Catatan Pensiunan 5: Tidak Menyerah

Oleh Suheryana Bae

20240319 200343 scaled
Suheryana Bae. (Foto: Dok. Pribadi)

TIDAK menyerah adalah prinsip ketegaran karang di usia senja. Waktu terus bergerak, membawa perubahan pada tubuh, pikiran, dan cara memandang sesuatu. Semangat yang dulu membara kini terasa meredup. Kesenangan-kesenangan kecil yang dulu begitu sederhana kini terasa hambar. Harapan yang dulu membumbung tinggi kini semakin samar. Namun, di tengah semua perubahan itu, ada satu hal yang bagiku harus tetap dipegang erat, tidak menyerah.

Usia senja sering menjadi masa refleksi yang mendalam. Kenangan tentang masa muda, capaian yang telah diraih, dan impian yang belum sepenuhnya tergapai berkecamuk dalam pikiran. Ada kebanggaan yang menyelinap, tetapi juga penyesalan yang mengintip. Ketakutan akan hari-hari yang tersisa terkadang datang tanpa diundang. Semua silih berganti, seperti ombak yang tidak pernah berhenti. Dalam kondisi seperti ini, menyerah bisa menjadi godaan yang paling kuat. Terlintas keinginan untuk membiarkan hari-hari berlalu begitu saja, tanpa upaya, tanpa tujuan. Hanya lewat.

Namun, aku sadar, menyerah berarti mengakhiri segalanya sebelum waktunya. Kehidupan menjadi ambruk. Keberadaan yang sejatinya masih memiliki makna menjadi hampa. Padahal, setiap helaan napas adalah kesempatan. Mungkin tubuh tidak lagi sekuat dulu, tetapi pikiran masih bisa menalar, hati masih bisa merasa, dan dengan tanganku masih bisa berbuat sesuatu. Setiap tindakan, sekecil apa pun, tetap memiliki arti. Menyiram tanaman di halaman, membantu orang lain dengan pengalaman yang kumiliki, atau sekadar menjadi pendengar yang baik bagi orang-orang di sekitar — semua itu adalah kontribusi yang tidak ternilai.

Usia senja adalah kesempatan untuk memperlambat langkah tanpa kehilangan arah. Ada kebijaksanaan yang tumbuh seiring waktu, dan kebijaksanaan itu menjadi bekal untuk membantu sesama. Hidup bukan hanya tentang mencapai sesuatu, tetapi juga tentang memberi makna pada setiap detik yang dijalani. Dengan tidak menyerah, aku terus menyalakan lilin kecil yang bisa menerangi diri sendiri dan – mungkin — orang lain.

Godaan untuk menyerah sering datang di saat-saat sepi, ketika tubuh terasa lelah dan pikiran terasa kosong. Tetapi justru di situlah kekuatan sejati diuji. Aku mencoba mengingatkan diri bahwa selama masih ada kehidupan, masih ada hal yang bisa kulakukan. Masih ada doa yang bisa kupanjatkan, kata-kata yang bisa kuucapkan, dan cinta yang bisa kuberikan. Hidup bukan soal seberapa besar pencapaian, tetapi seberapa dalam rasa syukur dan seberapa luas manfaat yang bisa kusumbangkan.

Tidak menyerah adalah bentuk perlawanan terhadap kefanaan. Sebuah cara untuk berkata bahwa hidup adalah anugerah yang terlalu berharga untuk diabaikan. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk menemukan makna, bahkan dalam hal-hal kecil yang sering terabaikan. Tidak menyerah berarti tetap berjuang, bukan untuk meraih dunia, tetapi untuk menjaga nyala jiwa agar tetap hidup hingga akhir perjalanan.

Maka, di usia senja ini, biarlah langkah menjadi lebih perlahan, tetapi hatiku tetap teguh. Biarlah harapan datang dan pergi, tetapi keyakinanku untuk tidak menyerah tetap bertahan. Selama masih ada hidup, selalu ada alasan untuk terus berjalan, menemukan makna, dan menjadi berkat bagi sesama. ***

Suheryana Bae, pernah bekerja sebagai PNS di Timor Timur (Timor Leste), Pemkab Ciamis, dan Pemkab Pangandaran. Kini menikmati masa purnabakti di Ciamis, Jawa Barat.