PANGAN merupakan hal yang harus terpenuhi untuk manusia yang dijadikan sebagai sumber tenaga dan nutrisi untuk tubuh kita, Presiden Soekarno mengatakan bahwa pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa, dari ungkapan tersebut bahwa ketahananan pangan merupakan faktor yang yang sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara. Indonesia merupakan negara agraris karena memiliki sumber daya alam yang melimpah. Iklim tropis yang mendukung pertanian serta lahan yang subur yang menjadikan sektor pertanian memiliki dampak penting bagi perokonomian nasional. Pertumbuhan penduduk Indonesia semakin meningkat terlihat pada semester pertama tahun 2024 menurut Badan Pusat Stastisik berjumlah 282 juta jiwa yang bertambah 3,3 juta jiwa dari tahun 2023. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan pangan semakin meningkat serta berkontribusi pada peningkatan limbah pengolahan pangan. Pemikiran yang kreatif dan solutif perlu diterapkan untuk mengatasi tantangan tersebut. Keberlanjutan ketahanan pangan harus diselaraskan dengan program Sustainable Development Goals (SDGs) yang diterapkan secara global guna mengurangi berbagai tantangan global, seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan.
Menurut penulis memanfaatkan sistem industri dari hulu ke hilir bisa menjadi solusi untuk ketahanan pangan secara mandiri tanpa bergantung dengan negara lain. Ketahanan pangan tidak dapat dicapai hanya oleh satu sektor. Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat sipil. Kemitraan yang solid dapat menghasilkan kebijakan dan praktik yang mendukung ketahanan pangan secara mandiri. Diversifikasi produk pangan dengan bahan baku lokal untuk menciptakan produk pangan yang beragam adalah kunci untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus bertambah. Nilai SDGs nomor 1 (Menghapus kemiskinan), 2 (Mengakhiri kelaparan), 3 (Kesehatan yang baik), 9 (Industri, inovasi, dan infrastruktur, 12 (Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab), dan 13(Penanganan perubahan iklim) bisa tercapai dengan beberapa solusi yaitu dengan inovasi dalam sistem produksi pangan, pemanfaatan limbah pangan serta mendorong merupakan langkah-langkah strategis yang akan membawa dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.
Mendorong inovasi pengembangan pangan dengan bahan baku lokal agar dapat bersaing di pasaran dapat menjadi solusi yang efektif guna memanfaatkan sumber daya alam yang masih belum dimanfaatkan sepenuhnya. Inovasi pengembangan pangan bisa dilakukan dengan teknik portifikasi serta diversivikasi pangan yang memiliki keuntungan dalam implementasi yang mudah, biaya efektif, dan bersifat berkelanjutan. Menciptakan inovasi produk yang berbasis pada bahan pangan lokal, seperti snack sehat atau makanan siap saji, tidak hanya meningkatkan nilai tambah, melainkan memperkenalkan masyarakat pada berbagai sumber pangan yang lebih sehat dan bergizi. Pengembangan pangan bahan baku lokal bahan baku yang digunakan harus berkontinuitas. Oleh sebab itu pengembangan dan inovasi dari hulu ke hilir perlu diperhatikan.
Kondisi sektor kelautan dan perikanan saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung perekonomian bangsa. Potensi yang cukup besar dalam sektor perairan Indonesia berupa sumber daya alam yang melimpah dan di dalamnya terdapat berbagai spesies biota laut yang dapat dikonsumsi. Limbah hasil samping pada industri udang juga dapat dimanfaatkan sebagai produk yang menghasilkan keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian pokok seperti daging udang. Data UN Comtrade pada tahun 2019 menyebutkan bahwa delapan negara tujuan ekspor komoditas udang Indonesia terbesar mampu menyerap lebih dari 90 persen ekspor komoditas udang Indonesia. Jumlah limbah udang yang meningkat masih merupakan permasalahan yang perlu dicarikan solusinya. Produksi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4% per tahun.
Limbah produksi udang, seperti kepala atau cangkang, dapat diproses dan dimanfaatkan sebagai bahan pembuat monosodium glutamat (MSG). Proses ini umumnya melibatkan ekstraksi senyawa umami, seperti glutamat, yang terkandung dalam bahan-bahan alami seperti udang, dan kemudian diubah menjadi MSG untuk meningkatkan rasa dalam makanan sebagai pengganti monosodium glutamate sintetis. Penyedap rasa alami (natural flavoring) merupakan bahan alami penambah cita rasa pada makanan dalam bentuk serbuk ataupun cair yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Pemanfaatan limbah pangan dengan mengubah limbah pangan menjadi sesuatu yang dapat menambah nilai jual yang tinggi. Salah satu pemanfaatan limbah pangan yaitu kitosan dari limbah olahan industri udang dan rajungan. Kitosan merupakan senyawa polimer alami yang ditemukan pada limbah kulit udang. Pengembangan industri Kitosan di Indonesia tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga lingkungan. Dengan mengolah hasil samping industri perikanan, khususnya udang, rajungan/kepiting menjadi kitosan, maka nilai tambah yang dihasilkan akan dapat meningkatkan pendapatan, serta menciptakan lapangan kerja baru di sektor pengolahan dan manufaktur dan memiliki nilai jual yang tinggi. Pemanfaatan kitosan bisa berpotensi untuk berbagai macam bidang seperti pertanian, farmasi, pangan, pengolahan air, serta medis.
Pengembangan kitosan pada ketahanan pangan bisa digunakan sebagai pelapis bahan pangan agar daya simpan bahan pangan tersebut bisa menjadi lebih panjang dan bisa juga sebagai coating pada makanan yang digoreng. Kombinasi kitosan dengan penambahan lain masih diteliti sampai saat ini, karena kitosan merupakan edible film terbaik yang dapat dimakan dan aman secara biologis karena sifatnya yang tidak beracun, bersifat biodegradable, dan memiliki aksi antimikroba. Penerapan edible film di Indonesia dapat diterapkan dalam penagan pascapanen bahan pangan terutama buah dan sayuran untuk mengurangi Food loss pada rantai pasok bahan pangan.
Berdasarkan Laporan Kajian Food Loss and Waste di Indonesia (2021), yang merupakan hasil riset bersama Kementerian PPN/Bappenas, Waste Change, dan World Resource Institute, diperkirakan nilai kerugian ekonomi akibat food loss (pangan yang terbuang pada tahap produksi, pascapanen, penyimpanan, dan pemrosesan) berkisar antara Rp106 triliun hingga Rp205 triliun per tahun. Kerugian ekonomi akibat food waste (pangan yang terbuang pada tahap distribusi, pemasaran, dan sisa konsumsi) diperkirakan mencapai antara Rp107 triliun hingga Rp346 triliun per tahun. Angka-angka ini diperoleh dengan mengalikan volume sampah makanan pada tiap tahap rantai pasokan dengan harga komoditas pangan yang terbuang. Namun, karena terbatasnya data, Bappenas hanya menghitung harga dari 88 komoditas di tahap food loss dan 64 komoditas di tahap food waste, meskipun total komoditas pangan di Indonesia mencapai 146. Oleh karena itu, nilai kerugian ekonomi ini bisa lebih besar jika lebih banyak komoditas pangan yang diperhitungkan.
Sektor pertanian memainkan peran yang sangat penting dalam sumber pangan dan perekonomian Indonesia, tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan utama bagi penduduk, tetapi juga sebagai sumber pendapatan bagi jutaan petani. Pertanian Indonesia mencakup berbagai komoditas, mulai dari tanaman pangan seperti padi, jagung, dan kedelai, hingga tanaman hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Sektor ini juga berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja dan pembangunan pedesaan. Dalam sektor pertanian, Kitosan digunakan sebagai biopestisida dan pupuk organik. Untuk fungsi ini, Kitosan dengan berat molekul tinggi dibutuhkan karena dapat meningkatkan retensi air dalam tanah serta membantu tanaman lebih tahan terhadap stres lingkungan dan patogen. Kitosan juga membantu memperbaiki kesuburan tanah secara organik. ***
Sumber :
Badan Pusat Statisik Indonesia. 2024. Jumlah Penduduk Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statisik.
Bappenas. 2021. Laporan Kajian Food Loss and Waste di Indonesia. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
[UN Comtrade] United Nation Comtrade. 2021. International Trade Statistics Database.. https://comtrade.un.org/
Aliefyo Febriyanto, Mahasiswa Prodi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor