ZONALITERASI.ID – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menjadi center of excellence pengembangan Ilmu Ekonomi Islam dan Ilmu Bisnis Islam. Sebagai penyelenggara akademik, FEBI diarahkan pada pencapaian tujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional.
Dekan FEBI UIN SGD Bandung, Dr. H. Dudang Gojali, M.Ag., mengungkapkan, FEBI bertugas memberikan respons positif secara akademik yang islami dan profesional, terhadap berbagai tantangan zaman terutama dalam memberi warna dan pengaruh keislaman kepada masyarakat secara keseluruhan.
“Harapan kami, FEBI UIN SGD mampu menjebolkan para pemikir ekonomi, menggerakkan dan mengembangkan sumber-sumber ekonomi, dan mencetak alumni menjadi pelaku-pelaku ekonomi,” harap Dekan, saat memberikan kata-kata pengantar dalam acara Pembinaan Pegawai FEBI, di Aula Utama kampus itu, Selasa, 18 Juli 2023.
Pembinaan Pegawai ini menghadirkan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) RI, Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP, MT dan Direktur PTKI Prof. Dr. H. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag. Hadir juga Wakil Rektor II UIN SGD Bandung Prof. Dr. H. Tedi Priatna, M.Ag.; guru besar FEBI, unsur dekanat FEBI, ketua/seketaris jurusan; ketua laboratorium, para dosen, dan tenaga kependidikan.
Menurut Dudang, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, FEBI salah satu penyelenggara pendidikan tinggi yang mempunyai peran strategis, terutama dalam meningkatkan kecerdasan, harkat, dan martabat bangsa, serta mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berkualitas dan mandiri, sehingga mampu membangun diri dan masyarakat sekelilingnya.
Selain mengawal bidang akademik, FEBI juga berperan aktif dan membantu pemerintah dalam menetralisir pemikiran radikalisme (deradikalisasi), baik di internal FEBI maupun masyarakat luas. Karena, selain rendahnya pemahaman keagamaan, radikalisme tumbuh subur akibat kemiskinan.
“Nah, ilmu yang dipelajari di FEBI adalah ilmu pibeunghareun (ekonomi dan bisnis). Inilah yang dimaksud FEBI ikut berikhtiar dalam deradikalisasi,” ujarnya.
Lima Budaya Kerja
Sementara Dirjen Pendis, Prof. Muhammad Ali Ramdhani mengingatkan kembali bahwa Kementerian Agama memiliki konsep lima nilai budaya kerja.
Pertama, integritas.
Integritas tidak selesai di hati, tapi terekspresikan melalui sebuah attitude. Tidak sekadar pemahaman, tetapi diekpresikan ke dalam sebuah prilaku.
“Orang yang punya integritas adalah orang yang ramah bukan marah; yang mengajak bukan mengejek; yang membina bukan menghina; yang mengajar bukan menghajar; yang merangkul bukan memukul. Wajahnya selalu senyum pada dirinya dan orang lain, itu prinsip dalam hidupnya,” jelas Prof. Dhani.
Kedua, budaya profesional.
Ini mengandung makna adil, yakni mengerjakan sesuatu sesuai dengan keahliannya dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. “Profesional itu selalu meng-update ilmu dan bekerja secara proporsional,” jelasnya.
Ketiga, budaya inovasi.
Orang yang inovatif selalu berusaha menemukan jalan baru. Dia seorang cendekia yang selalu keluar dari zona nyaman, dia selalu berpikir tentang cara lain.
“Dia selalu berkata, tidak ada cara yang baik hari ini, kecuali saya harus menemukan cara lain yang lebih baik. Tidak disebut cendekiawan kalau dia menyukai kemapanan,” ujarnya.
Keempat, bertanggung jawab.
Yaitu bekerja secara tuntas dan konsekuen. Kalau menghadapi sebuah masalah, lihat terlebih dahulu konstruksi masalahnya, cara menyelesaikannya seperti apa, tidak selalu mendengar hal-hal yang tidak jelas, lalu tidak melakukan inisiatif yang melelahkan. Jadi, ciri orang bertanggung itu bersungguh-sungguh dalam segala hal, melakukan yang terbaik, disiplin, jujur, berani menangung risiko, dan rela berkorban.
Kelima, keteladanan.
Menurut Prof. Dhani, guru adalah orang yang digugu dan ditiru. Kata-katanya adalah ilmu, prilakunya adalah keteladanan. Dalam pendidikan akan terjadi proses identifikasi atau imitasi, apapun tingkah laku guru –dalam hal ini dosen– akan ditiru oleh mahasiswa.
“Mahasiswa akan melihat intelektualitas dosen. Mereka akan nengok cara kita berpakaian, melihat cara ngomong, menengok cara kita memperlakukan orang lain,” pungkasnya. (des)***