Majelis Masyayikh Susun Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren

images 1
Majelis Masyayikh tengah menyusun Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren. Untuk mematangkan rancangan dokumen sebelum diterapkan secara luas, Majelis Masyayikh melakukan uji publik, di Tangerang Selatan, pada 20-23 Agustus 2024. (Foto: Kemenag)

ZONALITERASI.ID – Majelis Masyayikh tengah menyusun Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren. Untuk mematangkan rancangan dokumen sebelum diterapkan secara luas, Majelis Masyayikh melakukan uji publik, di Tangerang Selatan, pada 20-23 Agustus 2024.

Uji publik melibatkan berbagai pemangku kepentingan meliputi organisasi masyarakat seperti RMI PBNU, LP2M PP Muhammadiyah, pengasuh pondok pesantren, akademisi pesantren, perwakilan asosiasi pendidikan pesantren, BAN PDM, perwakilan satuan pendidikan dan dari unsur pemerintah yakni Kemenag dan Kemendikbudristek.

Diketahui, sesuai UU NO. 18 Tahun 2019, Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen sebagai perwakilan Dewan Masyayikh dalam merumuskan dan menetapkan sistem penjaminan mutu Pendidikan Pesantren. Lembaga ini beranggotakann sembilan orang kiai.

“Pentingnya dokumen tersebut sebagai landasan bagi pendidikan nonformal di pesantren. Proses penyusunan dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren telah dilakukan kunjungan ke berbagai pesantren untuk mempelajari praktik-praktik terbaik,” kata Ketua Majelis Masyayikh, KH Abdul Ghaffar Rozin, dilansir dari JawaPos.com, Rabu, 21 Agustus 2024.

”Para penulis dan reviewer sudah sedemikian berikhtiar sampai berkunjung ke berbagai pesantren untuk melihat best practices yang ada di pesantren tersebut dan bagaimana dirumuskan secara baik. Dokumen di tangan para penanggap merupakan ikhtiar maksimal dari seluruh tim yang terlibat dalam penyusunan,” sambung Gus Rozin, sapaan KH Abdul Ghaffar Rozin.

Menurutnya, dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren tidak sekadar standar administratif. Juga merupakan upaya untuk memberikan rasa keadilan dan kesamaan hak kepada para santri Pondok Pesantren.

Dikatakan Gus Rozin, amanat Undang-Undang Pesantren sangat jelas dalam mengharuskan pendidikan nonformal pesantren, seperti pondok salaf, untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan setara dengan pendidikan formal.

”UU Pesantren ini memberikan amanat bahwa pendidikan nonformal Pesantren seperti pondok salaf itu berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan setara dengan pendidikan formal. Artinya, meskipun santri kita hanya ngaji saja di pondok selama bertahun-tahun, negara mempunyai kewajiban untuk mengakui mereka. Sehingga santri entah butuh atau tidak, hak-hak sipilnya tetap terpenuhi,” jelasnya.

Gus Rozin menuturkan, aturan yang dirumuskan dalam dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren harus bersifat memberdayakan, bukan membebani pesantren.

”Jangan sampai para santri salaf yang terus menerus mengabdikan umurnya untuk mengaji ini kemudian menjadi masyarakat kelas dua yang bahkan untuk melamar menjadi mudin (Kaur Kesra) pun tidak diterima karena tidak mendapat hak-hak sipilnya. Aturan maupun regulasi yang dibentuk bersifat memberdayakan, tidak memaksa tetapi memberdayakan setiap unit pesantren. Setiap pesantren adalah entitas yang unik dan karena itu perlu diberlakukan secara berbeda sesuai dengan kebutuhannya sendiri-sendiri,” papar KH Abdul Ghaffar Rozin.

Anggota Majelis Masyayikh, KH Abdul Ghofur Maimoen, yang membidangi penyusunan dokumen itu menegaskan, pentingnya uji publik karena merupakan satu-satunya rancangan rekognisi pendidikan nonformal. Uji publik merupakan agenda yang sangat penting karena dokumen itu adalah yang pertama dan yang dimiliki satu-satunya.

”Kalau negara mengesahkan, dokumen ini merupakan satu-satunya regulasi tentang pendidikan nonformal,” terang Gus Ghofur, sapaan KH Abdul Ghofur Maimoen.

Nanti, dokumen itu menjadi catatan sejarah penting bagi pesantren dan bentuk kehadiran negara atas dedikasi pesantren selama ini. Jika dokumen ini disetujui dan diimplementasikan, akan menjadi momen bersejarah bagi pendidikan pesantren di Indonesia.

”Memberikan penghargaan yang sepatutnya kepada para santri dan pendidik yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk pesantren,” ucap Gus Ghofur.

Ia menambahkan, uji publik diharapkan dapat menghasilkan dokumen yang tidak hanya memenuhi kebutuhan administratif, tetapi juga mampu mengakomodir berbagai pandangan dan kebutuhan pesantren di seluruh Indonesia. Dengan dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren tersebut, diharapkan pesantren dapat terus berkembang, diakui, dan setara dengan lembaga pendidikan formal lain di Indonesia. Sehingga, lulusan pesantren memiliki peluang yang sama di dunia kerja dan pendidikan lanjutan. (des)***