ZONALITERASI.ID – Psikolog dari IPB University, Nur Islamiah, M.Psi., Ph.D. mengungkapkan, terjadinya brain rot dipicu paparan konten digital yang serba instan. Pada saat bersamaan terjadi penurunan motivasi belajar siswa.
“Siswa yang terbiasa mengonsumsi informasi instan cenderung kehilangan minat dalam tugas akademik yang memerlukan usaha lebih, misalnya membaca materi panjang atau memecahkan soal yang kompleks,” kata Ibu Mia, sapaan Nur Islamiah, dilansir dari laman IPB University, Rabu, 19 Maret 2025.
Sebagai informasi, brain rot atau pembusukan otak adalah istilah gaul yang menggambarkan kondisi mental yang menurun, terutama akibat konsumsi konten digital yang dangkal atau tidak menantang. Kondisi itu menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan berpikir kritis.
Menurut Mia, anak-anak yang terbiasa mengonsumsi informasi instan lebih memilih aktivitas yang memberikan kepuasan instan daripada proses belajar yang butuh ketekunan. Sehingga, motivasi intrinsik untuk belajar pun menurun karena merasa lebih sulit mengikuti proses pembelajaran yang durasinya lebih lama dan mendalam.
Mia juga menyebut kelelahan mental akibat overstimulasi digital menyebabkan siswa kurang termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran.
“Ketika otak terus-menerus menerima rangsangan dari media sosial atau konten hiburan, aktivitas belajar yang lebih statis terasa membosankan dan kurang menarik,” jelasnya.
Mia menuturkan, hal itu kemudian semakin buruk karena kurangnya kemampuan reflektif. Siswa jadi kurang bisa memahami tujuan jangka panjang dari belajar dan lebih fokus pada kepuasan jangka pendek.
“Apabila tidak diatasi, kondisi tersebut dapat berujung pada rendahnya keterlibatan pada proses belajar, kesulitan memahami materi, penurunan prestasi, juga peningkatan stres dan kecemasan mengenai tugas akademik,” ujarnya.
Cara Mengatasi Brain Rot
Mia menyarankan metode pembelajaran perlu dibuat lebih menarik dan melibatkan secara aktif, untuk mengatasi dampak brain rot terhadap fokus dan daya tahan berpikir siswa.
Salah satunya dengan pembelajaran berbasis proyek atau project-based learning. Siswa diajak untuk menyelesaikan masalah nyata dengan mencari solusi secara mandiri.
“Dengan metode ini, mereka tidak sekadar menerima informasi, tetapi juga belajar berpikir kritis, menghubungkan ide, dan memahami materi secara lebih mendalam,” jelas Mia.
“Diskusi terbuka dan refleksi juga dapat membantu siswa supaya terbiasa memilah dan menganalisis informasi, sehingga mereka tak mudah percaya begitu saja terhadap segala informasi yang ditemui di internet,” sambungnya.
Lanjut Mia, agar proses pembelajaran lebih menyenangkan, metode gamifikasi atau proses belajar dengan menerapkan elemen permainan atau game dapat diterapkan. Sebagai contoh, dengan memberikan tantangan, sistem memberikan poin, atau penghargaan untuk mendorong motivasi siswa tanpa bergantung pada kesenangan instan dari media sosial.
Pilihan lain yang dapat digunakan adalah latihan fokus seperti teknik mindfulness dan manajemen waktu, juga dapat membantu siswa mengontrol distraksi dan meningkatkan konsentrasi. Mindfulness melatih untuk lebih sadar atas apa yang dilakukan.
“Mindfulness melatih siswa untuk lebih sadar terhadap apa yang sedang mereka lakukan, misalnya dengan fokus penuh pada satu tugas dalam satu waktu, mengambil jeda untuk bernapas sebelum beralih ke tugas lain, atau menggunakan teknik pomodoro, yakni belajar selama 25 menit, lalu istirahat 5 menit, teknik ini dapat dilakukan sebanyak 2-5 sesi sesuai kebutuhan,” terang Mia.
Menurutnya, manajemen waktu dapat membantu siswa mengatur jadwal belajar yang efektif, seperti menentukan prioritas tugas, membatasi penggunaan media sosial selama belajar, serta menghindari multitasking yang tak perlu. ***