ZONALITERASI.ID – Pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Jawa Barat menginginkan adanya asosiasi ekonomi pesantren. Dengan begitu, pesantren mandiri secara ekonomi sekaligus menjadi pusat perputaran ekonomi.
“Dari hasil silaturahmi dengan beberapa pengurus ponpes di Jawa Barat, dalam memperkaya materi dan substansi Raperda Pengembangan Pesantren, kami mendapatkan masukan dari para pengurus ponpes. Beliau-beliu di ponpes menginginkan adanya pembentukan semacam serikat atau asosiasi ekonomi pesantren,” kata anggota Panitia Khusus (Pansus) VII DPRD Jabar, Asep Wahyuwijaya, saat melakukan kunjungan kerja ke beberapa pondok pesantren di Jawa Barat, Selasa (30/7/2020).
Asep menuturkan, dengan adanya masukan dan harapan para pengurus ponpes ini, diharapkan dapat diakomodir dalam Perda Pengembangan Pesantren di Jawa Barat. Pasalnya, pemberdayaan ekonomi di pondok pesantren ini menjadi salah satu isu strategis dalam pengembangan pesantren.
“Hal itu seharusnya dapat segera difasilitasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pemprov tidak sekadar mengusung program One Pesantren One Product (OPOP) yang digulirkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil,” ujarnya.
Tak Bisa Segera Disahkan
Menurut Asep, dari berbagai upaya pengembangan pesantren yang dituangkan dalam raperda ini, pihaknya menemukan persoalan baru. Raperda pengembangan pesantren tak bisa segera disahkan menjadi perda. Sebab, saat ini masih menunggu peraturan turunan dari Undang-undang 18 tahun 2019 tentang pesantren.
“Secara yuridis, meskipun Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang pesantren telah disahkan menjadi undang-undang, namun raperda tentang penyelenggaraan pesantren ini tidak bisa dengan segera dan serta merta menjadi perda. Hal itu karena kewenangannya masih ada di pemerintah pusat dalam hal ini di Kementerian Agama,” tutur Asep.
Lanjutnya, sebagai dasar dari pelaksanaan otonomi daerah, urusan kewenangan pemerintahan konkuren sudah dibagi dalam Undang-undang Nomor 23/2014 tentang pemerintahan daerah. Dalam lampiran undang-undang tersebut, urusan pesantren itu masih menjadi domainnya pemerintah pusat.
“Namun, jika merujuk pada Pasal 15 ayat (3) undang-undang tentang pemerintahan daerah, itu bisa saja ada kewenangan yang dibagikan ke pemerintah daerah asal ada Peraturan Presiden. Nah, ternyata, Undang-undang Pesantren pun mengamanatkan perlunya Perpres agar undang-undang tersebut bisa segera berlaku dengan efektif,” terang Asep. (haf)***
Sumber: Pikiran-rakyat.com