Zonaliterasi.id – Dalam pendidikan karakter semua komponen sekolah selain siswa memainkan peran penting sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama. Semua staf sekolah harus terlibat dalam pembelajaran, diskusi, dan rasa memiliki dalam program pendidikan karakter. Pendek kata, semua pihak harus dilibatkan sedemikian.
Keterlibatan program pendidikan karakter ini dapat dilakukan dalam Lima langkah yaitu :
Pertama Seluruh staf mewujudkan tanggung jawabnya dalam bentuk keteladanan nilai-nilai moral dalam perilaku mereka sendiri dan mengambil peran dari peluang lainnya untuk mempengaruhi siswa yang berinteraksi dengan mereka.
Kedua, nilai-nilai dan norma-norma yang dijadikan pedoman untuk kehidupan siswa, harus mempengaruhi juga kehidupan kolektif orang-orang dewasa dalam komunitas di sekolah. Seperti halnya para siswa, orang-orang dewasa tumbuh berkarakter dengan berkolaborasi satu sama lain dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang akan memajukan kelas dan sekolah.
Mereka juga memperoleh manfaat dari perluasan pengembangan staf dan kesempatan untuk mengamati rekan kerja dan kemudian menerapkan strategi pengembangan karakter dalam kerja mereka dengan siswa. Artinya, semua pihak saling mendukung dan bersinergi menuju karakter yang telah disepakati.
Ketiga, sekolah harus meluangkan waktu untuk refleksi moral bagi para staf dan membantu memastikan bahwa sekolah berjalan sebagai satu kesatuan, team work. Refleksi alamiah ini adalah kondisi yang sangat diperlukan untuk pengembangan kehidupan moral di sebuah sekolah.
Keempat, pendidikan karakter memerlukan dukungan kuat dari kebijakan para pemegang keputusan di sekolah, bahkan pemerintahan. Dalam konteks ini sekolah harus memiliki pemimpin seperti kepala sekolah, guru pembimbing, bupati, atau pihak yang lebih kecil lagi, yang memperjuangkan dan mendukung program-progam karakter.
Komite Pendidikan Karakter adalah sebuah ide yang saya kira menarik untuk diwacanakan. Beberapa sekolah dan kabupaten membentuk komite ini yang beranggotakan para karyawan, siswa, orang tua, dan mungkin anggota masyarakat. Komite ini bertanggung jawab untuk perencanaan, pelaksanaan, dan dukungan program pendidikan karakter. Kepemimpinan dengan pola seperti ini juga berperan untuk memberikan dukungan jangka panjang terhadap pendidikan karakter, termasuk, idealnya, dukungan pada tingkat kabupaten dan negara.
Kelima, program pendidikan karakter perlu mendapatkan dukungan kuat dari keluarga dan masyarakat. Sekolah yang merangkul keluarga dan melibatkannya dalam upaya membangun karakter, dipastikan akan mampu meningkatkan peluang mereka untuk sukses bersama siswa.
Sekolah bekerja keras di setiap tahap untuk berkomunikasi dengan keluarga melalui surat kabar, e-mail, pertemuan keluarga, orang tua dan konferensi keluarga mengenai tujuan dan kegiatan pendidikan karakter. Dalam komite pendidikan karakter yang saya tawarkan tadi misalnya, harus ada keterwakilan orang tua untuk membangun kepercayaan yang lebih hebat antara rumah dan sekolah.
Sekolah-sekolah juga melakukan upaya-upaya khusus untuk menjangkau kumpulan-kumpulan orang tua yang mungkin tidak merasa bagian dari komunitas sekolah. Akhirnya, sekolah dan keluarga meningkatkan efektivitas kemitraan mereka dengan meminta bantuan dari masyarakat yang lebih luas (misalnya, usaha, organisasi pemuda, lembaga keagamaan, pemerintah, dan media) dalam mempromosikan pendidikan karakter.
Lima pola jejaring pendidikan karakter ini, pada intinya mengingatkan kita bahwa pendidikan karakter bukan tentang anak atau siswa, tetapi tentang kita, tentang semua. Melalui lima jejaring inilah, semua pihak harus memberikan kontribusi dalam pendidikan karakter melalui keteladanan. Sebab keteladanan adalah kunci. (irf)***