Mengungkap Pasaran Kitab Kuning Muharam Pesantren Assalafiyyah Nurul Hikmah Sukabumi

WhatsApp Image 2023 07 18 at 21.19.02
Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyyah Nurul Hikmah K.H. Ahmad Syihabuddin Romly (baris kedua, ketiga dari kanan) dan para santri, (Foto: Istimewa)

ZONALITERASI.ID – Pondok Pesantren Assalafiyyah Nurul Hikmah, di Kampung Suweng, Desa Sundawenang, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi membuka pasaran kitab kuning pada Muharam terdekat ini.

Beberapa kitab yang akan dikaji adalah Nadham Al-Maqshud, Fiqhun Nisa’, Minhatul Mughits, Tijanud Dlarary, dan Milhatul I’rab.

Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyyah Nurul Hikmah, K.H. Ahmad Syihabuddin Romly, menjelaskan, Nadham Al-Maqshud adalah kitab dalam fan ilmu sharaf sementara Fiqhun Nisa’ dalam fan fiqih yang khusus untuk kalangan perempuan, tetapi perlu diketahui para lelaki.

“Kitab Fiqhun Nisa’ ini menjelaskan seputar siklus yang terjadi kepada perempuan yang ditinjau dalam fiqih seperti haid, nifas, wiladah, hingga istihadlah,” katanya.

Menurut ajengan muda ini, kitab tersebut sangat relevan untuk dikaji para santri mengingat siklus tersebut terkait langsung dengan ibadah seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan demikian, pada dasarnya pengetahuan ini bersifat fardu ‘ain, harus diketahui setiap perempuan.

“Kitab Minhatul Mughits berisi tentang ilmu musthalah hadits; sementara Tijanud Dlarary tentang tauhid, dan Milhatul I’rab dalam fan ilmu nahwu,” jelas putra almaghfurlah K.H. Fariduddin Soleh ini.

Ajengan Ahmad menjelaskan, sistem pasaran adalah ngalogat dengan lughat Jawa Sunda. Artinya, rumus ngalogat dengan menggunakan utawi, iki, iku, sementara penerjemahan dengan bahasa Sunda agar memudahkan santri yang rata-rata orang Sunda.

“Jadi, ketika ngalogat itu para santri sudah memahami dan bisa menjelaskan lagi karena ngalogat dengan bahasa mereka sendiri. Dengan sistem seperti itu, santri tidak ribet lagi memahaminya. Itu yang dimaksud ngalogat Jawa Sunda, Jasun. Sementara saat penjelasan menggunakan bahasa campuran, kadang bahasa Sunda, Jawa, Indonesia,” ungkapnya.

Adapun waktu pasaran, lanjut Ajengan Ahmad, selama 24 jam berlangsung 3 kali, yaitu pagi dimulai pukul 07.00 sampai dengan pukul 11.00 WIB. Siang dari pukul 13.00 sampai pukul 16.00 WIB. Malam selepas isya pukul 20.00 sampai pukul 00.00 atau pukul 01.00 WIB.

Dia menuturkan, tidak ada syarat khusus untuk mengikuti pasaran tersebut. Hanya keinginan niat dan sekaligus datang ke pesantren.

“Syaratnya ya semangat mengaji aja, yang penting datang. Paling juga beli kitab yang dikaji. Tak ada uang pendaftaran. Paling juga nanti ada patungan para santri saat perpisahan atau tafaruqan. Itu pun untuk makan bersama. Tidak ada persyaratan khusus,” tegasnya.

Ajengan Ahmad menjelaskan, sebetulnya saat ini di Pesantren Assalafiyyah Nurul Hikmah masih berlangsung pasaran Dzulhijjah. Nanti pada penutupan pasaran Dzulhijjah sekaligus pembukaan pasaran Muharam. Pada kesempatan tersebut akan dilaksanakn Manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani dengan pembacaan wirid I’anatul Ikhwan. Wirid manaqib ini akan mendapatkan ijazah dari ahli riyadlah asal Jember, Jawa Timur, Abuya KH Muzakky Syah.

“Di Assalfiyyah Nurul Hikmah, sambungnya, dalam setahun berlangsung 5 kali pasaran. Pertama, rutinitas tiap Ramadan. Kedua, pada Dzulhijjah. Ketiga, pada bulan Maulud. Keempat, pada Muharam. Kelima, pada tiap Jumadil Akhir. Biasanya pasaran berlangsung selama 2-3 minggu, tidak sampai sebulan,” kata ajengan yang pernah berguru kepada Abuya K.H. Abdullah Mukhtar, pengasuh Pondok Pesantren An-Nidzom Panjalu, Kabupaten Sukabumi ini.

Diketahui, tiap pasaran mengkaji kitab yang berbeda-beda dengan siklus tiga tahun sekali. Artinya, pada tahun keempat, kitab yang dikaji sama dengan kitab-kitab yang dikaji pada 3 tahun lalu.

Pada tahun-tahun sebelumnya, pasaran lebih fokus pada lughat sehingga dalam satu periode pasaran bisa menyelesaikan belasan kitab. Namun, sekarang pasaran lebih fokus kepada penjelasan atau surat sehingga kitabnya pun lebih sedikit.

Pesantren Assalafiyyah Nurul Hikmah berupaya memperkenalkan khazanah kitab kuning yang selama ini masih jarang dikaji dengan tujuan untuk menambah pengalaman kepada para santri. (dan)***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *