ZONALITERASI.ID – Orang tua harus pro aktif dalam upaya mencegah kekerasan seksual pada anak. Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan?
Dilansir dari Antara News, berikut ini tips dari Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dr. Livia Istania DF Iskandar, M.Sc., Psi., untuk mengantisipasi terjadinya kekerasan seksual pada anak.
Memahami Privasi
Menurut Livia, orang tua perlu mengajarkan kepada anak sejak dini agar bisa memahami privasi, utamanya terkait daerah-daerah tubuhnya.
Anak-anak, lanjutnya, perlu diajarkan untuk bisa paham daerah tubuh mana yang bisa disentuh oleh orang lain. Mana yang privat dan mana yang tidak privat atau bisa disentuh oleh orang lain. Proses pemahaman pada anak terhadap tubuhnya sendiri bisa disampaikan melalui nyanyian berupa lagu.
“Orang tua juga perlu untuk mengajarkan kepada anak tentang bagaimana seharusnya kasih sayang diekspresikan, terutama ekspresi melalui sentuhan,” kata Livia.
Mengenai proses pemahaman dan pengenalan tubuh, Livia mengatakan, pendidikan kesehatan reproduksi pada anak di sekolah juga menjadi catatan yang penting untuk dilakukan.
Sikap Asertif
Kata Livia, tak hanya pengetahuan seputar tubuh, pentingnya orang tua untuk menanamkan sikap asertif pada anak, serta sikap tegas untuk mengatakan ‘tidak’ apabila sang anak memang merasa dalam kondisi tidak aman.
“Misalnya orang tua mendorong anak bisa dipeluk atau dipangku oleh orang yang baru dia kenal, dan kalau dia merasa tidak nyaman dengan itu, ya dia bisa mengatakan ‘tidak’,” ujarnya.
Batasi Akses
Menurut Livia, orang tua juga dapat membatasi akses masuk ke wilayah pribadi sang anak kepada orang-orang tertentu, misalnya membatasi siapa saja yang bisa keluar-masuk rumah atau kamar anak. Hal tersebut dilakukan mengingat mayoritas pelaku kekerasan seksual merupakan orang yang dikenal oleh korban.
Latar belakang pelaku bisa berasal dari mana saja termasuk dalam lingkup keluarga hingga tetangga. Selama proses pengasuhan, Livia meminta orang tua untuk benar-benar mengawasi dan tidak membiarkan anak sendirian. Ia juga mengimbau agar orang tua selalu waspada pada saat ingin mendaftarkan anak ke sekolah berbasis asrama.
“Menurut saya untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, jika anaknya perempuan, kalau bisa, guru mengajinya perempuan saja, dan kalau misalnya memang adanya guru laki-laki, itu benar-benar harus diawasi,” ujarnya.
Waspada Perubahan Emosi
Livia menuturkan, biasanya anak akan melapor pada orang tua apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada dirinya. Oleh sebab itu, orang tua perlu waspada ketika anak menunjukkan perubahan-perubahan emosi dan mencari tahu penyebab perubahan tersebut.
“Jangan menganggap remeh kalau ada perubahan-perubahan emosi pada anak, yang tadinya ceria jadi sedih, dari yang semangat sekolah jadi malas sekolah. Itu harus benar-benar dicari tahu sebabnya apa,” katanya.
“Dan sampaikan kepada anak bahwa tidak ada hal yang perlu dirahasiakan dari orang tua. Misalnya, katakan, ‘Disampaikan saja kepada ibu, kepada nenek, kepada mbak, kalau ada perasaan tidak nyaman oleh karena sebab apapun itu’,” imbuh Livia.
Ketika terjadi tindak kekerasan seksual pada anak, Livia mendorong agar orang tua dapat sesegera mungkin melapor ke unit terdekat, seperti Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), atau unit PPA di kepolisian. (des)***