Masalah Gizi Ancam Lansia yang Mengalami Rasa Kesepian

5e9fdad1a1cf2
Rasa kesepian yang dialami orang lanjut usia (lansia) dapat menimbulkan masalah gizi, (Foto: Kompas.com).

ZONALITERASI.ID – Rasa kesepian yang dialami orang lanjut usia (lansia) dapat menimbulkan masalah gizi. Pasalnya, bersamaan dengan datangnya rasa sepi, nafsu makan mereka pun berkurang.

“Lansia kita cukup banyak yang hidup sendiri, kesepian membuat lansia malas makan,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD-KGer, M. Epid, FINASIM., di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Prof. Siti, kesehatan mental adalah hal penting yang harus dijaga oleh setiap orang, termasuk lansia, karena keterasingan dan kesepian mempengaruhi keinginan untuk mengonsumsi makanan bergizi. Rasa sepi itu dapat mendorong lansia untuk menghabiskan waktu dengan berdiam diri, seperti tidur atau menonton televisi.

“Kesepian menyebabkan orang kehilangan nafsu makan karena makan itu kegiatan sosial,” ujarnya.

“Kita harus waspada saat melihat tubuh lansia semakin kurus dari waktu ke waktu. Jika berat badan turun dalam kurun tiga bulan dan nafsu makan berkurang, ada kemungkinan terjadi gangguan nutrisi,” sambung Prof. Siti.

Selanjutnya ia menyebutkan, di Indonesia, hanya 34,71 persen lansia tinggal bersama keluarga tiga generasi. Nilai ini menurun sebesar 6 persen daripada tahun sebelumnya.

Padahal, lanjutnya, berinteraksi dengan keluarga merupakan salah satu kunci penting dalam meningkatkan kualitas hidup lansia. Mereka memiliki kesempatan yang lebih besar untuk merasakan keterlibatan sosial yang dapat menghadirkan perasaan bahagia. Kondisi ini dapat menurunkan risiko lansia untuk merasa kesepian.

Prof. Siti menyarankan agar lansia tidak hidup sendirian, melainkan tinggal bersama dengan keluarga, seperti anak dan cucu. Sehingga, lansia bisa terus berinteraksi dengan banyak orang dan mengusir risiko kesepian.

“Bila memungkinkan, tiga generasi hidup di atas atap yang sama, agar lansia tidak merasa terasing atau ditinggalkan,” tuturnya.

Interaksi Antaranggota Keluarga

Prof. Siti menegaskan, yang penting harus ada interaksi antaranggota keluarga yang menciptakan kebahagiaan bagi para lansia. Interaksi bersama anak atau cucu dapat menyuntikkan rasa bahagia, membuat lansia lebih bersemangat untuk menjalani hari dan mengonsumsi makanan bergizi.

“Keterlibatan sosial itu salah satu faktor lebih penting dari gen. Orang panjang umur faktornya bukan semata-mata gen, tapi kebahagiaan penting untuk dibangun,” terangnya.

Prof. Siti berpesan kepada masyarakat agar tetap melibatkan lansia dalam aktivitas sehari-hari agar tidak merasa tertinggal, apalagi terisolasi. Berikan informasi dan hal-hal baru kepada lansia, ajaklah orangtua untuk memberikan pendapat dalam kehidupan sehari-hari, hingga bepergian bersama untuk menghibur diri di luar rumah.

“Kondisi batin menjadi penting sebab fisik bukan satu-satunya faktor yang jadi indikator kesehatan. Sehat adalah ketika semua aspek seimbang, mulai dari fisik, mental, sosial dan juga spiritual,” tandasnya.

Nutrisi Seimbang

Prof. Siti memaparkan, dari sisi kesehatan fisik, lansia membutuhkan nutrisi yang seimbang dengan karbohidrat, protein, dan mineral. Protein adalah yang utama untuk para lansia. Sebab, lansia membutuhkan asupan gizi untuk menjaga kualitas otot dan kesehatan tubuh.

Ia mengingatkan lansia untuk tetap beraktivitas fisik secara rutin setidaknya 150 menit setiap pekan, seperti berjalan kaki atau berenang. Olahraga sambil mengangkat beban untuk meningkatkan kekuatan otot juga disarankan.

“Namun, semuanya tetap disesuaikan dengan kondisi lansia. Bila memang ada keterbatasan fisik, seperti hanya bisa duduk di kursi roda atau berbaring di tempat tidur, bergerak bisa dilakukan sebisanya,” imbuh Prof. Siti. (haf)***

Sumber: Antara News