Dosen Fikom Unpad Sebut Ada Ketimpangan Gender dalam Film Horor Indonesia

humas unpad justito adiprasetio
Dosen Budaya Populer Fikom Unpad, Justito Adiprasetio, (Foto: Humas Unpad).

ZONALITERASI.ID – Dosen Budaya Populer Fakultas Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad), Justito Adiprasetio, M.A., dalam studinya menemukan bahwa hantu perempuan secara dominan muncul dalam film Indonesia selama periode 1970 hingga 2019.

“Perempuan hampir selalu menjadi tokoh sentral dalam film horor yang direpresentasikan sebagai hantu (paranormal) atau monster/makhluk menyeramkan,” kata Tito, dikutip dari laman Unpad, Selasa, 6 September 2022.

Bersama Pengajar Luar Biasa pada Program Studi Televisi dan Film Fikom Unpad Annissa Winda Larasati, M.A., Tito memetakan ada 559 film horor Indonesia yang diproduksi antara 1970-2019.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 60,47 persen atau 338 film menghadirkan sosok perempuan sebagai hantu utama. Sementara 24,15 persen atau 135 film menghadirkan sosok laki-laki sebagai hantu utama. Sisanya, 15,38 persen atau 86 film horor menghadirkan sosok laki-laki dan perempuan sebagai hantu utama.

“Makin ke sini, persentase hantu perempuan sebagai tokoh utama makin banyak,” ungkap Tito.

Dikatakannya, beberapa alasan mengapa perempuan banyak dijadikan sosok hantu adalah representasi terhadap kondisi sosial masyarakat. Film horor, kata Tito, merupakan kepanjangan dari folklor yang ada di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya kepercayaan terhadap berbagai enis hantu perempuan.

“Jika film merepresentasikan apa yang ada di masyarakat, jika dalam konteks hantu, maka arketip hantu perempuan akan terepresentasikan dalam film-film horor,” tuturnya.

Menurut Tito, pada industri perfilman, dominasi laki-laki sangat kentara. Sutradara film horor banyak didominasi laki-laki sehingga cara pandang dalam film cenderung sangat laki-laki.

“Kendati ada sejumlah sutradara perempuan yang menyutradarai film horor, tatapan misoginistik tetap tidak bisa dihindarkan. Corak misoginisme ini menganggap perempuan sebagai obyek ketakutan,” terangnya.

“Data besar menunjukkan bahwa perempuan sangat dimanfaatkan untuk menakut-nakuti. Ini yang menjadi problematik, bahwa film horor menyimpan ketimpangan gender,” tambah Tito. (des)***