Oleh Dadang A. Sapardan
SEKOLAH merupakan ekosistem yang harus memberi nuansa pembelajaran dengan nuansa nyaman terhadap seluruh ekosistem sekolah terutama kepada setiap siswanya. Melalui sekolah siswa diajak untuk pembelajar tentang materi yang sekiranya dapat menjadi bekal mereka dalam kehidupan masa kini dan masa depannya. Sekolah harus menjadi ekosistem efektif dan strategis sehingga dapat menyiapkan seluruh siswanya agar mampu survive dalam mengarungi kehidupan masa depan yang diwarnai dengan berbagai perubahan. Dengan demikian, sekolah harus dibangun dan dikembangkan menjadi ekosistem kehidupan yang memiliki visi futuristik, yaitu ekosistem yang paham terhadap perubahan kehidupan masa depan dengan fenomena ke-masiv-an perubahan. Dengan kata lain, sekolah harus menjadi laboratorium kecil dari kehidupan masa kini dan masa depan yang akan dihadapi setiap siswanya.
Sekolah harus diciptakan dengan nuansa ekosistem pembelajaran yang nyaman dan aman, sehingga dapat menjadi stimulus bagi seluruh siswa untuk melakukan pembelajaran secara optimal. Langkah pembangunan nuansa demikian harus dilakukan oleh sekolah dengan kepala sekolah sebagai leader-nya. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam konteks ini kepala sekolah berperan ganda, sebagai opinion leader sekaligus sebagai decision maker dalam penetapan kebijakan sekolah. Kebijakan yang diambil, tentunya harus mendapat dukungan optimal dari seluruh ekosistem sekolah, sehingga kebijakan untuk melakukan penciptaan nuansa ekosisitem sekolah yang aman dan nyaman akan tercapai secara optimal.
Langkah yang memungkinkan dilakukan adalah menciptakan sekolah dengan nuansa adiwiyata. Dalam paparan ini, adiwiyata tidak dimaknai sempit sebagai program yang berefek pada pemberian reward tertentu bagi sekolah pelaksananya. Namun, adiwiyata dimaknai sebagai penciptaan suasana yang ideal untuk proses pembelajaran, sehingga akan tumbuh semangat kuat dari para siswa dan ekosistem sekolah lainnya untuk melakukan aktivitas, terutama aktivitas pembelajaran.
Dalam wilayah kebijakan pendidikan yang secara mikro menjadi kebijakan setiap sekolah, core program dari seluruh sekolah mengarah pada upaya mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter, gerakan literasi sekolah, dan penyiapan kompetensi pemecahan masalah rumit/kompleks. Ketiga core kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk menyiapkan kepemilikan kompetensi abad 21 dari seluruh siswa yang menjadi subyek pembelajaran. Mengacu pada pendapat para ahli bahwa tantangan sekolah saat ini adalah menyiapkan out put dan out come yang siap menghadapi kehidupan era kehidupan abad 21. Melalui formulasi ketiga kebijakan tersebutlah seluruh siswa yang saat ini sedang menggali ilmu pada berbagai sekolah, dimungkinkan untuk dapat mengimbangi persaingan kehidupan pada abad yang diwarnai dengan fenomena maraknya digitalisasi pada hampir semua ranah kehidupan.
Dengan demikian, upaya penciptaan nuansa adiwiyata oleh setiap sekolah bisa disinergiskan dengan program yang selama ini menjadi kebijakan implementasi penguatan pendidikan karakter pada setiap sekolah. Implementasi penguatan pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan upaya untuk membangun dan menguatkan sikap-sikap positif pada seluruh siswa sebagai generasi masa depan kehidupan bangsa.
Adiwiyata dalam Kerangka Kebijakan Sinergis
Mengacu pada asal usul pembentukan katanya, adiwiyata merupakan gabungan dari dua kata, yaitu adi dan wiyata. Kata adi mengandung makna besar, baik, agung, ideal, atau sempurna. Sedangkan kata wiyata mengandung makna tempat seseorang mendapat pengajaran, pelajaran, ilmu pengetahuan, norma, dan etika dalam berkehidupan sosial. Berdasarkan kajian makna kata di atas, istilah adiwiyata sendiri dapat dimaknai sebagai tempat baik dan ideal yang digunakan untuk memproleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, istilah kata adiwiyata pada konteks ini merujuk pada penciptaan suasana sekolah sebagai tempat belajar dan menggali ilmu yang baik dan ideal begi seluruh siswa.
