PGRI Minta Pemerintah Tuntaskan Pengangkatan Guru Honorer menjadi ASN

thumbnail
Ketua Umum PB PGRI Prof. Unifah Rosyidi. PB PGRI meminta pemerintah menuntaskan pengangkatan guru honorer menjadi ASN, (Foto: Istimewa).

ZONALITERASI.ID – Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., menegaskan, PB PGRI meminta pemerintah menuntaskan pengangkatan guru honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pernyataan itu disampaikan Prof. Unifah menyikapi rencana penghapusan tenaga honorer sebagaimana disampaikan pemerintah melalui Surat Edaran Kemenpan RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 yang menyebutkan hingga November tahun 2023, tidak ada lagi tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah dan pemerintah daerah.

Prof. Unifah mengungkapkan, rencana pemerintah menghapus tenaga honorer (guru honorer) di semua instansi pemerintah pada November tahun 2023 agar dibarengi pengangkatan ASN (PNS dan PPPK) dengan memprioritaskan pengangkatan dari seluruh guru honorer yang ada.

“Dalam pengangkatan ASN PPPK ini, pemerintah agar mengalokasikan gaji dan tunjangan guru PPPK bersumber dari APBN, dikarenakan kemampuan APBD yang terbatas,” kata Prof. Unifah, seusai ‘Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PGRI’ yang dilaksanakan secara virtual, Kamis 28 Juli 2022.

Dalam siaran pers yang diterima Zonaliterasi.id, Jumat, 29 Juli 2022, selanjutnya Prof. Unifah menuturkan, PB PGRI juga meminta agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan pemetaan dan kajian secara komprehensif tentang kebutuhan guru dalam jangka pendek dan menengah.

Proses perekrutan guru sebagai ASN, lanjutnya, terpisah dari program perekrutan ASN lainnya mengingat kebutuhan akan tenaga guru sangat mendesak dan memerlukan penanganan cepat dan progresif. Keadaan darurat kekurangan guru dalam jangka waktu lama dan berlarut-larut dalam proses penanganannya sangat merugikan dunia pendidikan di Tanah Air.

“Akselerasi peningkatan kualitas pendidikan sulit terwujud apabila pemenuhan jumlah guru dan peningkatan kualitasnya tidak segera terwujud,” tuturnya.

Selain itu, Prof. Unifah menyoroti proses sertifikasi guru (Pendidikan Profesi Guru atau PPG). Menurutnya, untuk menuntaskan penyelesaian proses sertifikasi guru dalam jabatan sebagaimana amanat UU 14 Tahun 2005, sertifikasi guru harus kembali dilakukan melalui jalur portofolio.

Lalu, sesuai amanat UUGD Nomor 14 Tahun 2005, untuk sertifikasi guru ini diharapkan melibatkan organisasi profesi dalam proses PPG. Sementara bagi guru-guru swasta yang telah tersertifikasi, pemerintah diharapkan kembali melakukan penyetaraan dengan guru ASN melalui proses inpassing.

“PB PGRI juga meminta pemerintah daerah memberikan tambahan penghasilan pada guru ASN Daerah sebagaimana amanat PP Nomor 12 Tahun 2019 dan memohon Kemendikbud Ristek merevisi Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022,” tandasnya.

Menyinggung penyusunan RUU Sisdiknas, Prof. Unifah menuturkan, penyusunan RUU ini tidak perlu tergesa-gesa dan harus diawali dengan penyusunan peta jalan pendidikan untuk jangka menengah dan panjang agar Kebijakan dunia pendidikan dapat simultan dan berkelanjutan.

“Dalam penyusunan RUU Sisdiknas, peran guru harus diperteguh agar guru menjadi profesi yang berwibawa dan bermartabat. Di antaranya melalui keterlibatan wajib guru di organisasi profesi dan penetapan upah minimum yang mengarah pada kesejahteraan guru,” ucapnya.

Sementara terkait Kurikulum Merdeka, PB PGRI meminta agar tidak ditetapkan tergesa-gesa secara nasional. Keberadaan Kurikulum Merdeka masih perlu kajian komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan diuji hasil implementasinya sebelum diterapkan secara nasional.

“Perubahan kurikulum jangan sampai menambah beban administratif serta berimbas pada pemenuhan beban mengajar dan tunjangan profesi guru,” tegas Prof. Unifah.

Darurat Kekurangan Guru

Pada kesempatan sama Prof. Unifah memaparkan, Indonesia mengalami darurat kekurangan guru. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data yang dirilis dalam RDP Komisi X DPR RI dengan Kemendikbud Ristek tahun 2021 bahwa jumlah guru saat ini sebanyak 2.735.784 dengan persebaran 1.226.460 merupakan guru PNS dan 1.509.324 bukan guru PNS.

Khusus untuk sekolah negeri jumlah guru adalah 2.063.230 terdiri dari 1.236.112 (60%) guru PNS, 742.459 (36%) guru Non PNS, 63.264 (3%) guru CPNS, dan 34.954 (1%) guru PPPK.

Jumlah ini masih kurang dari kebutuhan seharusnya jumlah guru di sekolah negeri yang seharusnya berjumlah 2.268.716. Artinya masih terjadi defisit guru sejumlah 947.945.

Hal ini semakin diperparah jika memprediksi jumlah guru yang pensiun antara 2022 sampai 2024 ini diperkirakan mencapai 222.081 guru dengan rata-rata 74.027 guru yang pensiun setiap tahunnya.

“Belum lagi melihat kemungkinan guru-guru mengalami mutasi dan bahkan wafat sebelum masuk usia pensiun membuat laju penurunan guru semakin menunjukan disparitas jumlah dan penyebaran yang kurang merata di seluruh Indonesia,” tuturnya.

Kata Prof. Unifah, jika ketersediaan guru mengalami kelambatan atau bahkan tidak terpenuhi, maka dapat dipastikan akan terjadi stagnasi kualitas pendidikan di Indonesia.

PB PGRI, lanjutnya, sejak lama mengharapkan agar pemerintah fokus pada tata kelola guru yang lebih substansial, komprehensif, dan berkelanjutan.

“Pemenuhan jumlah guru, distribusi, dan peningkatan kompetensinya harus menjadi perhatian utama pemerintah untuk segera ditindaklanjuti,” pungkasnya. (des)***