, S.H., M.H., M.Si., lebih kurang ada 266 situs budaya dikategorikan masih perawan dan belum dirawat secara maksimal oleh Pemda setempat. Akibatnya, ratusan situs tersebut mati suri sehingga belum terasa manfaatnya dalam sektor ekonomi bagi masyarakat setempat.
Hasil kajian Rohidin, selama periode 2023 Kabupaten Tasikmalaya berhasil melestarikan 63 objek kebudayaan. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibanding periode 2022 yang berjumlah 33 dari jumlah total 266 objek kebudayaan yang patut dilestarikan. Secara kuantitatif Pemda Kabupaten Tasikmalaya masih memiliki 170 situs budaya yang masih perawan dan ada dalam kondisi tidur pulas. Padahal, setiap tahun anggaran untuk pelestarian cagar budaya terus meningkat.
Laporan Kinerja Intansi Pemerintah, pelestarian warisan budaya pada 2022 ditargetkan sebesar 21,18%. Realisasinya, mencapai 23,68% dengan total anggaran terealisasi Rp. 761.789.950 dari total anggaran dinas sebesar Rp. 1,229,772,779,822.
“Capaian kinerja sebesar 111,80% masuk kategori sangat baik. Anggaran strategi sasaran pelestarian cagar budaya baru terserap 8%. Ini menunjukkan Pemda memiliki persoalan dan kekakuan dalam merealisasikan pelestarian warisan budaya,” ucapnya.
Kaji Ulang Perbup
Menurut Rohidin, persoalan serius Pemda Kabupaten Tasikmalaya dalam merealisasikan pelestarian warisan budaya akibat dibayang-bayangi Peraturan Bupati (Perbup) No. 65 Tahun 2023 tentang Kekuasaan Bupati dalam Mengatur Izin Penelitian dan Pencarian Potensi Cagar Budaya. Kehadiran Perbup dipandang sebagai salah satu penyebab lambatnya penggalian dan pengelolaan cagar budaya menjadi aset wisata dan pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya.
“Perbup tersebut pada prinsipnya tidak hanya membuat kaku pemerintah, akan tetapi pihak ketiga, dan para pegiat cagar budaya pun turut dikakukan dalam menggali dan mengelola potensi cagar budaya. Solusinya harus melakukan kaji ulang terhadap Perbup tersebut,” tandasnya.
Rohidin menuturkan, tidak bisa dipungkiri, Kabupaten Tasikmalaya memiliki banyak cagar budaya mulai dari situs sejarah, kawasan adat, warisan budaya takbenda, cerita rakyat dan tradisi turun-temurun. Potensi warisan budaya itu hingga kini masih utuh, dan belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah setempat. Penyebabnya, pemerintah daerah (bupati) mengeluarkan Perbup No. 65 Tahun 2023 sebagai penguasa tunggal dalam mengatur izin pengelolaan warisan budaya. Padahal, pelestarian cagar budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi seluruh elemen masyarakat.
“Kaji ulang Perbup itu atau dibatalkan saja,” tandasnya.
Kata Rohidin, Perbup Kabupaten Tasikmalaya Nomor 65 Tahun 2023 merupakan peraturan yang mempersulit Pemerintah sendiri dalam penggalian dan pengelolaan cagar budaya. Bahkan, Pasal 11, secara tegas menyatakan bahwa bupati sebagai penguasa tunggal dalam mengatur izin penelitian dan pencarian potensi cagar budaya. Pasal ini ditafsirkan sebagai pasal penghambat upaya melestarikan warisan budaya.
“Manakala pasal ini tidak dicabut maka pihak ketiga termasuk masyarakat dan pegiat cagar budaya sulit untuk berpatisipasi dalam mengelola, menggali potensi sejarah dan budayanya lantaran terbentur aturan birokrasi yang harus ditempuh,” terangnya.
Kontradikitf
Perbup No.65 Tahun 2023 berdasarkan kajian Rohidin, sangat administratif sehingga melahirkan sebuah kebijakan rumit dalam mengurus perizinan pengelolaan cagar budaya. Akibatnya, semangat juang masyarakat dalam pengembangan budaya lokal menjadi hilang.
Realitas ini kontradiktif dengan kebijakan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang memberikan kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-niai budayanya, sehingga Indonesia menjadi ibu kota kebudayaan dunia.
Kehadiran Perbup Kabupaten Tasikmalaya No. 65 Tahun 2023, berdasarkan hasil kajian Rohidin, menuai kontroversi di kalangan pegiat budaya dan pemerhati hukum. Pasalnya, Perbup ini selain berpotensi menghambat implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, juga dianggap kontradiktif dengan Perda Kabupaten Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2014 mengenai pelestarian dan pengembangan warisan budaya lokal.
“Perbup seharusnya mendukung dua kebijakan. Bukan menjadi penghambat dua kebijakan,” tutur pria yang menyandang gelar Sultan Rohidin Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18 itu.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 mengamanatkan pemerintah daerah untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya. Sedangkan, Perda No. 1 Tahun 2014 memperkuat tanggung jawab pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam mengeksploitasi dan mengembangkan potensi budaya yang ada.
Idealnya, Perbup harus memberikan kemudahan untuk mengimplementasikan kedua kebijakan di lapangan dengan melibatkan masyarakat dan komunitas lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian budaya.
“Bupati pelaksana undang-undang dan jangan menjadi penghambat undang-undang,” ucapnya.
Untuk itu, tambah Rohidin, Perbup Nomor 65 Tahun 2023, selain merupakan bentuk politisasi pemerintah berkedok cagar budaya juga, merupakan Perbup berpotensi membuka konflik dengan aturan hukum yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 dan Perda Kabupaten Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2014.
Idealnya, Gubernur Jawa Barat harus segera mengkaji ulang bahkan membatalkan Perbup karena dipandang bermasalah.
“Kalau gubernur tak sanggup, masyarakat bisa mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung (MA),” pungkas Rohidin. (dono darsono)***