Dilihat dari tujuannya, implementasi adiwiyata mengarah pada upaya penciptaan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru, siswa, dan warga sekolah lainnya), sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan serta pembangunan berkelanjutan.
Dari tujuan yang terungkap di atas terdapat dua dimensi yang diharapkan atas implementasi program adiwiyata. Dimensi pertama mengarah pada program penciptaan yang pada akhirnya menjadi pembiasaan terhadap warga sekolah untuk menciptakan suasana baik dan kondusif dalam pelaksanaan pembelajaran. Dimensi kedua adalah mengkristalisasi pembiasaan yang telah dilakukan sehingga pada mereka dapat menjadi agen-agen masa depan dalam kaitan dengan penyelamat lingkungan untuk mendukung keberlanjutan pembangunan.
Akan halnya dengan penguatan pendidikan karakter, dimaknai sebagai tanggung jawab sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Terkait dengan implementasinya, penguatan karakter mengarah pada lima nilai utama yang menjadi arahnya, yaitu: religioitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas dalam setiap aspek kehidupan.
Penguatan pendidikan karakter akan dapat terlaksanakan dengan baik ketika sekolah menyusun perencanaan program dengan sistematis dan terukur serta mendapat dukungan optimal dari seluruh warga sekolah serta seluruh stakeholder sekolah lainnya. Perencanaan program dibutuhkan sebagai acuan yang akan digunakan dalam implementasinya. Sedangkan dukungan seluruh eksosistem dibutuhkan dalam kaitan dengan keberlangsungan program yang telah direncanakan.
Langkah yang dapat dilakukan di antaranya melakukan sinergitas program adiwiyata menjadi bagian dari implementasi program penguatan pendidikan karakter. Untuk melaksanakan program tersebut, perlu dilakukan tahapan program yang menjadi hierarki dalam implementasinya. Hierarki yang selama ini menjadi langkah strategis dalam implementasi program penguatan karakter, yaitu: diajarkan, dibiasakan, dilatih secara konsisten, dijadikan kebiasaan, dijadikan karakter, serta yang paling puncak adalah menjadi budaya dari seluruh warga sekolah. Tahapan tersebut harus diprogram oleh sekolah secara sistematis sehingga seluruh warga sekolah dapat mencapai pada pembudayaan atas program yang dirancang.
Bukan sesuatu yang tidak mungkin ketika program adiwiyata disinergiskan dengan penguatan pendidikan karakter. Bahkan secara kasat mata dapat dimaknai bahwa kedua program tersebut bisa saling mendukung dalam dimplementasinya. Dengan demikian, program yang dilakukan oleh sekolah tidak mengarah pada langkah parsial, tetapi merupakan program sinergitas di antara keduanya.
Dari paparan di atas, jelas sekali perlunya dibangun pemahaman komprehensif dari seluruh penentu kebijakan sekolah atas kedua program tersebut, sehingga tidak terjadi tumpang tindih program. Langkah yang dilakukan adalah penyusunan program sinergitas di antara keduanya. Dengan langkah ini, upaya setiap sekolah untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dalam pelaksanaan seluruh aktivitas, terutama aktivitas pembelajaran dapat terealisasi dengan efektif dan efisien.
Simpulan
Mengacu pada paparan di atas, jelas sekali bahwa di tengah kejenuhan sekolah dalam mengimplementasikan berbagai asupan program, dapat disikapi dengan upaya mensinergiskan program sehingga menjadi satu kesatuan yang saling mendukung. Upaya sinergitas program ini dapat dilakukan pada program adiwiyata bersama penguatan pendidikan karakter. Kedua program tersebut bisa dilakukan secara bersamaan karena di antaranya memiliki kesamaan. Karena itu, yang dibutuhkan untuk sinergitas kedua program tersebut adalah penyusunan perencanaan dan implementasi yang matang. Selain itu, peran seluruh warga sekolah yang merupakan bagian dari ekosistem sekolah sangat pula dibutuhkan. Bahkan dukungan, dari ekosisitem sekolah di luar warga sekolah dapat menjadi stimulus guna menyukseskan progam tersebut.
Berkenaan dengan sinergitas kedua program tersebut, sudah sepatutnya sekolah mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki guna mengimplementasikannya. Dalam hal ini political will dari kepala sekolah yang didukung oleh ekosistem sekolah lainnya menjadi kunci keberhasilan atas sinergitas kedua program tersebut.***
Penulis adalah Kabid Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat.