SEKARANG ini yang disebut guru, atau motivator, atau pendakwah tidak hanya yang mengajar di kelas atau di ruang tertentu. Tetapi, banyak orang cerdas, orang yang merasa bertanggung jawab untuk menegakkan moralitas dan norma, orang yang berilmu, atau orang yang mencari nafkah dengan mengajar melalui media sosial. Apapun namanya. Facebook, You Tube, Tiktok, WWW. Biar gampang, sebut saja mereka influencer.
Di sisi lainnya, banyak anak sekarang yang berguru kepada influencer. Menjadi pintar dan terampil melalui media sosial dan menganut ideologi atau filosofi tertentu yang diajarkan oleh para influencer di medsos atau di ruang-ruang tertentu atau di alam terbuka.
Celakanya, influencer zaman sekarang tidak selalu bertujuan mulia dan bertanggung jawab. Banyak yang sengaja mengajarkan kesesatan dan membawa anak ke dalam kesesatan.
Dengan metodologi tertentu serta menggunakan kecerdasan dan landasan ilmu yang dimiliki beberapa di antaranya dengan sengaja mempengaruhi anak-anak supaya memiliki keyakinan yang sama dan mengamalkan ilmu yang sama dengan dirinya. Membawa anak ke dalam komunitas yang sesat dan menyesatkan walaupun seringkali dibumbui dengan ayat-ayat di kitab suci, teori-teori yang teruji, dan analisis ilmiah terhadap situasi dan kondisi.
Sementara di sisi lain, anak dalam kondisi yang belum mempunyai pijakan kokoh dari sisi keilmuan dan pengalaman hidup. Sehingga dengan mudahnya menjadi pengikut influencer tertentu, secara membabi buta. Masih beruntung andai tidak sampai terjerumus ke pelukan mafia atau menjadi korban obat-obatan atau menjadi pelaku/korban kejahatan sadistis. Masih baik kalau kesehatan fisiknya terjaga dan kondisi mentalnya dalam kondisi normal.
PERINGATAN, jangan sekali-kali membiarkan anak berkeliaran mencari influencer.
Bagaimanapun, pembimbing dan influencer terbaik, suri teladan terbaik, penjaga moralitas dan perilaku anak terbaik tetap saja orang tua. Pagar pertama dan terakhir. Pagar yang kokoh dan tidak tergantikan.
Maka orang tua harus mendampingi, mengajari, menjadi teladan, menjadi orang cerdas, berwawasan luas, dan mampu mendidik serta membawa anak ke jalan yang lurus. Jalannya para nabi, para cendekiawan dan negarawan.
Tidak ada pilihan lain.
Apabila dikupas secara konsep dan referensi, orang tua berperan serta memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka. Mendorong minat anak dalam belajar, mendampingi menyelesaikan tugas sekolah, dan memberikan bimbingan dalam pengembangan keterampilan akademik dan non-akademik.
Bahwa orang tua memiliki peran sentral dalam membentuk sistem nilai dan etika anak-anak. Mengajarkan nilai-nilai moral, etika, dan kejujuran kepada anak-anak melalui teladan dan pembinaan.
Bahwa orang tua berperan dalam membantu anak-anak mengelola emosi mereka. Memiliki kepekaan terhadap kebutuhan emosional anak dan memberikan dukungan yang tepat. Orang tua yang membangun hubungan emosional yang sehat dengan anak-anak, dapat membantu mereka mengembangkan kepercayaan diri, harga diri yang positif, dan kemampuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.
Bahwa orang tua bertanggung jawab untuk memberikan perawatan fisik dan emosional yang mencakup kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan, juga harus memastikan keamanan dan kesejahteraan anak.
Bahwa orang tua berperan dalam membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosial yang penting untuk berinteraksi dengan orang lain. Mengajarkan anak-anak tentang rasa hormat, toleransi, kerja sama, dan kemampuan berkomunikasi yang efektif.
Bahwa orang tua memiliki tugas untuk mengawasi perilaku anak dan memberikan bimbingan yang tepat. Terlibat secara aktif dalam kehidupan anak, mengenal teman-teman mereka, dan memantau kegiatan mereka untuk memastikan anak-anak berada dalam lingkungan yang aman dan positif.
Bahwa orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua, jadi orang tua harus berusaha menjadi contoh yang baik dengan mengamalkan nilai-nilai yang mereka ajarkan.
Secara praksis, dalam keseharian orang jangan pernah membiarkan anak berkelana di ruang-ruang kelas, di ruang-ruang media sosial sendirian.
Kepercayaan tentu harus diberikan. Tetapi setelah yakin bahwa anak mampu berjalan sendiri dan tidak mungkin tersesat. Setelah anak memiliki landasan keilmuan dan keyakinan yang kokoh.
Anak tahu jalan yang benar dan jalan yang salah. Anak mampu selalu berada atau kembali ke jalan yang benar setelah persimpangan.
Tidak ada pilihan lain. Secara teoritis dan dalam praktik, orang tuia adalah guru, sahabat, pendamping, pembimbing dan penjaga anak-anaknya.
Betapa tidak mudah menjadi orang tua sehingga seharusnya tidak boleh berhenti belajar. Sepanjang hayat. ***
Suheryana Bae, Asisten Administrasi Umum Pemerintah Kabupaten Pangandaran.