Pukul Rebana, Presiden Jokowi Buka Muktamar Ke-34 NU di Lampung

KLIK6550 scaled
Presiden Joko Widodo membuka secara resmi Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Darussa’adah, Gunung Sugih, Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021), (Foto: Istimewa).

ZONALITERASI.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka secara resmi Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Darussa’adah, Gunung Sugih, Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021). Hal ini ditandai dengan pemukulan rebana didampingi Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan Gubernur Provinsi Lampung Junaidi.

“Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, saya secara resmi membuka Muktamar Ke-34 NU,” kata Presiden Jokowi.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan rasa terima kasihnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada NU yang telah membantu pemerintah dalam menenangkan masyarakat di masa Pandemi Covid-19.

“Atas nama pemerintah, atas nama masyarakat, negara, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan tinggi kepada Nahdlatul Ulama yang telah membantu pemerintah dalam menenangkan umat dan masyarakat dalam masa pandemi,” ujarnya.

Terima kasih juga ia ucapkan karena NU telah mengajak masyarakat untuk terus menaati protokol kesehatan dan mengikuti program vaksinasi.

“Yang kedua juga terima kasih Nahdlatul Ulama yang telah mengajak untuk menaati prokes dan ikut berbondong-bondong ikut program vaksinasi. Ini saya rasakan betul ajakan para kiai dan ulama untuk ikut vaksinasi,” katanya.

Presiden Jokowi juga mengapresiasi penerapan prokes yang ketat dengan pendampingan dari Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 dalam penyelenggaraan Muktamar Ke-34 NU ini. Ia berharap para peserta dapat kembali dengan sehat.

“Saya mengapresiasi protokol kesehatan didampingi satgas. Insyaallah kita kembali ke daerah masing-masing dalam keadaan sehat,” ujar presiden kelahiran Surakarta pada 21 Juni 1961 itu.

Ia juga berterima kasih kepada NU yang terus senantiasa mengawal kebangsaan, toleransi, kemajemukan, Pancasila, UUD 1945, kebinekaan, NKRI.

“Dan kita harapkan dengan itu, kita terus bisa menjaga dan merawat bangsa dan negara yang kita cintai,” harapnya.

Respons Revolusi Industri dengan Langkah Besar dan Terukur

Pada kesempatan sama, Rais ‘Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar mengingatkan, saat ini, dunia telah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Ia mengajak masyarakat, khususnya warga NU, untuk merenungkan dan merekontekstualisasi apa yang salah dan apa yang benar dari perjalanan kita selama ini.

“Marilah kita renungkan juga nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh para pendahulu kita dalam bingkai trilogi ukhuwah. Yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan internal umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah insaniyah/basyariyah (persaudaraan kemanusiaan). Kita bisa tambahkan juga ukhuwah nahdliyah di dalamnya,” tuturnya.

Menurut Kiai Miftah, sapaan akrabnya, nilai-nilai itu bisa menjadi cerminan moral yang prima, agar dampak negatif pergeseran tatanan dunia tidak begitu berpengaruh dalam perjalanan anak bangsa di era Revolusi Industri 4.0 dan dalam rangka meraih manfaat bonus demografi. Ia berharap, bonus demografi bukan justru menjadi musibah demografi.

“Kalau era Revolusi Industri 4.0 dianggap menjadi tanda meningkatnya peradaban kemanusiaan, maka kita harus mengimbanginya dengan 4G,” ujarnya.

Maksud dari 4G itu adalah (1) grand idea, yaitu, visi-misi Nahdlatul Ulama sebagai instrumen untuk menyatukan langkah, baik ulama struktural maupun kultural; (2) grand design. Berupa program-program unggulan yang terukur; (3) grand strategy dengan mengintensifkan penyebaran inovasi yang terencana, terarah dan dikelola dengan baik, serta distribusi kader-kader terbaik NU ke ruang-ruang publik yang tersedia; dan (4) grand control, yaitu sistem dan gerakan Nahdlatul Ulama harus bisa melahirkan garis komando secara organisatoris dari PBNU sampai kepengurusan di tingkat anak ranting.

Kekuatan Jam’iyah

Rais Aam PBNU juga menegaskan Kekuatan jam’iyah Nahdlatul Ulama sangatlah besar. Tapi, katanya, selama ini banyak warga Nahdlatul Ulama yang hanya memosisikan diri sebagai jamaah, belum ber-jam’iyah (menjadi bagian dari organisasi NU).

“Inilah yang perlu kita jam’iyah-kan. Jangan sampai nantinya warga tercerai berai hanya karena kepentingan-kepentingan sesaat. Mereka harus mengikuti satu komando, yang dikomando dari PBNU dan didukung oleh para mustasyar,” sambungnya.

Menurut Kiai Miftah, men-jam’iyah-kan jamaah dengan segala potensinya yang berkekuatan raksasa ini, menjadi pekerjaan rumah terpenting dari sekian pekerjaan rumah yang lain.

“Sebab, potensi raksasa ini, kalau tidak dikelola dengan baik dan benar, justru akan menjadi beban dan terpecah belah. Menjadi bulan-bulanan dan diperebutkan oleh kelompok-kelompok lain,” ujarnya.

Pembukaan Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama dihadiri Wakil Presiden 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla, Jajaran Menteri Kabinet, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) H Abdul Muhaimin Iskandar. Hadir pula para rais dan katib syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), para ketua dan sekretaris tanfidziyah PBNU, dan perwakilan peserta Muktamar.

Muktamar merupakan forum permusyawaratan tertinggi di NU. Selama 2-3 hari forum ini akan membahas hal-hal strategis terkait persoalan kebangsaan dan keumatan, menghasilkan rekomendasi untuk pemerintah dan masyarakat secara umum, serta menetapkan pemimpin baru untuk masa khidmah berikutnya. (dan)***