5 Masalah Utama Pemicu Karut-marutnya PPDB

images 1 2
P2G mendesak Kemendikbudristek meninjau ulang dan mengevaluasi total kebijakan sistem PPDB beserta pelaksanaannya sejak 2017-2023, (Foto: Fajar Sulsel).

ZONALITERASI.ID Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meninjau ulang dan mengevaluasi total kebijakan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) beserta pelaksanaannya sejak 2017-2023.

“P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik yang terjadi tiap tahun. Untuk itu, evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemendikbudristek,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya, Selasa, 11 Juli 2023.

P2G mencatat 5 bentuk masalah utama PPDB yang berulang di tiap pelaksanaan sepanjang 2017-2023.

Berikut ini 5 masalah utama PPDB sejak 2017-2023.

5 Masalah Utama PPDB 2017-2023

1. Pindah Alamat Kartu Keluarga demi Sekolah Favorit

Menurut Satriwan, calon siswa melakukan migrasi domisili lewat Kartu Keluarga (KK) ke wilayah dekat sekolah yang dinilai favorit atau unggulan oleh orang tua. Modusnya antara lain memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar, seperti yang terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di Kota Bogor.

“Calon siswa dan orang tua berhak sebagai warga negara untuk berpindah tempat maupun menilai sekolah tertentu lebih baik. Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pasal 17 ayat 2, alamat calon siswa merujuk pada KK yang terbit minimal 1 tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB,” katanya.

Dia menyebutkan, penggunaan alamat KK baru ilegal jika kurang dari 1 tahun. Untuk itu, modus pindah KK seharusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan Disdukcapil.

“Untuk menangulangi terjadinya pindah KK, solusi verifikasi faktual sudah tepat dilakukan. Yang dilakukan walikota Bogor Bima Arya, bereaksi di ujung proses PPDB ini agaknya telat dan menunjukkan Pemda tidak punya sistem deteksi sejak awal. Apalagi Kota Bogor sudah ikut PPDB sejak 2017, jadi bukan hal baru mestinya,” ucapnya.

2. Kelebihan Calon Peserta Didik di Perkotaan

Keterbatasan daya tampung dan jumlah sekolah negeri membuat berbagai sekolah negeri kelebihan calon peserta didik baru (CPDB). Kondisi ini, ditambah sebaran sekolah negeri yang tidak merata.

Menurut Satriwan, salah satu solusi permasalahan daya tampung yaitu membangun Unit Sekolah Baru (USB) atau tambahan ruang kelas. Pelaksanaannya mempertimbangkan sekolah swasta agar tetap punya siswa.

“Pemprov DKI Jakarta yang APBD-nya besar saja tidak mampu menambah USB dan ruang kelas baru. Faktor biaya besar dan keterbatasan lahan baru untuk USB penyebabnya,” kata Satriwan.

Satriwan menjelaskan, kualitas sekolah di Indonesia yang belum merata pada akhirnya mendorong orang tua tetap berlomba-lomba memasukkan anak ke sekolah yang dianggap lebih unggul.

“Tujuan awal sistem PPDB untuk pemerataan kualitas pendidikan. Meningkatkan kualitas seluruh sekolah (negeri) agar sama-sama berkualitas: guru, sarana prasarana, kurikulum, dan standar lainnya. Namun, tujuan utama PPDB hingga sekarang belum terwujud. Tingkat kesenjangan kualitas antarsekolah negeri masih terjadi,” ujarnya.

3. Sekolah Kekurangan Siswa

Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G, Feriyansyah, menuturkan, sebaran sekolah yang tidak merata, juga membuat berbagai sekolah kekurangan siswa. Kondisi ini juga lebih jauh disebabkan kurangnya jumlah calon siswa, jumlah sekolah negeri yang banyak dan berdekatan lokasinya satu sama lain, serta lokasi sekolah bersangkutan jauh atau sulit diakses.

P2G mencontohkan, dalam PPDB 2023, 12 SMP negeri di Jepara masih kekurangan siswa hingga akhir Juni. Sebelumnya pada PPDB 2022, di Batang, ada 21 SMP negeri kekurangan siswa.

“Di Yogyakarta, ada 3 SMA negeri yang masih kekurangan siswa. Di Kabupaten Semarang dalam PPDB 2023 ini sebanyak 99 SD negeri tak dapat siswa baru sehingga guru harus mencari murid dari rumah ke rumah,” sebut Feriyansyah.

Menurut Feriyansyah, persoalan sekolah kekurangan siswa ini dapat berdampak serius kepada pendapatannya. Ia menjelaskan, guru yang sudah mendapat Tunjangan Profesi Guru bisa terancam tidak menerima lagi tunjangannya akibat kekurangan jam mengajar 24 jam/minggu yang disyaratkan.

“Solusi sekolah kekurangan murid adalah pemda hendaknya melakukan merger, menggabungan sekolah negeri dan memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah,” jelasnya.

Mengingat solusi di atas juga berbiaya tinggi dan melibatkan kementerian lain, Feriyansyah menyarankan adanya sinergi kementerian dan pemda.

4. Jual Beli Kursi, Pungli, dan Siswa Titipan Pejabat & Tokoh Masyarakat

P2G mencatat, kasus jual beli kursi, pungli, dan siswa titipan dari pejabat atau tokoh di wilayah bersangkutan antara lain terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.

“Modusnya adalah menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah yaitu kepala sekolah dan guru tidak punya power menolak sehingga praktik ini diam-diam terus terjadi. Pernah ramai aksi titipan oknum anggota DPRD Kota Bandung dalam PPDB 2022,” terang Feriyansyah.

“Ada juga yang ‘sama-sama main mata dan saling kunci’. Oknum ormas memaksa akan membocorkan ke media (publik) nama-nama siswa dan pejabat yang melakukan titipan. Tapi sementara itu, pihak oknum ormas ternyata juga punya calon siswa yang ingin dimasukkan ke sekolah yang sama. Usut punya usut, oknum ormas menjual jasa dengan tarif tertentu kepada calon orang tua siswa,” imbuhnya.

P2G mendesak agar pelaksanaan PPDB berkeadilan, akuntabel, transparan, dan bertanggungjawab. Lebih lanjut, pihak P2G berharap orang tua dan guru tidak takut menyampaikan dugaan pungli atau siswa titipan pada dinas pendidikan, satgas saber pungli, Ombudsman, Kemdikbudristek, atau media massa.

Pihak inspektorat daerah, dinas pendidikan, dan Ombudsman harus agresif melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan PPDB dan indikasi kecurangannya serta melakukan tindak lanjut. Jika terjadi dugaan pungli oleh guru, kepala sekolah, atau masyarakat, maka perlu sanksi tegas maupun jalur hukum pidana.

5. Anak Afirmasi dan Satu Zonasi Tidak Tertampung Sekolah Negeri

Feriyansyah mengatakan, P2G menilai sistem PPDB pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri. Hingga 2023, sejumlah anak dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan satu zonasi terus tidak tertampung.

Dia menuturkan, hakikat sistem PPDB berpihak pada anak miskin dan anak dapat bersekolah di dekat rumahnya. Sistem ini memungkinkan biaya ongkos lebih ringan dan keamanan anak lebih terjaga.

“Pemerataan sarana dan sarana pendidikan, seperti penambahan ruang kelas atau sekolah baru, akan berbanding lurus dengan perekrutan guru oleh pemerintah daerah. Karena itu, masalah PPDB akan mencerminkan kinerja dan political will pemerintah untuk membangun pendidikan berkeadilan ke depan,” tandas Feriyansyah. (des)***

 

 

Respon (158)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *