Jadi Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia, Prof. Arief Anshory: sebagai Menara Air

humas unpad 2018 02 08 Prof.Arif 6 Tedi
Prof. Arief Anshory Yusuf, S.E, M.Sc., Ph.D. (Foto: Tedi Yusup/Humas Unpad).

ZONALITERASI.ID – Ketua Dewan Profesor Unpad Prof. Arief Anshory Yusuf dikukuhkan sebagai Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) 2021-2023, pada Kongres III
Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) 26-27 Juli lalu.

Pascaditetapkan sebagai Ketua FDGBI, Prof. Arif Anshori mengungkapkan, anggota FDGBI merupakan gabungan dari seluruh perguruan tinggi se-Indonesia, tidak hanya perguruan tinggi elite, sehingga sangat bervariasi dari segi keahlian serta pengetahuan kelokalan dari masyarakatnya.

“Adanya heterogenitas ciri khas perguruan tinggi tersebut semestinya menjadi kekuatan yang harus dioptimalkan. Heterogenitas tersebut seakan menjadi cadangan peluru yang cukup untuk menjawab tantangan ke depan yang semakin kompleks,” katanya, dikutip dari laman Unpad, Rabu (4/8/2021).

Prof. Arief menilai, dengan gabungan dari seluruh institusi, otomatis setiap perguruan tinggi anggota forum juga akan mengikutsertakan seluruh guru besarnya. Dengan demikian, diharapkan beragam tantangan yang terjadi di masyarakat mampu diselesaikan oleh berbagai pemikiran dari para guru besar.

“Hal utama yang dilakukan adalah memetakan kekuatan pada tubuh organisasi. Sering organisasi kurang bisa memetakan kekuatan diri sehingga relevansi berkurang ketika ada isu muncul di masyarakat,” katanya.

Hal penting selain pemetaan kekuatan, lanjutnya, adalah konsisten menjalankan organisasi. Salah satu upaya untuk menjaga konsistensi dalam berorganisasi adalah istikamah kepada misi organisasi.

“Agar lebih terarah, istikamah dengan misi dan jangan terlalu banyak misi. Hal yang perlu dilakukan adalah menyusun misi dan jangan terlalu banyak agenda. Cari agenda prioritas dan konsisten lakukan agenda itu,” ujarnya.

Rekomendasi

Menurut Prof. Arif, tidak bisa dimungkiri, perguruan tinggi Indonesia dihadapkan pada tantangan yang kompleks. Tantangan ini mendorong perguruan tinggi menghasilkan paradigma dan orientasi baru. Salah satunya adalah menghilangkan stigma menara gading, tetapi sebagai “menara air” yang menjadi inspirasi dan solusi dalam menghadapi tantangan baru tersebut.

Ia menjelaskan, dari tiga darma utama perguruan tinggi, forum menetapkan dua isu utama yang menjadi tantangan perguruan tinggi, yaitu tantangan riset dan pendidikan, serta relasi antara kampus, masyarakat, dan negara.

“Kita memilih dua isu ini karena memang masih banyak isunya yang belum terjawab dan sifatnya jangka panjang,” kata Prof. Arief.

Berdasarkan hasil rekomendasi tersebut, FDGBI sudah merekomendasikan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan dari dua isu tersebut. Untuk isu riset dan pendidikan, rekomendasi yang diajukan di antaranya pengoptimalan resource sharing antaruniversitas dalam hal riset, publikasi, dan penyelenggaraan program bersama; pengidentifikasian lebih banyak pusat unggulan, hingga pembinaan antar perguruan tinggi secara berjenjang.

Prof. Arief mengatakan, salah satu hal urgensi yang perlu dilakukan adalah mengupayakan para dosen yang potensial untuk tidak terjebak dalam pengelolaan administrasi.

“Ini seperti low hanging fruit, melakukannya tidak susah tetapi efeknya lumayan,” imbuhnya.

Sementara untuk isu relasi dan sinergi, FDGBI mendorong para peneliti hingga guru besar di setiap universitas bisa saling bersinergi, sehingga diharapkan kualitas riset dan pembelajaran antar perguruan tinggi tidak terjadi lagi disparitas.

“Ini kenapa menjadi prioritas karena (kita) tidak bisa lagi menunggu. Tantangan datang dengan cepat,” kata Prof. Arief. (des)***

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *